KABARBURSA.COM - Pemerintah tengah menyiapkan peluncuran stimulus ekonomi jilid kedua yang rencananya akan diumumkan pada 5 Juni 2025.
Di tengah tekanan harga kebutuhan pokok dan meningkatnya pengeluaran rumah tangga menjelang libur sekolah, kebijakan ini diharapkan bisa memberikan dorongan nyata pada daya beli masyarakat.
Lebih dari sekadar insentif, ini adalah upaya untuk memastikan roda konsumsi tetap berputar, terutama saat momentum belanja masyarakat berada di puncaknya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa paket ini akan mencakup enam jenis stimulus yang sedang difinalisasi. Tujuannya tak berubah, yaitu menjaga ritme belanja masyarakat, khususnya selama liburan sekolah, ketika aktivitas di sektor ritel, transportasi, dan pariwisata cenderung meningkat.
Skema stimulus dirancang menyasar spektrum luas, bukan hanya konsumen, tapi juga pekerja dan pelaku usaha di sektor padat karya.
Mulai dari diskon tiket kereta api, pesawat, dan kapal laut, hingga potongan tarif tol yang diperkirakan menyentuh sekitar 110 juta kendaraan, pemerintah ingin memastikan mobilitas masyarakat tetap tinggi dan ekonomi daerah tetap menggeliat.
Salah satu program yang cukup ditunggu adalah diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi hampir 80 juta pelanggan rumah tangga dengan daya rendah. Ini akan sangat berarti bagi kelompok masyarakat bawah dan menengah yang selama ini paling terdampak oleh kenaikan biaya hidup.
Pemerintah juga memperluas jangkauan bantuan sosial, kartu sembako dan tambahan bantuan pangan akan disalurkan ke lebih dari 18 juta keluarga penerima manfaat selama periode Juni–Juli.
Dari sisi dunia kerja, pemerintah merespons dengan memberi subsidi upah kepada pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta, termasuk guru honorer.
Sementara sektor padat karya akan tetap mendapatkan keringanan lewat perpanjangan diskon iuran jaminan kecelakaan kerja. Dengan kata lain, pemerintah berusaha tak hanya menjaga konsumsi dari sisi harga, tapi juga dari sisi pendapatan.
Paket stimulus kali ini cukup komprehensif. Tidak hanya menyalurkan bantuan tunai, tetapi juga memberikan potongan harga dan insentif yang menyasar kebutuhan langsung masyarakat sehari-hari.
Dalam skala makro, langkah ini diperkirakan akan menopang pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III, yang secara historis banyak bergantung pada aktivitas konsumsi pasca-libur sekolah.
Sinyal Bullish untuk Pasar Saham?
Rencana peluncuran stimulus ekonomi jilid kedua pada awal Juni 2025 menjadi perhatian utama pelaku pasar.
Meskipun sifatnya sementara, difokuskan pada periode libur sekolah Juni hingga Juli, arah kebijakan ini menyampaikan pesan yang jelas, yaitu pemerintah tidak ingin roda konsumsi domestik kehilangan momentum.
Bagi pasar saham, ini adalah kabar baik. Apalagi dalam kondisi global yang masih dibayangi ketidakpastian, langkah fiskal seperti ini dapat menjadi katalis penting untuk menjaga sentimen tetap positif, setidaknya dalam jangka pendek.
Sektor konsumsi dan transportasi diperkirakan akan menjadi pihak yang paling cepat merasakan dampaknya. Insentif berupa diskon tarif transportasi, bantuan sosial, hingga potongan tarif listrik dapat mendorong belanja rumah tangga dan mobilitas masyarakat.
Emiten-emiten seperti UNVR, ICBP, ERAA, AKRA, serta sektor transportasi dan infrastruktur seperti JSMR dan GIAA, berpeluang mencatat kinerja yang lebih baik jika realisasi kebijakan ini berjalan lancar.
Di sisi lain, sektor perbankan juga bisa ikut diuntungkan. Tambahan bantuan sosial dan subsidi upah akan memperkuat daya tahan masyarakat kelas bawah dan menengah, yang selama ini menjadi tulang punggung konsumsi nasional.
Bagi bank yang memiliki portofolio kredit mikro dan KUR cukup besar, stimulus ini bisa membantu menjaga kualitas aset dan menekan risiko gagal bayar.
Sentimen terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) juga diperkirakan menguat seiring meningkatnya aktivitas ekonomi di lapangan. Selama pemerintah mampu mengeksekusi stimulus ini secara cepat dan tepat sasaran, pasar cenderung merespons dengan positif.
Momentum ini bisa menjadi peluang bagi investor jangka menengah untuk mulai mengakumulasi saham di sektor-sektor yang paling sensitif terhadap pergerakan konsumsi domestik.
Namun demikian, pasar tetap akan mencermati bagaimana implementasinya. Jika stimulus hanya ramai di wacana tetapi lamban dalam pelaksanaan, dampaknya bisa berbalik arah.
Investor tentu tidak ingin melihat janji potongan harga dan bantuan sosial berubah menjadi kekecewaan karena keterlambatan realisasi di lapangan.
Pada akhirnya, stimulus ekonomi ini tak sekadar soal potongan harga atau bantuan tunai, tetapi lebih kepada menjaga kepercayaan bahwa pemerintah tetap aktif menjaga mesin pertumbuhan.
Dan bagi investor, ini adalah momentum yang patut dicermati dengan cermat, karena di balik setiap kebijakan fiskal yang progresif, selalu ada peluang pasar yang menanti untuk dimanfaatkan.(*)