Logo
>

Saham Nvidia dan Tesla Runtuh, Wall Street Ditutup Muram

Wall Street tertekan setelah saham-saham AI anjlok, ekspektasi pemangkasan suku bunga memudar, dan data tenaga kerja menunjukkan pelemahan yang belum cukup kuat menopang pasar.

Ditulis oleh Yunila Wati
Saham Nvidia dan Tesla Runtuh, Wall Street Ditutup Muram
Suasana di Bursa Saham Amerika Serikat. Foto: Politica.

KABARBURSA.COM - Wall Street menutup perdagangan Jumat pagi, 14 November 2025, dengan tekanan paling berat dalam lebih dari sebulan. Koreksi tajam di saham-saham kecerdasan buatan—yang selama ini menjadi mesin reli pasar—menjadi pusat perhatian. Valuasi tinggi berbasis optimisme AI mulai menghadapi ujian berat.

Indeks S&P 500 terkoreksi 1,66 persen ke 6.737,49, Nasdaq jatuh lebih dalam 2,29 persen ke 22.870,36, sementara Dow Jones melemah 1,65 persen ke 47.457,22. Ketiganya mencatat penurunan harian terdalam dalam lebih dari satu bulan. 

Penurunan ini tidak hanya soal angka, tetapi mencerminkan perubahan arus modal yang mulai meninggalkan sektor teknologi setelah bertahun-tahun menjadi pemimpin reli.

Sinyal kehati-hatian dari para pejabat The Fed menjadi pemicu utama melemahnya pasar. Setelah dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini, semakin banyak pembuat kebijakan yang menegaskan bahwa ruang pelonggaran tambahan masih belum pasti. Terutama, karena inflasi tarif impor belum menunjukkan arah yang jelas dan pasar tenaga kerja terlihat lebih stabil dari perkiraan. 

Ketidakpastian ini membuat probabilitas penurunan suku bunga Desember turun menjadi sekitar 47 persen, dari 70 persen pada pekan lalu. Pasar membaca pesan ini sebagai tanda bahwa bank sentral belum sepenuhnya yakin ekonomi cukup rapuh untuk mendapatkan dukungan kebijakan baru.

Pasar Ragukan Emiten Teknologi Buatan

Koreksi tajam di sektor teknologi memperkuat gambaran tersebut. Nvidia anjlok 3,6 persen, Tesla turun 6,6 persen, dan Broadcom melemah 4,3 persen. Saham-saham unggulan AI ini sebelumnya menikmati lonjakan valuasi berbasis euforia teknologi.

Tetapi, saham-saham tersebut kini terkoreksi. Investor mulai mempertanyakan apakah pertumbuhan pendapatan mampu mengejar kenaikan nilai pasar yang begitu cepat. Koreksi yang terjadi dianggap sebagai “normalisasi wajib” setelah reli yang terlalu agresif. Koreksi juga mencerminkan adanya rotasi sektor yang mulai menjauh dari pertumbuhan ke saham bernilai.

Tekanan tidak berhenti pada saham AI. Western Digital turun 5,4 persen, Seagate merosot lebih dari 7 persen, dan SanDisk jatuh hampir 14 persen setelah produsen memori Jepang.

Kioxia, melaporkan penurunan penjualan dan laba. Sektor perangkat keras yang terkait AI kini ikut merasakan tekanan bahwa permintaan tidak setangguh narasi jangka panjang yang selama ini dibangun.

Di sisi lain, sektor konsumsi non-primer jatuh 2,73 persen, sementara teknologi turun 2,37 persen dan menjadi pemberat terbesar S&P 500. Perbedaan kinerja antara indeks value dan growth semakin terlihat.

Saham value naik sekitar 1 persen minggu ini, sementara saham growth melemah 0,6 persen. Rotasi modal semakin jelas ketika investor mencari sektor yang tidak terlalu sensitif terhadap inflasi dan kebijakan moneter.

Beberapa saham individual bergerak tajam berdasarkan katalis masing-masing. Walt Disney ambruk 7,8 persen setelah memberi sinyal bahwa perseteruannya dengan YouTube TV terkait distribusi kanal akan berlangsung lama. 

Sebaliknya, Cisco menguat 4,6 persen setelah menaikkan proyeksi pendapatan dan laba. Upaya ini menandakan bahwa permintaan perangkat jaringan tetap solid meski sentimen pasar melemah.

Data ADP Berikan Tekanan

Di tengah tekanan pasar, indikator ekonomi terbaru juga memberikan gambaran yang tidak sepenuhnya meyakinkan. Data ADP menunjukkan pengurangan lebih dari 11.000 pekerjaan per pekan hingga akhir Oktober.

Sementara lowongan pekerjaan ritel turun 16 persen dibanding tahun lalu. Ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja mulai kehilangan tenaga, meski belum cukup lemah untuk memaksa The Fed mengambil langkah drastis.

Wall Street juga masih mencerna dampak berakhirnya penutupan pemerintah selama 43 hari, yang menjadi shutdown terpanjang dalam sejarah AS. Gangguan itu bukan hanya merusak aliran data ekonomi, tetapi juga menekan konsumsi rumah tangga karena lebih dari satu juta pekerja tidak menerima gaji. 

Pemerintah, yang kini beroperasi kembali, diperkirakan membantu permintaan jangka pendek, tetapi belum cukup kuat untuk menjadi katalis pasar.

Dengan volume perdagangan yang relatif berat—mencapai 20,8 miliar saham, di atas rata-rata 20 sesi—koreksi kali ini bukan sekadar gerakan kecil. Penurunan yang luas, dengan saham turun mengungguli yang naik dengan rasio hampir 3 banding 1, menggambarkan pasar sedang memasuki fase penyesuaian menyeluruh.

Sentimen Wall Street kini berada di persimpangan. Inflasi yang belum jinak, arah suku bunga yang belum dipastikan, valuasi teknologi yang mulai dipertanyakan, dan sinyal pelemahan tenaga kerja yang belum sepenuhnya jelas, menjadi kombinasi yang membuat pasar gelisah.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79