KABARBURSA.COM - Investasi besar-besaran di sektor petrokimia terus berlanjut di Indonesia. Salah satu proyek yang paling dinanti adalah pembangunan pabrik petrokimia PT Lotte Chemical Indonesia (PT LCI), dengan nilai investasi mencapai Rp59,37 triliun. Pabrik yang berlokasi di Cilegon, Banten ini diproyeksikan akan mulai beroperasi pada Maret 2025.
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, mengatakan pembangunan fasilitas petrokimia ini telah mencapai 98,7 persen dan hampir selesai. Dalam keterangan resminya pada Kamis, 12 September 2024, Rosan optimistis bahwa produksi bisa dimulai sesuai target. "Maret nanti sudah mulai produksi dan bulan Mei sudah mulai ekspor," ujarnya.
Proyek Strategis Pemerintah
Pabrik PT LCI ini merupakan salah satu proyek yang difasilitasi oleh pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi, yang dibentuk Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2021. Setelah sempat terhenti selama enam tahun akibat berbagai kendala, termasuk masalah perizinan dan sengketa lahan, konstruksi akhirnya dilanjutkan pada April 2022.
Proyek ini menjadi salah satu investasi terbesar di sektor petrokimia, mencakup fasilitas untuk memproduksi berbagai produk seperti polypropylene, butadiene, dan BTX (benzene, toluene, xylene). Produk-produk ini menjadi bahan baku penting bagi berbagai industri, mulai dari pembuatan botol, ban, cat, hingga peralatan medis dan pengusir serangga.
Dampak Terhadap Hilirisasi dan Tenaga Kerja
Keberadaan industri petrokimia seperti PT LCI juga menjadi bagian penting dalam hilirisasi industri di Indonesia. Selain mendukung industri terkait, pabrik ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Menurut Rosan, selama proses konstruksi saja, sekitar 14 ribu tenaga kerja telah dilibatkan, dengan mayoritas berasal dari Indonesia. "Hanya 4 persen tenaga kerja dari Korea, dari segi penyerapan tenaga kerja, teknologi, industrialisasi, dan ekspor, ini memberi dampak positif bagi Indonesia, terutama di daerah Cilegon," kata Rosan.
Setelah beroperasi penuh, pabrik ini diharapkan dapat menciptakan sekitar 1.300 lapangan kerja baru, termasuk 900 posisi permanen. Selain itu, Rosan juga menekankan adanya dampak positif dalam hal teknologi dan industrialisasi, di mana transfer pengetahuan dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja lokal diharapkan dapat memperkuat sektor petrokimia domestik.
Pemerintah juga memberikan insentif berupa super tax deduction hingga 200 persen bagi perusahaan yang berkontribusi dalam pengembangan pendidikan vokasi. Langkah ini diambil untuk memastikan tidak hanya perusahaan yang berkembang, tetapi juga kualitas sumber daya manusia Indonesia yang terus meningkat. "Ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan bahwa pertumbuhan perusahaan sejalan dengan pengembangan SDM lokal," jelas Rosan.
Investasi Asing dan Dukungan Pemerintah
Tidak hanya dari sisi domestik, proyek PT LCI juga mendapat dukungan dari investor asing. Berdasarkan data dari Kementerian Investasi/BKPM, PT LCI tercatat sebagai penanaman modal asing (PMA) dari Malaysia, dengan 51 persen sahamnya dimiliki oleh Lotte Chemical Titan Holding Bhd yang berbasis di Malaysia. Dalam 10 tahun terakhir, Malaysia menjadi salah satu investor terbesar di Indonesia, menempati peringkat kelima dengan total investasi mencapai USD21,86 miliar.
Sementara itu, Korea Selatan, sebagai pemegang saham minoritas di PT LCI, berada di peringkat ketujuh dengan total investasi sebesar USD18,20 miliar. Kehadiran kedua negara ini dalam proyek strategis petrokimia menunjukkan kepercayaan investor asing terhadap potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
President Director PT LCI, Yim Dong Hee, dalam kesempatan yang sama, menyampaikan apresiasinya atas kunjungan Menteri Investasi ke fasilitas produksi PT LCI. Menurutnya, perhatian pemerintah terhadap perkembangan investasi sangat penting dalam mendorong pertumbuhan industri. "Kami siap untuk memulai produksi tahun depan dan berharap dapat mengundang pemerintah kembali ke sini," ungkap Yim.
Dampak Ekonomi
Dengan beroperasinya PT LCI, Indonesia diharapkan dapat mengurangi defisit perdagangan di sektor petrokimia, di mana sekitar 50 persen kebutuhan petrokimia domestik saat ini masih diimpor. Produksi dari pabrik ini akan menyuplai sekitar 70 persen kebutuhan domestik, sementara sisanya, 30 persen, akan diekspor ke negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan India.
Keberadaan pabrik ini juga diproyeksikan memberikan kontribusi besar dalam pengembangan sektor kimia Indonesia, baik dari segi suplai produk, penyerapan tenaga kerja, hingga pengurangan ketergantungan pada impor. Dengan demikian, PT LCI tidak hanya menjadi pilar industri petrokimia nasional, tetapi juga berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Seiring dengan hampir rampungnya proyek ini, pemerintah dan PT LCI terus berkomitmen untuk memastikan operasional pabrik berjalan sesuai jadwal, dengan harapan besar bahwa proyek ini dapat menjadi katalis bagi perkembangan industri petrokimia di Indonesia.
Profil PT LCI
PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) adalah perusahaan petrokimia yang berlokasi di Cilegon, Banten. Sebagai bagian dari grup Lotte, perusahaan ini berfokus pada produksi bahan kimia dasar seperti ethylene, propylene, dan polypropylene, yang menjadi bahan baku utama dalam berbagai industri, mulai dari pembuatan plastik, karet sintetis, hingga bahan kimia khusus.
Mengutip laman lottechem.id, PT CLI tengah membangun kompleks kimia terintegrasi di atas lahan seluas 110 hektar di Kota Cilegon. Proyek ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk memperkuat dominasi di pasar Asia Tenggara yang berkembang pesat. Dengan adanya kompleks skala besar ini, PT LCI juga akan mencapai integrasi vertikal dengan fasilitas Polyethylene yang saat ini dioperasikan oleh Lotte Chemical Titan Nusantara.
Proyek besar ini, yang dikenal sebagai LINE Project (Lotte Chemical New Ethylene Project), merupakan investasi yang melibatkan dana sebesar USD3,9 miliar dari Lotte Chemical dan anak perusahaannya, Lotte Chemical Titan. Proyek ini dijadwalkan selesai pada 2025 dengan kapasitas produksi yang diharapkan mencapai 1 juta ton ethylene, 520 ribu ton propylene, dan 250 ribu ton polypropylene, serta produk hilir lainnya seperti butadiene, BTX (benzene, toluene, xylene).
Proyek ini juga mencakup pembangunan Naphtha Cracking Center (NCC) terbesar di Indonesia, yang akan berperan penting dalam mengurangi defisit perdagangan nasional. Saat ini, Indonesia mengimpor sekitar 50 persen dari total kebutuhan petrokimianya. Dengan beroperasinya NCC, Indonesia akan memiliki pondasi yang kuat untuk mengembangkan industri kimia lokal serta memberikan kontribusi besar dalam penciptaan lapangan kerja di dalam negeri.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.