Logo
>

Stok Minyak AS Berkurang, Brent dan WTI Menguat

Penurunan tajam terjadi pada persediaan sulingan, termasuk solar dan minyak pemanas, yang merosot 2,8 juta barel hingga menyentuh level 114,8 juta barel

Ditulis oleh Yunila Wati
Stok Minyak AS Berkurang, Brent dan WTI Menguat
Ilustrasi platform produksi minyak. Foto: Dok. ESDM.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga minyak mencatat kenaikan pada perdagangan Rabu, 19 Maret 2025 atau Kamis dinihari WIB, 20 Maret 2025, setelah data pemerintah Amerika Serikat menunjukkan penurunan signifikan dalam persediaan bahan bakar, meskipun keputusan Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga membatasi lonjakan lebih lanjut. 

    Minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi acuan global, ditutup naik 22 sen atau 0,31 persen ke level USD70,78 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan 26 sen atau 0,39 persen, menetap di USD67,16 per barel.

    Laporan terbaru dari Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan lonjakan stok minyak mentah sebesar 1,7 juta barel dalam sepekan terakhir, jauh melampaui perkiraan analis yang hanya memprediksi kenaikan 512.000 barel. Namun, penurunan tajam terjadi pada persediaan sulingan, termasuk solar dan minyak pemanas, yang merosot 2,8 juta barel hingga menyentuh level 114,8 juta barel. 

    Penurunan ini jauh lebih besar dari ekspektasi pasar yang memperkirakan penyusutan sebesar 300.000 barel. Kondisi ini menambah sentimen bullish terhadap harga minyak, sebagaimana disampaikan oleh Chief Investment Officer Bison Interests Josh Young, yang menilai data EIA menunjukkan tren penarikan bersih dalam berbagai produk minyak.

    Di tengah pergerakan pasar minyak, ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali menjadi perhatian utama investor. Israel melanjutkan operasi militer di Jalur Gaza bagian tengah dan selatan, sehari setelah serangan udara menyebabkan ratusan korban jiwa. 

    Sementara itu, Amerika Serikat memperkuat serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman, yang dianggap sebagai ancaman terhadap jalur pelayaran di Laut Merah. Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa negaranya akan terus menggempur kelompok tersebut dan menuntut pertanggungjawaban Iran atas setiap serangan yang dilakukan oleh sekutunya di kawasan. 

    Ketidakstabilan ini semakin memperkuat kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan suplai minyak dari wilayah yang memiliki peran strategis dalam perdagangan energi global.

    Keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga pada kisaran 4,25-4,50 persen juga memberikan dampak terhadap pasar minyak. Meskipun tidak ada perubahan kebijakan dalam jangka pendek, pernyataan bank sentral AS mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar setengah poin persentase pada akhir tahun ini. 

    Indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan inflasi menjadi alasan utama di balik kebijakan tersebut. Namun, pasar tetap waspada terhadap dampak kebijakan perdagangan AS, terutama tarif impor yang lebih tinggi terhadap Kanada, Meksiko, dan China, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan mengurangi permintaan energi.

    Selain Timur Tengah, ketegangan geopolitik di Eropa juga mempengaruhi pergerakan harga minyak. Rusia dan Ukraina masih terlibat dalam ketegangan, meskipun ada upaya gencatan senjata sementara yang dimediasi oleh Presiden Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. 

    Kesepakatan tersebut memungkinkan kedua negara untuk menahan diri dari menyerang infrastruktur energi masing-masing. Namun, hanya beberapa jam setelah kesepakatan dicapai, kedua belah pihak kembali saling menuduh melakukan pelanggaran. 

    Analisis dari Panmure Liberum Ashley Kelty, menunjukkan bahwa meskipun gencatan senjata akhirnya bisa tercapai, akan butuh waktu bagi ekspor minyak Rusia untuk kembali meningkat secara signifikan di pasar global.

    Rusia tetap menjadi salah satu pemain utama dalam industri minyak dunia, tetapi produksi negara tersebut telah menurun sejak awal konflik, diperburuk oleh sanksi yang dikenakan terhadap sektor energinya. Dampak dari ketegangan geopolitik ini masih menjadi faktor utama dalam menentukan arah pergerakan harga minyak dalam beberapa bulan ke depan. 

    Para investor kini terus mencermati perkembangan kebijakan moneter The Fed, kebijakan perdagangan global, serta dinamika geopolitik yang dapat mengubah keseimbangan pasokan dan permintaan energi dunia.

    OPEC+ Lanjutkan Produksi Minyak

    Menurut data U.S. Energy Information Administration (EIA), produksi minyak Rusia saat ini sekitar 9,2 juta barel per hari (bph), lebih rendah dari 9,8 juta bph pada 2022 dan jauh di bawah rekor 10,6 juta bph pada 2016.

    Direktur Energi Berjangka di Mizuho Bob Yawger, mengatakan risiko resesi semakin besar dengan tarif yang kini menjadi ancaman utama bagi ekonomi AS. Beberapa jenis tarif baru untuk berbagai negara dijadwalkan mulai berlaku pada 2 April.

    Menurut analis dari firma energi Wood Mackenzie, harga rata-rata minyak Brent diperkirakan mencapai USD73 per barel pada 2025, turun USD7 dari proyeksi tahun 2024. Penurunan ini disebabkan oleh kebijakan tarif AS serta rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi.

    Awal bulan ini, OPEC+—yang terdiri dari negara-negara OPEC dan sekutunya seperti Rusia—memutuskan untuk tetap melanjutkan peningkatan produksi minyak pada April. Langkah ini diperkirakan akan semakin menekan harga minyak dalam beberapa bulan mendatang.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79