KABARBURSA.COM – Pemerintah mengguyur anggaran Rp24,44 triliun demi mendongkrak konsumsi masyarakat sepanjang libur sekolah Juni–Juli 2025. Ragam insentif digelontorkan, dari potongan tarif tol 20 persen, subsidi tiket pesawat dan kereta, sampai diskon kapal laut hingga separuh harga.
Namun, pelaku pasar memandang kebijakan ini hanya sebatas dorongan jangka pendek yang belum menyentuh akar persoalan daya beli dan lesunya ekonomi rumah tangga. CEO Mikirduit sekaligus perencana keuangan Surya Rianto menyebut stimulus ini tidak cukup kuat untuk memicu sentimen nyata di pasar saham, termasuk bagi sektor transportasi dan infrastruktur.
“Stimulus ini sifatnya cuma jangka pendek, yang kami nilai efeknya ke ekonomi tak begitu signifikan, begitu juga ke market. Karena yang disasar segmen menengah ke bawah (via bansos) dan segmen menengah ke atas yang punya buying power untuk liburan,” ujar Surya kepada KabarBursa.com, di Jakarta, Kamis 12 Juni 2025.
Ia menilai tekanan terhadap daya beli semakin terasa, terlebih akibat meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menurunnya pendapatan masyarakat. Tekanan ini dirasakan bahkan oleh kelompok kelas menengah. “Sementara daya beli turun karena income berkurang (termasuk disebabkan lay off dan sebagainya),” ungkap Surya.
Saham Transportasi Masih Stagnan, Daya Dorong Minim
Di lantai bursa, insentif ini juga belum berdampak besar. Surya memprediksi tidak akan ada lonjakan berarti bagi kinerja saham emiten di sektor transportasi maupun perhotelan seperti PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), dan lini usaha wisata lainnya.
“Dengan periode yang singkat kami menilai tidak ada efek signifikan ke kinerja seperti JSMR, GIAA, dan perhotelan. Apalagi, periode libur di April-Mei sudah sangat banyak sehingga diperkirakan daya beli segmen menengah yang skalanya lebih luas ini agak kurang,” katanya.
Ia juga mencatat target insentif ini belum cukup inklusif. Satu sisi, kelompok berpenghasilan rendah tetap terbatas dalam mobilitas walau mendapat subsidi. Sementara kelompok kelas menengah ke atas kemungkinan telah merencanakan liburan jauh hari atau justru menahan konsumsi akibat situasi ekonomi yang belum pasti.
Data dari Stockbit mengonfirmasi bahwa stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun yang digelontorkan pemerintah belum cukup menggerakkan pasar modal, khususnya di sektor transportasi dan infrastruktur. Data di awal perdagangan Jumat, 13 Juni 2025, menunjukkan indeks sektor transportasi terkoreksi 0,21 persen, sementara sektor infrastruktur turun lebih dalam hingga 0,57 persen.
Tekanan ini terlihat nyata saat mengamati pergerakan harga saham emiten kunci. Di sektor transportasi, saham Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) dan Temas Tbk (TMAS) melemah masing-masing 1,99 persen dan 1,50 persen. Garuda Indonesia (GIAA) sendiri stagnan di level 80, tanpa kenaikan sama sekali. Satu-satunya emiten transportasi yang berhasil menguat secara signifikan adalah Samudera Indonesia Tbk (SMDR) yang naik 2,03 persen, sementara Blue Bird Tbk (BIRD) hanya menguat tipis 0,79 persen.
Nasib tak jauh berbeda juga dialami sektor infrastruktur. Emiten pelat merah seperti Jasa Marga Tbk (JSMR) dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP) masing-masing turun 0,26 persen dan 1,25 persen. Adhi Karya (ADHI) memang mencatat kenaikan 0,71 persen, namun dua raksasa konstruksi lainnya—Waskita Karya (WSKT) dan Wijaya Karya (WIKA)—masih dalam status suspensi perdagangan.
Kondisi ini memperkuat pandangan stimulus musiman seperti potongan tarif tol atau diskon tiket belum mampu menjadi katalis kuat bagi kinerja pasar. Dengan daya beli yang masih lemah dan tekanan PHK yang terus berlangsung, investor tampaknya masih menahan diri untuk masuk ke sektor-sektor yang secara historis bergantung pada mobilitas dan belanja publik. Kinerja saham di dua sektor ini menjadi cermin dari efektivitas stimulus fiskal yang belum menjangkau sentimen pasar secara menyeluruh.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.