Logo
>

Tensi Politik Panas, Rupiah Ditutup Tersungkur Rp15.600 per USD

Ditulis oleh KabarBursa.com
Tensi Politik Panas, Rupiah Ditutup Tersungkur Rp15.600 per USD

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dalam kancah pasar yang semakin tegang, rupiah mengalami kemerosotan terburuk sejak pertengahan Juni. Ketidakpastian politik dalam negeri, dipicu oleh kontroversi RUU Pilkada yang memicu gelombang protes, turut menenggelamkan nilai mata uang ini.

    Tak hanya itu, defisit transaksi berjalan yang lebih lebar dari perkiraan pasar semakin membebani rupiah. Di penutupan pasar spot sore ini, rupiah tercatat melemah 0,72 persen menjadi Rp15.600/USD, setelah sebelumnya sempat merosot tajam hingga Rp15.618/USD di intraday. Rupiah menjadi mata uang dengan performa terburuk di Asia hari ini, seiring dengan tekanan jual yang melanda pasar saham dan obligasi RI.

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,87 persen di level 7.488. Surat utang negara pun mengalami tekanan jual hampir di semua tenor, terlihat dari kenaikan imbal hasil yang signifikan. Yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun naik 3,9 bps ke 6,631 persen, diikuti tenor 2 tahun yang meningkat 1,2 bps menjadi 6,440 persen, serta tenor 5 tahun yang meroket 3,6 bps ke 6,502 persen.

    Sementara itu, tenor panjang 15 tahun dan 20 tahun masing-masing naik 3,3 bps menjadi 6,753 persen dan 2,5 bps menjadi 6,844 persen.

    Gelombang protes yang mengguncang berbagai daerah di Indonesia memaksa parlemen untuk menunda pengesahan RUU Pilkada hari ini. Sidang paripurna DPR gagal memenuhi kuorum, sehingga keputusan ditunda.

    Namun, aksi protes yang terus bergulir membuat pelaku pasar bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

    “Kami mengamati risiko politik terkait revisi UU Pilkada. Risiko terbesar adalah demonstrasi bisa berkembang menjadi kerusuhan sosial. Namun, informasi saat ini belum cukup untuk menentukan kemungkinan terjadinya kerusuhan sosial,” ujar Lionel Priyadi, analis Mega Capital Sekuritas.

    Bank investasi besar asal Amerika Serikat, Wells Fargo, memprediksi bahwa sentimen terhadap rupiah dan obligasi pemerintah akan terpengaruh oleh potensi kerusuhan politik, meskipun mungkin hanya bersifat sementara, dikutip Kamis 22 Agustus 2024.

    Analis Wells Fargo, Brendan McKenna, meragukan bahwa protes sosial di Indonesia saat ini akan berkembang menjadi skenario serupa yang terjadi di Sri Lanka atau Bangladesh.

    Menurutnya, faktor utama yang dapat mendukung aset-aset di pasar keuangan RI adalah kemungkinan penurunan suku bunga The Fed dan kebijakan fiskal pemerintah. Kombinasi ini berpotensi memperbaiki sentimen dan mendukung penguatan rupiah serta aliran modal masuk ke pasar obligasi RI, jelas McKenna.

    Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 6,25 persen sejak April 2024, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50 persen dan Lending Facility sebesar 7,00 persen. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mengontrol inflasi. Namun, keputusan ini juga mempengaruhi likuiditas dan dinamika pasar uang, sehingga berdampak pada perekonomian domestik.

    Kinerja Rupiah juga dipengaruhi oleh perubahan sentimen pasar global, termasuk kebijakan moneter dari bank sentral utama seperti Federal Reserve AS dan kondisi ekonomi global. Ketegangan perdagangan internasional, perubahan harga komoditas, dan gejolak politik di negara-negara utama turut mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah.

    Faktor-faktor internal seperti ketidakpastian politik domestik, termasuk kisruh seputar Pilkada 2024, serta keputusan-keputusan pemerintah terkait anggaran dan kebijakan ekonomi mempengaruhi stabilitas Rupiah. Selain itu, sentimen negatif dari luar negeri, seperti inflasi global dan krisis ekonomi di negara-negara mitra dagang, juga memberikan tekanan pada nilai tukar.

    Para pelaku pasar dan investor sering kali melakukan strategi risk-off, yaitu mengalihkan investasi mereka ke aset yang dianggap lebih aman seperti Dolar AS atau emas, ketika menghadapi ketidakpastian politik dan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan volatilitas dalam pergerakan nilai tukar Rupiah dan mempengaruhi keputusan investasi di pasar lokal.

    Prospek kinerja Rupiah ke depan akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana pemerintah dan Bank Indonesia mengelola tantangan ekonomi yang ada, termasuk kebijakan fiskal dan moneter, serta respons terhadap perkembangan global. Stabilitas politik dan ekonomi domestik juga akan memainkan peran penting dalam menentukan arah pergerakan Rupiah.

    Iklim politik memanas akibat DPR dianggap menciderai demokrasi, akhirnya rapat paripurna DPR yang dijadwalkan untuk mengesahkan revisi UU Pilkada pada 22 Agustus 2024 terpaksa dibatalkan karena tidak memenuhi kuorum. Keputusan ini menambah frustrasi para demonstran dan menimbulkan ketidakpastian mengenai masa depan proses legislasi dan pilkada.

    Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh krisis ini memengaruhi stabilitas politik dan ekonomi. Investor dan pelaku pasar cenderung mengambil sikap wait-and-see, menunggu kejelasan tentang arah kebijakan dan stabilitas politik sebelum melakukan langkah signifikan. Kekacauan ini juga berpotensi mempengaruhi persiapan dan pelaksanaan Pilkada 2024, yang melibatkan pemilihan kepala daerah di berbagai tingkat.

    Pemerintah dan partai politik terpecah dalam menanggapi krisis ini. Beberapa pihak mendukung revisi UU sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pilkada, sementara yang lain menentangnya dengan alasan akan mengurangi kontrol publik dan menguntungkan segelintir elit. Perdebatan ini memperuncing polarisasi politik dan memperumit upaya untuk mencapai konsensus. (*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi