Logo
>

Sektor Manufaktur RI Goyang Imbas Tingginya Tensi Geopolitik

Ketegangan geopolitik global yang terus berkembang telah memicu gangguan terhadap arus perdagangan

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Sektor Manufaktur RI Goyang Imbas Tingginya Tensi Geopolitik
Ilustrasi Manufaktur

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa eskalasi konflik internasional dan kondisi geopolitik yang kian tidak stabil telah memberikan dampak nyata terhadap perlambatan aktivitas manufaktur di berbagai negara. Indonesia pun tak terhindar dari tekanan ini.

    Menurutnya, ketegangan geopolitik global yang terus berkembang telah memicu gangguan terhadap arus perdagangan, memperbesar risiko inflasi, mengguncang nilai tukar, dan membuat suku bunga global tetap berada di level tinggi.

    "Ini adalah dampak yang kita lihat dalam geopolitik security yang makin fragile, rapuh dan rentan yang menyebabkan implikasi kepada kegiatan ekonomi ekspor-impor manufaktur," ujar Sri Mulyani dalam paparan APBN KiTa, Selasa 17 Juni 2025.

    Laporan terkini menunjukkan bahwa kinerja sektor industri pengolahan global semakin melemah. Indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur dunia tercatat sebesar 49,6 pada Mei 2025, menandakan kondisi kontraktif. Ini merupakan level terendah sejak Desember 2024.

    Sebanyak 70,8 persen negara yang diamati mengalami pelemahan di sektor manufakturnya, termasuk ekonomi besar seperti Tiongkok, Jepang, Vietnam, serta negara-negara Eropa dan Inggris. 

    Hanya 29,2 persen negara yang masih mencatatkan ekspansi, di antaranya Amerika Serikat, India, Arab Saudi, Rusia, dan Australia

    Sri Mulyani menegaskan bahwa gejolak eksternal tersebut perlu menjadi perhatian serius bagi Indonesia karena berpotensi menekan permintaan global terhadap barang ekspor dari dalam negeri.

    "Adanya dampak negatif dari situasi dunia ini dari terutama negara-negara yang dianggap signifikan seperti Amerika, China, Eropa, Jepang, Inggris, ini menyebabkan kegiatan ekonomi terutama di sektor manufaktur mengalami tekanan," katanya.

    Kondisi ini, menurut dia, juga akan mendorong harga komoditas naik dalam waktu dekat akibat terganggunya pasokan global. Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan semakin besar, dan biaya pinjaman bisa meningkat seiring sikap fiskal ekspansif Amerika Serikat yang masih menjadi sorotan.

    "Seperti dilihat risiko bagi Indonesia terlihat dengan global economy melemah kemungkinan memengaruhi terhadap barang-barang ekspor kita," tuturnya.

    Dalam konteks yang sama, ia turut mengingatkan tentang dampak legislasi fiskal AS yang tengah dibahas antara Kongres dan Senat, yang bisa memperbesar defisit anggaran dan menaikkan imbal hasil obligasi AS.

    "Dan suku bunga utang meningkat karena kebijakan fiskal di AS yaitu legislasi yang sekarang sedang dibahas dari kongres ke senat mengenai ekspansi fiskal di AS," tambahnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.