Logo
>

Status Geopark Terancam, DPR Panggil Mendagri Bahas Daerah Kepulauan

Komisi II DPR akan rapat dengan Mendagri 7 Juli mendatang untuk membahas krisis tata kelola wilayah pesisir dan status geopark yang terancam

Ditulis oleh Dian Finka
Status Geopark Terancam, DPR Panggil Mendagri Bahas Daerah Kepulauan
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima. Foto: dpr.go.id.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Komisi II DPR RI akan menggelar rapat kerja khusus dengan Menteri Dalam Negeri pada 7 Juli 2025. Pemanggilan ini dilakukan untuk membahas berbagai persoalan di wilayah pesisir dan kepulauan, termasuk Pulau Enggano, Raja Ampat, perbatasan Aceh-Medan, hingga ancaman pencabutan status Geopark Danau Toba.

    “Kami telah mengagendakan, kalau tidak salah tanggal 7 Juli, untuk mengundang pemerintah daerah di wilayah pesisir dan kepulauan. Akan dibahas tuntas persoalan ekonomi, batas wilayah, hingga urgensi revisi UU terkait pengelolaan daerah kepulauan,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 Juni 2025.

    Salah satu fokus pembahasan ialah problematika tata kelola Geopark di daerah kepulauan. Aria mencontohkan Raja Ampat sebagai wilayah dengan kekayaan alam luar biasa, namun menghadapi kendala serius dalam tata kelola administratif dan lingkungan.

    “Masalah Raja Ampat bukan hanya soal keindahan alam, tapi tentang lemahnya sistem pengelolaan wilayah kepulauan yang berbenturan dengan kebijakan geopark. Ini kasus serius,” ujar Aria.

    Situasi serupa juga terjadi di Sumatera Utara. Ia menyebut kawasan Danau Toba kini menghadapi risiko pencabutan status UNESCO Global Geopark. Penyebab utamanya, kata Aria, adalah kurangnya keseriusan pemerintah daerah dalam memenuhi standar pengelolaan kawasan konservasi dunia.

    “Toba itu sedang dalam ancaman PBB untuk dicabut status geopark-nya karena tidak dikelola dengan baik. Ini pukulan besar bagi citra pariwisata kita,” katanya.

    Di tengah sorotan terhadap pengembangan geopark dan infrastruktur kawasan, Aria menyinggung persoalan lain yang tak kalah mendesak: pencemaran lingkungan di wilayah pesisir. Menurut dia, aktivitas tambak udang yang berkembang tanpa pengawasan telah memicu kerusakan ekologis yang meluas.

    Laporan mengenai pencemaran dari kawasan tambak terus berdatangan ke pihaknya. Ia menilai, masalah ini tak hanya mengancam keseimbangan lingkungan, tetapi juga menekan kehidupan para nelayan yang bergantung pada laut.

    Menurutnya, investasi dan industrialisasi pesisir memang perlu didorong, tetapi harus berjalan beriringan dengan perlindungan ekosistem dan hak hidup masyarakat lokal.

    Aria menegaskan persoalan daerah pesisir dan kepulauan bukan hanya soal teknis, melainkan membutuhkan pembaruan total dalam kebijakan dan tata kelola. Ia mendorong revisi regulasi yang relevan, termasuk undang-undang terkait daerah kepulauan dan pengelolaan perbatasan.

    “Kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan daratan dalam melihat persoalan wilayah kepulauan. Ini soal keadilan pembangunan dan pemerataan sumber daya,” ujarnya.

    Komisi II juga ingin agar forum ini menjadi ajang bagi pemerintah daerah untuk menyampaikan aspirasi langsung ke pemerintah pusat, terutama dalam hal pembiayaan, infrastruktur, dan otonomi pengelolaan sumber daya alam.

    Aria pun berharap, hasil rapat 7 Juli nanti bisa menjadi dasar penyusunan kebijakan lintas kementerian dan menjadi batu loncatan bagi tata kelola yang lebih adil dan berkelanjutan.

    “Wilayah pesisir dan kepulauan bukan beban, tapi aset strategis nasional. Kita harus mulai melihatnya dari perspektif pembangunan berkeadilan,” katanya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.