KABARBURSA.COM - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan bahwa subsidi energi memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Febrio, subsidi energi dinikmati oleh seluruh masyarakat dan pelaku ekonomi, sehingga meningkatkan daya beli secara signifikan.
"Itu positif, karena subsidi energi dinikmati oleh seluruh masyarakat. Bahkan subsidi BBM yang bentuknya terbuka, dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dan pelaku ekonomi, yang berdampak pada daya beli," jelasnya.
Saat ditanya tentang potensi peningkatan subsidi energi tahun ini, Febrio menyatakan bahwa hal ini sangat bergantung pada asumsi realisasi, terutama harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar Rupiah.
"Jika harga ICP agak sama dengan asumsi APBN, tetapi kurs saat ini melemah dibandingkan asumsi APBN, itu sekitar ytd-nya 6 persen yang kita antisipasi," tambahnya.
Jika nilai tukar bisa lebih stabil, maka tambahan subsidi akan berkurang. "Tambahan subsidi ada karena perubahan dari realisasi asumsi tersebut," tambah dia.
Adapun estimasi tambahan subsidi, dijelaskannya sudah termasuk dalam penambahan belanja negara yang diperkirakan mencapai Rp87 triliun.
"Itu sudah masuk dalam perhitungan kita. Penambahan belanja negara sebesar Rp87 triliun itu sudah memperhitungkan outlook hingga akhir tahun, jadi kita terus melakukan estimasi dan menunggu pelaksanaan realisasinya," jelasnya.
Febrio menegaskan, kenaikan belanja negara sudah termasuk dalam antisipasi terhadap berbagai ketidakpastian.
Diketahui, pemerintah telah menggelontorkan dana senilai Rp155,7 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi, yang di antaranya digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 7,16 juta kiloliter dan LPG 3 kilogram sebanyak 3,36 juta kilogram.
Belanja untuk subsidi dan kompensasi energi yang meningkat lantaran depresiasi nilai tukar Rupiah, berdampak pada peningkatan belanja negara yang pada semester I-2024 tercatat meningkat 11,3 persen yoy mencapai Rp1.398 triliun.
"Sampai hari ini, masyarakat masih menikmati harga subsidi yang relatif stabil meski terjadi perubahan parameter. Ini menyebabkan APBN yang harus menanggung bebannya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani
Kendati demikian, Menkeu memperkirakan biaya subsidi dan kompensasi akan membengkak pada akhir tahun ini. Menurutnya, kenaikan subsidi dan kompensasi itu tak lepas dari pelemahan nilai tukar hingga lifting minyak yang menurun.
"Subsidi energi dalam hal ini diperkirakan akan mengalami kenaikan dengan beberapa parameter penurunan harga minyak maupun sisi lifting dan nilai tukar," kata Sri Mulyani
Namun, ia tak merinci berapa proyeksi kenaikan biaya subsidi dan kompensasi energi tersebut. Adapun untuk tahun ini pemerintah telah menetapkan target subsidi energi sebesar Rp186,9 triliun.
Senada, pengamat pasar modal yang juga founder Traderindo.com Wahyu Laksono, juga mengungkapkan sektor energi memang pendorong utama pertumbuhan di Indonesia. Dia mengatakan, sejak Mei 2024 mencatatkan surplus neraca dagang sebesar USD2,93 miliar atau surplus dalam 49 bulan beruntun.
"Surplusnya neraca dagang tersebut ditopang oleh ekspor non migas, seperti batubara," katanya kepada KabarBursa, Selasa, 9 Juli 2024.
Karena itu, Wahyu mengatakan wajar jika emiten energi dianggap memperoleh keuntungan yang signifikan dari situasi ini, mengingat berbagai faktor yang mendukung posisi mereka di pasar. Faktor-faktor tersebut di antaranya sentimen pelemahan Rupiah dan kenaikan harga komoditas yg relatif lumayan tahun ini yang menjadi pendorong emiten energi.
"Jadi emiten energi ini pun wajar menjadi yang diuntungkan," ungkapnya.
Lanjutnya, sektor energi sering kali berperan dalam menopang laju bullish Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menjadikan emiten-emiten di sektor ini sebagai bagian strategis dan struktural dari bursa saham Indonesia. Emiten energi juga diketahui memiliki kapitalisasi pasar terbesar di bursa.
"Jelas sering kali sektor energi ikut menopang laju bullish IHSG. Market cap terbesar, ya emiten energi," terang dia.
Head Customer Literation and Education Oktavianus Audi, melihat sektor energi memang menjadi yang top performance dibandingkan lainnya, tercatat mengalami penguatan di sepanjang 2Q24 sebesar +8,87 persen.
"Penguatan indeks dollar AS dan kenaikan beberapa harga komoditas energi mendorong penguatan di 2Q24," terangnya.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada awal Juli 2024 PT Barito Renewables Energy Tbk menjadi emiten saham dengan kapitalisasi pasar atau market cap terbesar di dalam negeri.
Pada 9 Juli 2024, emiten dengan kode BREN ini tercatat memiliki market cap Rp1.331 triliun. Bahkan melampaui kapitalisasi pasar PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang sekarang hanya mencapai Rp1.242 triliun.(yub/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.