KABARBURSA.COM - Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan standar kode respons cepat yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk memfasilitasi pembayaran nontunai di Indonesia. Sejak diluncurkan pada 2019, QRIS telah menjadi bagian integral dari ekosistem pembayaran digital nasional. Dengan tujuan utama untuk meningkatkan efisiensi, inklusi keuangan, dan kedaulatan ekonomi digital, QRIS menyederhanakan berbagai metode pembayaran elektronik ke dalam satu kode QR yang dapat digunakan oleh semua penyedia layanan pembayaran.
Perkembangan QRIS tidak hanya berdampak pada peningkatan transaksi digital domestik tetapi juga mempengaruhi dinamika persaingan dengan penyedia layanan pembayaran internasional seperti Visa dan Mastercard. Hal ini menimbulkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Amerika Serikat, yang menganggap kebijakan QRIS sebagai hambatan bagi perusahaan pembayaran asing.
Pertumbuhan QRIS dan Dampaknya terhadap Pendapatan Negara
Sejak implementasinya, QRIS telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam ekosistem pembayaran digital Indonesia. Menurut data Bank Indonesia, pada Januari 2025, nilai transaksi QRIS mencapai Rp80,88 triliun dengan volume transaksi sebesar 790,79 juta kali, serta melibatkan 36,57 juta merchant.
Salah satu faktor pendorong adopsi QRIS adalah struktur biaya transaksi yang kompetitif. Bank Indonesia menetapkan tarif Merchant Discount Rate (MDR) QRIS sebesar 0,3% bagi pelaku usaha mikro untuk transaksi di atas Rp100.000, sementara transaksi dengan nominal di bawah Rp100.000 dikenakan tarif 0%.
Sebagai perbandingan, jaringan kartu internasional seperti Visa dan Mastercard mengenakan biaya transaksi yang lebih tinggi. Visa mengenakan biaya sekitar 1% dari total transaksi, sementara Mastercard memiliki tarif yang bervariasi antara 0,2% hingga 1%, tergantung pada merchant. Namun, dalam praktiknya di Indonesia, MDR untuk kartu kredit Visa dan Mastercard dapat mencapai 2% hingga 3%, tergantung pada kebijakan bank penerbit dan jenis merchant.
Perbedaan signifikan dalam struktur biaya ini memberikan keuntungan bagi pelaku usaha domestik. Dengan biaya transaksi yang lebih rendah, UMKM dapat meningkatkan margin keuntungan dan memperluas akses ke layanan keuangan digital. Selain itu, penggunaan QRIS mendorong inklusi keuangan, memungkinkan lebih banyak pelaku usaha untuk masuk ke dalam ekosistem formal dan memperluas basis pajak nasional.
Dari sisi pendapatan negara, peningkatan penggunaan QRIS berpotensi meningkatkan penerimaan pajak melalui pelaporan transaksi yang lebih transparan. Dengan lebih banyak transaksi yang tercatat secara digital, pemerintah dapat mengoptimalkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari pelaku usaha. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara.
Tekanan Politik Amerika Serikat terhadap QRIS
Pada Maret 2025, Pemerintah Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Dagang (USTR) merilis laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang menyoroti kebijakan sistem pembayaran digital Indonesia, khususnya QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Dalam laporan tersebut, AS mengkritik kurangnya keterlibatan perusahaan asing, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank asal AS, dalam proses perumusan kebijakan QRIS dan GPN. Mereka menyatakan kekhawatiran bahwa sistem tersebut tidak dirancang agar kompatibel dengan sistem pembayaran internasional yang sudah ada, sehingga dianggap sebagai hambatan perdagangan non-tarif.
Menanggapi kritik tersebut, Bank Indonesia menegaskan bahwa implementasi QRIS dan GPN dilakukan dengan prinsip kerja sama yang setara dengan negara lain. Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menyatakan bahwa sistem pembayaran seperti QRIS dan layanan pembayaran cepat lainnya selalu dikembangkan dengan mempertimbangkan kesiapan masing-masing negara dan tidak membedakan antara pelaku usaha domestik maupun asing.
Kritik dari AS terhadap QRIS dan GPN mencerminkan ketegangan antara upaya Indonesia untuk membangun kedaulatan ekonomi digital dan kepentingan perusahaan asing dalam mempertahankan pangsa pasar mereka. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa keluhan AS tidak memiliki dasar kuat, karena sejak awal QRIS dirancang untuk memperluas inklusi keuangan, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Ia menambahkan bahwa perusahaan asing tetap memiliki kesempatan untuk bergabung dengan QRIS melalui proses aplikasi ke BI.
Dalam konteks ini, penting bagi Indonesia untuk mempertahankan kebijakan sistem pembayaran domestik yang mendukung inklusi keuangan dan kedaulatan ekonomi digital, sambil tetap membuka ruang kerja sama yang adil dan setara dengan mitra internasional.
QRIS sebagai Simbol Kedaulatan Ekonomi Digital
Sejak diluncurkan pada 2019, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) telah berkembang menjadi lebih dari sekadar alat pembayaran digital. QRIS kini dipandang sebagai simbol kedaulatan ekonomi digital Indonesia, mencerminkan upaya negara dalam mengendalikan arus transaksi dan data keuangan domestik. Dengan mengintegrasikan berbagai metode pembayaran elektronik ke dalam satu standar nasional, QRIS memungkinkan transaksi yang lebih efisien dan aman, serta memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem ekonomi digital global.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri, menyatakan bahwa QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) adalah tonggak penting dalam membangun sistem pembayaran nasional yang inklusif dan efisien. Ia menekankan bahwa sistem pembayaran adalah infrastruktur vital dalam ekonomi digital yang tidak boleh diserahkan pada kepentingan asing. Menurutnya, QRIS bukan sekadar alat bayar, tetapi manifestasi kedaulatan digital Indonesia di tengah ketegangan geopolitik global.
Implementasi QRIS juga telah memperkuat inklusi keuangan di Indonesia. Dengan biaya transaksi yang rendah dan kemudahan penggunaan, QRIS memberikan akses yang lebih luas bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk masuk ke dalam ekosistem keuangan digital. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperluas basis pajak dan meningkatkan pendapatan negara melalui pelaporan transaksi yang lebih transparan.
Selain itu, QRIS telah memperluas jangkauannya ke tingkat regional melalui kerja sama dengan negara-negara ASEAN. Pengguna QRIS kini dapat melakukan transaksi lintas batas di negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura, memperkuat posisi Indonesia dalam sistem pembayaran regional.
Dengan demikian, QRIS tidak hanya memberikan solusi pembayaran yang efisien dan terjangkau bagi pelaku usaha, tetapi juga berkontribusi positif terhadap peningkatan pendapatan negara dan memperkuat kedaulatan ekonomi digital Indonesia. (*)
QRIS vs Visa-Mastercard: Daulat Sistem Pembayaran Nasional
QRIS menjadi simbol kedaulatan digital Indonesia, menghadapi tantangan dari dominasi sistem pembayaran global dan memperkuat inklusi keuangan nasional.