KABARBURSA.COM — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors Service kembali menegaskan peringkat kredit Indonesia pada level Baa2 dengan outloook stabil. Keputusan ini menggambarkan kepercayaan global terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kuat di tengah ketidakpastian global.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menilai hasil tinjauan Moody’s menjadi bukti bahwa kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu menjaga stabilitas dan daya tahan sektor keuangan nasional. “Ini adalah bukti bahwa kebijakan yang kita jalankan secara konsisten mampu menjaga stabilitas di tengah dinamika Global. Kami berharap hasil tinjauan berkala Moody’s ini semakin meningkatkan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia,” ujar Mahendra melalui pernyataan resminya, Jumat, 21 Maret 2025.
Adapun Moody’s menyoroti berbagai faktor yang memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia, termasuk keunggulan sumber daya alam dan bonus demografis, yang menjadi pendorong utama pertumbuhan jangka panjang. Selain itu, permintaan domestik yang kuat, terutama dari konsumsi rumah tangga dan investasi, yang diperkirakan akan terus menjadi motor pertumbuhan ekonomi pada 2025 dan 2026.
Selain faktor struktural, keberlanjutan kebijakan dalam meningkatkan daya saing sektor manufaktur dan komoditas dinilai turut memperkuat perekonomian nasional. Langkah-langkah ini berkontribusi pada peningkatan pendapatan nasional yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Moody’s juga menyoroti beberapa aspek penting yang dapat mendukung peningkatan peringkat kredit Indonesia di masa depan, seperti penguatan pendapatan negara, fleksibilitas fiskal, serta pendalaman pasar keuangan.
OJK sebagai regulator sektor keuangan terus menjalankan program prioritas 2025 untuk memastikan ekosistem jasa keuangan yang sehat, inklusif, dan berdaya saing, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang stabil.
“Kepercayaan investor dan pasar adalah modal utama kita dalam menghadapi tantangan ke depan,” tambah Mahendra.
Sebagai bagian dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), OJK juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Koordinasi ini sejalan dengan program Asta Cita, yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan berdaya saing.
Disebut Stabil, tapi APBN Defisit
Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Februari 2025 berpotensi menggerus kepercayaan investor asing.
Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas, Muhammad Thoriq mengatakan membuat investor berhati-hati sebelum menanamkan modalnya. Sebab, melebarnya defisit anggaran membuat kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi dan fiskal.
"Investor asing cenderung mencari negara dengan kebijakan fiskal yang stabil dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar dia saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, dikutip, Kamis, 20 Maret 2025
Thoriq menyampaikan, defisit yang besar tanpa diimbangi pembangunan infrastruktur yang jelas dapat mengurangi daya tarik investasi. Jika kondisi fiskal Indonesia dianggap terlalu berisiko, lanjut dia, arus modal asing bisa mengalir ke negara lain yang dinilai lebih aman.
Untuk menjaga daya tarik investasi, ia menyarankan agar pemerintah memastikan pengelolaan anggaran tetap transparan dan efisien.
Jika belanja negara dapat diarahkan ke sektor produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi, dirinya yakin kekhawatiran investor terhadap pasar Indonesia dapat berkurang.
"Dengan demikian, meskipun defisit masih terjadi, Indonesia tetap bisa menjadi tujuan investasi yang menarik bagi investor global," pungkasnya.
Defisit APBN Februari 2025 Capai Rp31,2 Triliun
Beberapa waktu lalu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melaporkan jika defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Februari 2025 mengalami pelebaran dibandingkan bulan sebelumnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, defisit APBN pada Februari 2025 mencapai Rp31,2 triliun atau setara 0,13 persen dari produk domestik bruto (PDB) 2024, meningkat dari Rp23,5 triliun pada Januari atau 0,10 persen dari PDB.
"Penerimaan perpajakan Rp240,4 triliun atau 9,7 persen dari target tahun ini, terdiri dari penerimaan pajak Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target," ujar dia dalam konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Maret 2025.
Adapun, pemerintah menetapkan target defisit APBN 2025 selama satu tahun penuh sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa sepanjang Januari hingga Februari 2025, pendapatan negara tercatat mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target yang telah ditetapkan.
Angka tersebut menunjukkan penurunan 20,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp400,4 triliun.
Di sisi lain, realisasi belanja negara dalam dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp348,1 triliun atau sekitar 9,6 persen dari total alokasi anggaran yang disiapkan pemerintah untuk 2025. Realisasi belanja ini juga mengalami penurunan 6,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp374,3 triliun.
Dengan kondisi tersebut, keseimbangan primer APBN pada Februari 2025 masih mencatatkan surplus sebesar Rp48,1 triliun. Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan surplus keseimbangan primer pada Februari 2024 yang mencapai Rp95 triliun.
"Jadi, defisit 0,13 persen itu masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53 persen dari PDB," jelas Sri Mulyani. (*)