Logo
>

Saham Asia Bangkit di Tengah Meredanya Ketegangan Dagang

Ditulis oleh Yunila Wati
Saham Asia Bangkit di Tengah Meredanya Ketegangan Dagang
Ilustrasi market Asia yang ikut rebound seiring meredanya ketegangan dagang AS-China. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pasar saham Asia mencatatkan pemulihan yang signifikan pada Rabu, 23 April 2025, di tengah kabar positif dari Amerika Serikat terkait kebijakan suku bunga dan arah negosiasi perdagangan dengan China. Pemulihan ini datang setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa ia tidak berencana memecat Ketua Federal Reserve, sebuah isu yang sempat menciptakan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar terkait independensi bank sentral.

    Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang mencatatkan kenaikan sebesar 1,9 persen, menandai adanya reli bantuan yang dinilai sangat dibutuhkan pasar setelah beberapa sesi perdagangan sebelumnya mengalami tekanan. Kembalinya kepercayaan investor terhadap aset berisiko di kawasan Asia mendorong pembelian saham-saham yang sebelumnya terpukul.

    Pernyataan Trump mengenai kemungkinan pemangkasan tarif terhadap barang-barang impor asal China memberikan dampak yang besar terhadap sentimen pasar. Ia menegaskan bahwa tarif yang akan diberlakukan tidak akan mendekati tingkat 145 persen dan menyatakan keinginannya untuk mencapai kesepakatan dengan China. 

    Trump juga menyebut bahwa jika China tidak bersedia terlibat dalam pembicaraan, maka ia akan menetapkan ketentuan kesepakatan secara sepihak.

    Dari sisi pemerintah, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memberikan pernyataan pada Selasa yang menyebutkan bahwa meskipun belum ada negosiasi yang dimulai, ia optimistis akan ada de-eskalasi dalam ketegangan perdagangan antara AS dan China. Namun, ia juga mengingatkan bahwa proses tersebut tidak akan mudah.

    Kondisi pasar menunjukkan adanya perubahan arah sentimen. Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone, mencatat bahwa arus jual terhadap aset AS yang terjadi sebelumnya mulai berbalik. Menurutnya, pasar kini mulai terbiasa dengan sikap Presiden Trump yang seringkali berubah secara cepat dan mendadak terhadap isu-isu penting.

    Dampak dari pernyataan Trump juga terasa pada pasar obligasi. Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 30 tahun turun sebesar 8 basis poin ke level 4,795 persen, menunjukkan adanya peningkatan minat terhadap instrumen utang jangka panjang. Sebaliknya, imbal hasil obligasi dua tahun mengalami kenaikan tipis 1 basis poin ke 3,820 persen, sehingga memperkecil jarak antara tenor jangka panjang dan pendek serta memperatakan kurva imbal hasil.

    Menurut Kyle Rodda dari Capital.com, perubahan sikap Trump terhadap Powell kemungkinan besar dipengaruhi oleh tekanan internal, termasuk dari Menteri Keuangan, yang mengingatkan potensi kerusakan terhadap kredibilitas fiskal dan moneter jika independensi Federal Reserve diganggu.

    Rodda juga menambahkan bahwa kelanjutan dari pemulihan di pasar aset berisiko serta kestabilan dolar AS bergantung pada tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan mitra-mitra utamanya, terutama China.

    Dengan demikian, sesi perdagangan Rabu mencerminkan respons pasar terhadap serangkaian sinyal kebijakan yang menunjukkan adanya niat baik dari pihak AS untuk menenangkan kondisi pasar global. Meskipun tantangan masih ada, terutama dalam aspek negosiasi dagang, pernyataan dari otoritas tertinggi AS telah cukup untuk memberikan napas baru bagi pasar keuangan Asia.

    Kinerja Indeks Saham dan Nilai Tukar Asia: Rebound Ekuitas di Tengah Tekanan Mata Uang

    Pasar saham Asia menunjukkan penguatan luas pada perdagangan Rabu, 23 April 2025, di tengah membaiknya sentimen global menyusul sinyal positif dari Amerika Serikat terkait arah kebijakan moneternya dan potensi meredanya ketegangan dagang dengan Tiongkok. 

    Di saat indeks saham kawasan menguat, pergerakan mata uang utama Asia terhadap dolar AS justru menunjukkan tekanan, mencerminkan kehati-hatian investor terhadap arah lanjutan dari kebijakan suku bunga dan stabilitas fiskal global.

    Di Jepang, indeks Nikkei225 mencatat kenaikan 1,89 persen, berakhir di level 34.868, sementara Topix menguat lebih tinggi sebesar 2,06 persen ke posisi 2.584. Lonjakan ini mencerminkan meningkatnya minat investor terhadap saham-saham siklikal dan teknologi, seiring ekspektasi stabilitas makro dari AS yang meredakan kekhawatiran global.

    Di Tiongkok, kinerja pasar relatif beragam. Indeks Shanghai Composite mengalami sedikit pelemahan sebesar 0,10 persen ke level 3.296. Sebaliknya, Shenzhen Component mencatat kenaikan 0,67 persen ke 9.935, dan indeks CSI300 yang mencakup saham-saham unggulan naik tipis 0,08 persen ke posisi 3.786. 

    Perbedaan arah ini mencerminkan selektivitas pasar dalam merespons perkembangan domestik serta ekspektasi terhadap langkah-langkah stimulus lanjutan dari otoritas China.

    Pasar Hong Kong mencatatkan performa yang lebih kuat. Hang Seng Index naik signifikan sebesar 2,37 persen dan ditutup di angka 22.072. Penguatan ini terjadi di tengah arus masuk modal asing yang kembali meningkat seiring membaiknya prospek kesepakatan perdagangan AS-China.

    Pasar saham Korea Selatan juga mencatatkan kenaikan. Kospi ditutup menguat 1,57 persen ke level 2.525, mencerminkan sentimen positif terhadap saham teknologi dan ekspor. Di Taiwan, Taiex melonjak paling tinggi di kawasan, dengan kenaikan sebesar 4,50 persen ke posisi 19.639, didorong penguatan tajam pada saham-saham sektor semikonduktor.

    Di kawasan Oseania, indeks ASX200 Australia juga ikut menguat sebesar 1,33 persen ke level 7.920. Sentimen positif ini sebagian besar dipicu oleh naiknya harga komoditas dan penguatan sektor energi serta pertambangan.

    Namun demikian, pasar mata uang Asia menunjukkan tekanan terhadap dolar AS. Sebagian besar mata uang utama Asia mencatat pelemahan nilai tukar, mencerminkan kekhawatiran terhadap prospek kebijakan moneter AS yang masih ketat.

    Nilai tukar yen Jepang terhadap dolar AS turun ke 141,77 dengan pelemahan harian sebesar 0,14 persen. Dolar Singapura juga melemah ke 1,3122 terhadap dolar AS, mencatat pelemahan 0,08 persen. Mata uang rupiah Indonesia mengalami depresiasi ke posisi 6.871 per dolar AS, atau melemah 0,07 persen.

    Rupee India tercatat turun ke 85,5200 dengan penurunan 0,38 persen, dan ringgit Malaysia melemah 0,35 persen ke posisi 4,4025. Mata uang baht Thailand juga mengalami pelemahan tipis sebesar 0,01 persen, dengan nilai tukar berada di angka 33,4860 per dolar AS.

    Sebaliknya, dolar Australia menjadi satu-satunya mata uang utama di kawasan yang mencatat penguatan, naik 0,71 persen ke level 0,6412 terhadap dolar AS. Ini mencerminkan sentimen positif terhadap komoditas yang menopang ekonomi Australia. 

    Sementara yuan Tiongkok mengalami penguatan terhadap dolar AS, naik ke 7,2964, meskipun tercatat sebagai pelemahan tipis secara harian sebesar 0,15 persen.

    Secara keseluruhan, sesi perdagangan ini mencerminkan rebound pasar ekuitas Asia yang cukup solid, ditopang oleh harapan meredanya risiko makroekonomi global. Namun, dinamika nilai tukar mata uang kawasan menunjukkan bahwa kehati-hatian tetap menjadi sikap dominan di kalangan pelaku pasar, khususnya dalam merespons kebijakan moneter global dan potensi fluktuasi lanjutan dari arah perdagangan internasional.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79