Logo
>

Proyeksi Rasio Utang Melonjak, Ternyata ini Plus Minusnya

Ditulis oleh Dian Finka
Proyeksi Rasio Utang Melonjak, Ternyata ini Plus Minusnya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Masa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, berencana menaikan rasio utang pemerintah menjadi 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari posisi saat ini yang berada di angka 39 persen.

    Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, mengungkap jika kenaikan utang meningkat tanpa ada perbaikan signifikan dalam penerimaan pajak, hal tersebut akan menimbulkan resiko besar terhadap ketahanan fiskal.

    “Kalo rasio utangnya meningkat di saat belum ada perbaikan signifikan pada sisi penerimaan perpajakan maka akan beresiko besar buat ketahanan fiskal,” jelas Ahmad kepada Kabarbursa Jakarta, Sabtu, 13 Juli 2024.

    Adapun Keberadaan utang yang besar dapat memberikan tekanan terhadap keuangan negara, membatasi fleksibilitas dalam merespons kebutuhan ekonomi mendesak atau krisis.

    “Kalo rasionya meningkat maka kewajiban utang dan bunganya juga lebih besar, sehingga berpotensi mempersempit ruang fiskal. Akhirnya untuk bayar utang khawatirnya malah bikin utang baru lagi,” ungkapnya.

    Kondisi ini memicu kekhawatiran terkait dengan keberlanjutan fiskal dan stabilitas ekonomi jangka panjang. Pemerintah diharapkan untuk mengadopsi kebijakan fiskal yang bijak dan proaktif dalam mengelola utang, serta memastikan penggunaannya untuk investasi produktif yang dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.

    Rasio Utang dan Pertumbuhan Ekonomi

    Sementara, Direktur Eksekutif Segara Institute sekaligus Pengamat Ekonomi, Piter Abdullah mengatakan kenaikan rasio utang pada masa pemerintahan Prabowo-Gibran bertujuan untuk mencapai tujuannya. Seperti pemerintah bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup, pemerintah itu bisa menuntaskan kemiskinan.

    “Hanya di Indonesia loh yang isu utang pemerintah itu diangkat terus, dipermasalahkan terus hanya di indonesia, di luar negeri enggak,” kata Piter kepada KabarBursa di Jakarta, Sabtu, 13 Juli 2024.

    “Yang kita butuhkan itu mencapai tujuannya, pemerintah bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup, pemerintah itu bisa menuntaskan kemiskinan, pemerintah itu pada akhirnya bisa mensejahterakan, kan itu yang harusnya kita kejar. bukan bagaimana pemerintah untuk mencapainnya itu kemudian mau tidak mau berhutang,” jelasnya.

    Membangun berdasarkan utang adalah praktik umum yang diterima secara luas. Utang dapat digunakan sebagai alat untuk memperluas investasi infrastruktur dan merangsang pertumbuhan ekonomi. 

    Menyelaraskan perspektif ini dapat membantu kita mengenali bahwa isu utang negara bukanlah hal yang seharusnya dipolitisasi secara berlebihan.

    “Yang kita butuhkan itu adalah bagaimana bisa memajukan pertumbuhan ekonomi, tapi ditengah masalah kebutuhan kita, pertumbuhan ekonomi tersebut, isu utang itu menjadi isu politik yang sensitif,” ujarnya.

    Perlu diketahui munculnya isu rencana peningkatan rasio utang negara tersebut memang tidak terlepas dari berbagai program ambisius era Prabowo-Gibran. 

    Di antaranya program makan bergizi gratis yang ditaksir bakal memakan anggaran hingga sekitar Rp 466 triliun. Juga program lanjutan dari Presiden Joko Widodo yakni megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang juga membutuhkan anggaran Rp 466 triliun.

    Adapun per semester 1-2024 saja tercatat realisasi APBN mengalami defisit hingga Rp77,3 triliun. Defisit pada semester pertama tahun ini mencakup 0,34 persen dari PDB. Padahal pada semester 1-2023, kondisinya masih surplus Rp 152,3 triliun.

    Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal

    Head Kiwoom Investment Management Indonesia (KIMI), Sukarno Alatas menilai dampak kenaikan utang ke pasar modal bisa menjadi positif dan negatif.

    adapun dampak positifnya termasuk meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi stabilisasi ekonomi selama masa krisis, dan peningkatan fleksibilitas kebijakan fiskal.

    “Namun, rasio utang yang tinggi juga dapat memiliki dampak negatif, seperti peningkatan beban bunga, peningkatan kerentanan terhadap krisis ekonomi, penekanan daya saing, dan pembatasan pilihan kebijakan fiskal di masa depan,” kata Sukarno kepada KabarBursa di Jakarta, Jumat 12 Juni 2024

    Oleh sebab itu, penting bagi pemerintah untuk  mengelola utang secara bertanggung jawab dan menjaga rasio utang pada tingkat yang berkelanjutan. 

    “Jadi ketika kenaikan utang diimbangi pertumbuhan ekonomi ke depannya tidak menjadi masalah dan itu bisa positif untuk pasar modal juga,” jelasnya.

    Perlu diketahui juga rasio utang Indonesia saat ini di 39.9 persen dibandingkan negara tetangga relative lebih rendah seperti Singapore 168 persen, Laos 68.01 persen, Myanmar 62.5 persen, Malaysia 61.1 persen, Thailand 60.96 persen dan Philippines 60.1 persen.

    Ada juga dampak umum dari perubahan kebijakan fiskal biasanya akan menyebabkan depresiasi nilai tukar karena peningkatan permintaan agregat akan meningkatkan impor selain meningkatkan ketimpangan pendapatan jika diarahkan pada kelompok kaya.

    Selain itu juga meningkatkan pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak akan meningkatkan permintaan agregat, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan lapangan kerja, dan meningkatkan inflasi. (Dian/*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.