KABARBURSA.COM – Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi, menyambut positif langkah pemanfaatan minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai bahan baku bioavtur.
Menurutnya, inisiatif ini sejalan dengan prinsip ekonomi hijau. Namun, ia menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan hasil penjualannya.
“Langkah ini bagus, mendukung gerakan keberlanjutan dan ekonomi hijau. Dengan dijual untuk menjadi bioavtur, tentu ada kebermanfaatan baru. Kita dukung dan kita harus fair, kalau memang programnya baik, kita apresiasi. Tapi kalau ada catatan, tentu harus dievaluasi,” kata Nurhadi, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat, 27 Juni 2025.
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa setiap bulan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menggunakan sekitar 800 liter minyak goreng untuk kegiatan memasak MBG. Dari jumlah tersebut, sebanyak 550 liter atau sekitar 71 persen berubah menjadi minyak jelantah.
Menurut Dadan, jelantah dari MBG ini berpotensi untuk dijual kembali dengan harga Rp7.000 per liter dan dimanfaatkan sebagai bahan baku bioavtur yang kini tengah dikembangkan untuk mendukung transisi energi ramah lingkungan.
Nurhadi memberikan dukungan, namun dengan catatan. Ia meminta pemerintah memastikan kejelasan alur pemanfaatan dana dari hasil penjualan jelantah agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
“Harus jelas, hasil penjualannya ke mana? Apakah dimasukkan sebagai tambahan pemasukan untuk SPPG? Kalau iya, uang itu digunakan untuk apa? Jangan sampai menimbulkan celah penyalahgunaan,” ujar Nurhadi.
Ia juga mengingatkan agar minyak jelantah dari MBG tidak disalahgunakan untuk konsumsi kembali oleh masyarakat penerima bantuan. Menurutnya, hal itu berpotensi menjadi pelanggaran etika dalam perlindungan kelompok rentan.
“Bantuan pangan bukan tempat uji coba limbah. Masyarakat kurang mampu juga berhak atas pangan yang aman dan bermartabat. Minyak jelantah tak layak dijadikan bantuan, meski murah,” tegasnya.
Desak Pengelolaan Limbah Terpadu MBG
Selain soal jelantah, Nurhadi juga mendorong pemerintah membentuk sistem pengelolaan limbah terpadu dari kegiatan MBG. Ia menilai program berskala nasional seperti MBG menghasilkan berbagai jenis limbah yang perlu dikelola secara terstruktur, mulai dari sisa makanan hingga sampah nonorganik.
“Limbah dapur MBG itu bukan hanya minyak jelantah. Ada juga sisa makanan, sayur-sayuran yang bisa dijadikan pupuk, sampai sampah plastik dan nonorganik yang tak terurai,” tutur Nurhadi.
“Ini harus dikelola secara terstruktur agar program MBG benar-benar optimal, tidak hanya dalam aspek gizi, tapi juga lingkungan,” imbuhnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa pengelolaan limbah yang baik dapat menjadi lokomotif penguatan ekonomi sirkular di Tanah Air. Tak hanya mengurangi pencemaran, tetapi juga membuka peluang kerja dan potensi pendapatan negara baru dari sektor energi terbarukan.
“Kalau ini dikelola dengan benar, MBG bukan hanya memberi makan anak-anak Indonesia, tapi juga memberi makan program ekonomi hijau,” tutup Nurhadi.(*)