KABARBURSA.COM - Sinyal pemangkasan suku bunga The Fed yang semakin kuat diperkirakan akan menjadi katalis positif yang menarik minat investor asing untuk meningkatkan investasi mereka ke dalam Surat Utang Negara (SUN). Analis Pendapatan Tetap PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Ahmad Nasrudin, menilai bahwa potensi inflow asing ke pasar obligasi Indonesia cukup besar dan hal ini didukung oleh kondisi makroekonomi yang menguntungkan.
"Pemangkasan suku bunga dan imbal hasil (yield) SUN yang masih menarik, ditambah dengan peringkat sovereign Indonesia yang stabil, mendorong potensi arus masuk modal asing yang signifikan," kata Ahmad, Minggu, 18 Agustus 2024.
Selain itu, tambahnya, kehadiran instrumen investasi baru seperti Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menawarkan yield lebih tinggi daripada SUN, juga menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing yang mencari peluang keuntungan lebih besar. Dengan yield yang lebih menarik, SRBI dapat menjadi pilihan utama bagi para investor, seperti kata Ahmad.
Namun, ia memprediksi bahwa harga SUN pekan depan akan cenderung bergerak sideways dengan pergerakan terbatas, mengingat harga sudah terdiskon cukup besar sepanjang Agustus.
"Ruang penurunan harga SUN lebih lanjut akan terbatas, namun yield masih berpotensi turun didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga dan arus modal asing yang kuat," ujarnya.
Sejak Juli, yield obligasi pemerintah telah mengalami penurunan, dari sekitar 7 persen menjadi 6,721 persen. Penurunan ini terjadi seiring ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter The Fed yang melemahkan dolar AS dan meningkatkan daya tarik aset-aset emerging market seperti Indonesia. Ahmad memproyeksikan bahwa yield SUN akan bergerak di kisaran 6,5 persen hingga 7,0 persen, dengan kecenderungan stabil di sekitar penutupan pekan sebelumnya, yakni 6,721 persen.
Jadwal Lelang SUN
Dalam konteks lelang SUN yang akan digelar pada Selasa, 20 Agustus 2024, pemerintah menargetkan penawaran indikatif sebesar Rp22 triliun, dengan batas maksimal Rp33 triliun. Ahmad memperkirakan minat investor domestik pada lelang ini akan tetap tinggi, melanjutkan tren antusiasme dari lelang-lelang sebelumnya.
"Investor domestik terus berburu surat utang pemerintah sebelum suku bunga turun lebih jauh. Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang semakin menguat, ini adalah saat yang tepat untuk mengoleksi surat utang pemerintah," ungkap Ahmad.
Dia memprediksi bahwa total penawaran yang masuk akan berada di kisaran Rp38 triliun hingga Rp55 triliun, dengan optimisme pemerintah akan berhasil menyerap sekitar Rp38 triliun.
"Penurunan yield saat ini memberikan peluang bagi pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari lelang ini," lanjutnya.
Ahmad juga melihat bahwa obligasi dengan tenor panjang seperti FR0098 dan FR0097 akan menjadi favorit pada lelang mendatang.
"Kupon yang ditawarkan oleh obligasi tenor panjang lebih menarik, terutama di tengah ekspektasi awal siklus suku bunga rendah. Investor juga mencari potensi capital gain yang lebih besar ketika suku bunga dipangkas," tutup Ahmad.
Peringkat Utang RI
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Riza Annisa Pujarama mengungkap, perkembangan utang Indonesia semakin mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Kementerina Keuangan, per Juli 2024 utang Indonesia mencapai Rp8,502 triliun.
Sementara bunga utang, tutur Riza, kebutuhan pembiayaan utang Indonesia sebesar Rp775,9 triliun yang jatuh tempo ditambah bunga utang sebesar Rp552,85 triliun yang harus dibayarkan di tahun 2025.
“Yang menjadi permasalahan dari pembiayaan adalah, semakin tingginya pembiayaan utang kita risikonya adalah bunga utang semakin tinggi. Kenapa kita harus perhatikan? Yield-nya, imbal-hasil dari penarikan utang kita itu sangat tinggi,” kata Riza dalam acara diskusi publik bertajuk ‘RAPBN di Masa Transisi: Apa Saja yang Harus Diantisipasi?’ yang diikusi secara daring, Minggu, 18 Agustus 2024.
Dibandingkan negera-negara di Asia, kata Riza, yield 10 tahun Indonesia berada di level 6,705. Adapun angka itu menempati posisi tertinggi kedua setelah India sebesar 6,871.
“Dibandingkan dengan South East Asean, kita itu paling tinggi biaya utangnya,” jelasnya.
Sementara utang jatuh tempo Indonesia di pasar Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun 2025 sebesar Rp705,5 triliun. Sedangkan untuk utang pinjaman internasional sebesar Rp94,83 triliun di tahun 2025.
Jerat Utang Prabowo
Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, Didik J Rachbini menyakini Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan sulit mengurangi beban utang pemerintah Indonesia.
Awalnya, Didik menyoroti Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Sejumlah aspek menjadi perhatian Didik, salah satunya menyangkut defisit yang terus berlanjut dan terus meningkat.
Kata dia, defisit anggaran RAPBN 2025 yang direncanakan sebesar Rp616,2 triliun, seperti tahun-tahun sebelumnya, sangat besar dan akan ditambah dengan utang.
“Selama 10 tahun masa pemerintahan (Jokowi) ini, kebijakan utang ugal-ugalan, sehingga warisannya akan terbawa pada masa pemerintahan Prabowo,” kata Didik secara tertulis, Sabtu, 17 Agustus 2024.
Apalagi, lanjut Didik, dengan janji politik yang banyak sekali, sulit bagi pemerintahan ke depan dapat mengurangi ketergantungan pada utang dengan mengoptimalkan penerimaan negara. Sehingga laju penerbitan surat utang negara akan terus meningkat dan merusak iklim makro karena suku bunga akan didorong naik terus.(*)