Logo
>

PTBA Akui Proyek Hilirisasi Batu Bara Belum Ekonomis

PTBA jujur mengungkap proyek hilirisasi batu bara jadi DME masih penuh tantangan, mulai dari keekonomian yang belum klop hingga kendala infrastruktur yang butuh perombakan besar.

Ditulis oleh Dian Finka
PTBA Akui Proyek Hilirisasi Batu Bara Belum Ekonomis
PTBA akui proyek hilirisasi batu bara ke DME belum ekonomis. Arsal minta dukungan DPR untuk wujudkan hilirisasi batu bara nasional. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM – Proyek hilirisasi batu bara menjadi salah satu fokus strategis PT Bukit Asam Tbk (PTBA) untuk mendorong nilai tambah sektor energi nasional. Namun di balik potensi besar yang diusung proyek batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengungkapkan bahwa proyek ini masih bergelut dengan berbagai tantangan fundamental, mulai dari keekonomian hingga kesiapan infrastruktur.

“Kami menyadari bahwa proyek DME ini masih menghadapi sejumlah tantangan utama,” ujar Arsal dua hari lalu saat rapat dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen.

Sebagai catatan, DME merupakan bahan bakar alternatif yang bisa menggantikan LPG untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. DME dihasilkan dari gasifikasi batu bara dan dikenal punya emisi lebih rendah dibanding LPG sehingga sering digadang-gadang sebagai bagian dari solusi transisi energi menuju pemakaian energi yang lebih bersih.

Salah satu tantangan terbesar dalam proyek DME ini, kata Arsal, adalah aspek keekonomian. Harga DME yang dihasilkan dari hilirisasi batu bara masih berada di atas harga patokan yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bahkan jika dibandingkan dengan LPG impor, biaya produksinya pun belum kompetitif.

“Analisa perhitungan kami menunjukkan harga DME masih lebih tinggi dari LPG impor. Ini menjadi tantangan keekonomian yang harus kami jawab bersama,” jelasnya.

Tak hanya persoalan harga, aspek teknis juga menjadi penghambat. Arsal mengungkapkan, PTBA bersama Pertamina telah melakukan pembahasan dalam Forum Satgas Kilirisasi pada 19 Maret 2025 lalu dan ditemukan sejumlah hambatan teknis seperti keterbatasan infrastruktur distribusi dan kesiapan kompor rumah tangga yang kompatibel dengan bahan bakar DME.

“Jarak distribusi kita masih sekitar 172 KM, dan itu memerlukan konversi infrastruktur yang cukup masif. Termasuk kesiapan jaringan niaga dan distribusi,” papar Arsal.

Meski dihadapkan pada berbagai kendala, Arsal memastikan PTBA tetap berkomitmen untuk menyukseskan proyek DME. Ia menilai semua tantangan tersebut dapat diselesaikan melalui pendekatan kajian yang menyeluruh dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

“Kami PTBA terbuka terhadap evaluasi dan arahan lebih lanjut agar proyek ini dapat dikembangkan secara terukur, akuntabel, dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara,” katanya.

Minta Dukungan DPR 

Arsal menyampaikan sejumlah poin penting yang menjadi harapan PTBA kepada Komisi XII DPR RI demi terbangunnya ekosistem hilirisasi batu bara yang kompetitif dan berkelanjutan.

Pertama, percepatan persetujuan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Enim, guna memberi insentif investasi dan mempercepat pembangunan proyek.

Kedua, penyusunan regulasi turunan perihal tarif royalti 0 persen untuk produk hilirisasi sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Ketiga, kepastian hukum atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) selama masa proyek berlangsung untuk menjaga kelangsungan pasokan bahan baku jangka panjang.

Keempat, relaksasi persyaratan jejak karbon (carbon footprint) yang dinilai masih membebani biaya manajemen dan bisa menurunkan daya tarik investasi.

“Biaya pengelolaan karbon ini cukup tinggi dan menjadi beban bagi kelayakan proyek. Ini perlu perhatian khusus,” ujarnya.

Kelima, pemberian insentif fiskal dan pembiayaan untuk mendorong kelayakan proyek yang dijalankan oleh perusahaan terbuka seperti PTBA.

Keenam, perlunya kajian mendalam lintas pihak guna merancang struktur keekonomian proyek DME secara optimal, mengingat PTBA akan berperan sebagai pemasok utama sementara teknologi dan pengembangan akan dikerjakan oleh mitra.

Arsal menegaskan PTBA tetap memegang komitmen tinggi untuk mendorong kemandirian energi nasional melalui hilirisasi batu bara. Namun ia menekankan pentingnya dukungan lintas sektor agar seluruh rencana dapat dijalankan dengan efektif dan berkelanjutan.

“Besar harapan kami agar upaya hilirisasi batubara yang tengah PTBA jalankan ini dapat terus berjalan dengan dukungan dan sinergi dari Bapak-Ibu sekalian demi kemandirian energi dan kemajuan industri nasional yang kita cita-citakan bersama,” kata Arsal.

Cari Mitra proyek DME di China

PTBA pernah kehilangan mitra utamanya dalam proyek DME, yakni Air Products. Tapi, setelah raksasa energi asal Amerika Serikat itu mundur, PTBA kini menjajaki kerja sama baru dengan perusahaan-perusahaan asal China.

Arsal mengatakan perusahaannya tidak goyah menghadapi tantangan pasca mundurnya Air Products pada Februari 2023. Menurut Arsal, PTBA tetap berkomitmen penuh untuk melanjutkan proyek hilirisasi batu bara menjadi DME sebagai bagian dari agenda besar transisi energi nasional.

“Kami tetap secara aktif melakukan penjajakan dengan sejumlah calon mitra potensial, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk perusahaan-perusahaan asal Tiongkok,” ujar Arsal dalam rapat yang sama.

Hengkangnya Air Products memang menjadi pukulan besar. Pada Februari 2023, perusahaan asal AS itu resmi menarik diri dari proyek hilirisasi DME di Indonesia, memilih fokus pada proyek energi terbarukan di dalam negeri yang disokong insentif dari Inflation Reduction Act.

Sebelum perubahan ini, skema proyek sudah tersusun rapi: PTBA bertugas sebagai pemasok batu bara, Pertamina sebagai offtaker, sementara Air Products berperan membangun dan mengoperasikan fasilitas produksi DME. Dengan keluarnya Air Products, seluruh peta kerja sama perlu dirumuskan ulang, termasuk mencari mitra baru yang mampu membawa teknologi, modal, dan kapabilitas setara.

Meski mitra utama hengkang, PTBA tak tinggal diam. Perusahaan pelat merah ini terus menyiapkan infrastruktur dasar untuk memastikan proyek tetap siap kapan saja dimulai. Hingga saat ini, pembebasan lahan sudah mencapai sekitar 198 hektare, setara 97 persen dari total kebutuhan 203 hektare.

Dari sisi kesiapan untuk proyek ini, sebenarnya PTBA sudah menyiapkan. Itu merupakan komitmen dari kesiapan kami dalam menjalankan proyek ini,” kata Arsal.

Selain pembebasan lahan, PTBA juga aktif berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Tujuannya adalah memastikan dukungan kebijakan tetap mengalir dan skema pendanaan tetap dalam jalur yang layak.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.