Logo
>

Saham Asia Terseret Gejolak Dagang, Wall Street Rebound

Saham Asia melemah karena perang dagang AS–China, sementara Wall Street futures menguat. Investor cemas, emas naik sentuh rekor baru.

Ditulis oleh Syahrianto
Saham Asia Terseret Gejolak Dagang, Wall Street Rebound
Saham-saham Asia jatuh pada perdagangan Senin, 13 Oktober 2025, setelah ketegangan baru dalam perang dagang Amerika Serikat–China. Ilustrasi: Layar yang menampilkan beberapa indeks saham dunia. (Foto: Open Grid Scheduler/Grid Engine)

KABARBURSA.COM – Saham-saham Asia jatuh pada perdagangan Senin, 13 Oktober 2025, setelah ketegangan baru dalam perang dagang Amerika Serikat–China kembali mengguncang pasar dengan valuasi yang sudah tinggi. 

Namun, ada tanda-tanda sentimen risiko mulai stabil seiring penguatan futures Wall Street.

Libur nasional di Jepang dan AS membuat perdagangan awal hari berlangsung tidak menentu, sementara ketidakpastian politik masih menyelimuti aset Jepang dan Eropa.

Presiden AS Donald Trump sempat mengancam akan memberlakukan tarif 100 persen terhadap China mulai 1 November. 

Namun, akhir pekan lalu ia terdengar lebih berdamai dengan menyatakan bahwa “semuanya akan baik-baik saja” dan bahwa AS tidak ingin “menyakiti” China.

Sementara itu, Beijing pada Minggu, 12 Oktober 2025, membela kebijakannya untuk membatasi ekspor unsur tanah jarang dan peralatan terkait, yang disebut sebagai respons atas langkah agresif AS. 

Meski begitu, China belum menambahkan tarif baru terhadap produk-produk AS.

“Kami memperkirakan penyelesaian akhir akan berupa perpanjangan masa jeda tarif saat ini setelah 10 November, disertai beberapa konsesi baru namun terbatas dari kedua pihak,” tulis Jan Hatzius, Kepala Ekonom Goldman Sachs, dalam sebuah catatan.

“Namun, kebijakan terbaru menunjukkan rentang hasil yang lebih luas dibandingkan perundingan sebelumnya, dengan kemungkinan konsesi lebih besar, tapi juga risiko pembatasan ekspor baru dan tarif yang lebih tinggi — setidaknya sementara waktu,” tambahnya.

Sejumlah pemimpin dunia, termasuk Trump, dijadwalkan bertemu di Mesir pada Senin, 13 Oktober 2025, untuk membahas rencana gencatan senjata di Gaza.

Yen Menguat, Nikkei Tertekan

Bursa Jepang menghadapi tekanan tersendiri setelah muncul keraguan atas naiknya Sanae Takaichi sebagai pemimpin baru Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Perdana Menteri Jepang, yang memicu penguatan tajam yen dan penurunan 5 persen pada futures Nikkei, Jumat lalu.

Bursa Nikkei tutup pada Senin, tetapi futures diperdagangkan naik 1,5 persen di level 46.770, masih jauh di bawah penutupan sebelumnya di 48.088.

Saham Korea Selatan melemah 1,3 persen, Australia turun 0,6 persen, sementara indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang merosot 1,6 persen.

Saham blue chip China turun 1,3 persen, meskipun sektor tanah jarang dan semikonduktor justru menguat. 

Data terbaru menunjukkan ketahanan ekspor China yang tetap solid, naik 8,3 persen, hampir dua kali lipat dari perkiraan, dengan impor juga meningkat tajam.

Pendapatan Korporasi dan The Fed Jadi Sorotan

Wall Street menunjukkan tanda kebangkitan dengan futures S&P 500 naik 1,3 persen, sementara futures Nasdaq melonjak 1,8 persen.

Musim laporan keuangan dimulai minggu ini dengan sejumlah bank besar seperti JPMorgan, Goldman Sachs, Wells Fargo, dan Citigroup dijadwalkan melaporkan kinerjanya.

Menurut data LSEG IBES, laba perusahaan S&P 500 secara keseluruhan diperkirakan naik 8,8 persen pada kuartal ketiga dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil yang kuat dibutuhkan untuk membenarkan valuasi pasar yang sudah tinggi.

Di Eropa, politik kembali menjadi sumber ketidakpastian setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan susunan kabinet baru di bawah Perdana Menteri Sebastien Lecornu pada Minggu. Roland Lescure, sekutu dekat Macron, kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan.

Kabinet Lecornu sebelumnya hanya bertahan 14 jam, dan kini ia menghadapi tantangan berat untuk meloloskan anggaran 2026 di parlemen yang sangat terpecah.

Futures Eurostoxx 50 naik 0,4 persen, DAX Jerman naik 0,5 persen, dan FTSE Inggris menguat 0,1 persen.

Pasar Valas dan Obligasi Mulai Stabil

Pasar valuta asing mulai tenang setelah aksi flight to safety ke yen dan franc Swiss pada Jumat. Dolar AS menguat 0,5 persen menjadi 151,98 yen, setelah sempat anjlok 1,2 persen dari puncak 153,29.

Euro stabil di USD1,1617, sedangkan dolar naik 0,2 persen terhadap franc Swiss menjadi 0,8010. Indeks dolar melemah tipis 0,1 persen ke 98,921, setelah turun 0,6 persen pada Jumat.

Pasar obligasi AS tutup karena libur, namun futures Treasury turun 5 ticks seiring stabilnya sentimen.

Imbal hasil sempat menyentuh titik terendah beberapa pekan terakhir setelah ancaman tarif Trump, sementara investor memperkirakan kemungkinan besar adanya pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh Federal Reserve (The Fed).

Kontrak futures menunjukkan probabilitas 98 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir bulan ini, dan kemungkinan serupa untuk pemangkasan lagi pada Desember.

Ketua The Fed Jerome Powell dijadwalkan berbicara dalam pertemuan tahunan National Association for Business Economics (NABE) pada Selasa, yang akan menjadi panduan penting bagi pasar.

Sejumlah pejabat The Fed lainnya juga akan tampil minggu ini, bersamaan dengan pertemuan IMF–Bank Dunia di Washington yang mempertemukan para bankir sentral utama dunia.

Harga Emas Sentuh Rekor Baru

Di pasar komoditas, emas tetap menjadi aset lindung nilai utama di tengah ketidakpastian fiskal dan politik, naik 0,8 persen ke USD4.049 per ons troi, bahkan sempat menyentuh rekor baru di USD4.059. (*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Syahrianto

Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.