KABARBURSA.COM - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyoroti serbuan produk impor ke pasar dalam negeri. Sementara itu, produk lokal masih kesulitan menjangkau pasar luar negeri lantaran membutuhkan puluhan sertifikat.
Teten menyontohan produk olahan pisang yang akan dikirim ke luar negeri membutuhkan 21 sertifikat. Setelah itu, ada penyesuaian sertifikat setiap enam bulan sekali.
“Kalau produk kita masuk ke luar negeri, contohnya produk olahan pisang, itu membutuhkan 21 sertifikat. Ada tiga sertifikat yang setiap enam bulan harus di-adjust. Padahal mereka enggak punya kebun pisang di Eropa, di Jepang, dan lain-lain. Jadi, mereka sebenarnya tidak terganggu dengan produk pisang,” kata Teten di Jakarta, Minggu, 22 September 2024.
Contoh produk dalam negeri lainnya, lanjut Teten, yaitu olahan sarang burung walet. Diungkapnya, masuk daftar hitam atau dilarang masuk di China oleh pemerintah negara tersebut. Ironisnya, China mengimpor bahan baku dari Indonesia.
“Misalnya sarang burung walet ingin diekspor ke China. Jadi mereka sudah langsung dimasukkan negatif list. Padahal mereka impor bahan baku dari kita banyak,” ujarnya.
Teten menekankan pentingnya melindungi pasar Indonesia dari serbuan-serbuan produk-produk impor. Untuk itu, dia mendorong standarisasi dalam negeri menjadi satu kebijakan untuk melindungi UMKM. Dalam hal ini, dia menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk pengawasan.
“Itu salah satu bentuk mereka memproteksikan diri terhadap produk-produk kita. Sementara kita, begitu dengan mudahnya memasukkan produk-produk dari luar, masuk melalui platform cross border online. Kita perlu lebih memperketat diri, dan ini bisa menjadi kebijakan nontarif. Karena kita dengan beberapa negara sudah masuk ada free trade agreement,” jelas Teten.
Sementara itu, Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan UMKM mempunyai potensi besar dalam pertumbuhan ekonomi. Dia menyebutkan, 1,7 juta UMKM di sektor makanan dan minuman dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 3,7 juta orang.
Namun, Taruna menyebutkan, saat ini ada beberapa kendala yang dihadapi, seperti pembiayaan untuk izin edar.
Untuk itu, melalui kerja sama dengan Kemenkop UKM diharapkan dapat memberikan pendampingan hingga insentif khusus untuk pelaku UMKM.
“Kita yakin UMKM ini merupakan bukan hanya buffer atau pendukung utama ekonomi nasional kita. Kalau UMKM ambruk, negeri kita bisa dalam kondisi sangat berbahaya. Karena itu, kami juga sepakat, kita akan melakukan proteksi,” ucap Taruna.
500 UMKM Tembus Pasar Global
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, menyebut dari total 4.000 UMKM yang dibina, sekitar 500 di antaranya telah mampu menembus pasar ekspor.
“Banyak kantor kami yang memberikan pembimbingan, dari konseling, perizinan, hingga administrasi dan dokumen ekspor. Bahkan kami juga menyiapkan kontainer dan membantu pemasaran di luar negeri. Dari jumlah itu, paling tidak 500-an sudah ekspor,” ungkap Askolani saat Media Briefing DJBC 2024 di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta Pusat, Jumat, 20 September 2024.
Setiap tahun, DJBC menggelar Pekan Raya Bea Cukai (PRBC) sebagai sarana promosi dan penjualan produk-produk UMKM. Askolani menegaskan peran Bea Cukai bukan sekadar menangani dokumen, tetapi turut aktif di lapangan dalam pembinaan UMKM. Kerja sama dilakukan dengan pemerintah daerah, perbankan, dan pihak terkait lainnya.
DJBC juga menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mendukung pemasaran produk UMKM di luar negeri.
“Kami melibatkan atase keuangan di lima negara, yakni United Arab Emirates Abu Dhabi, Singapura, Tokyo, Hong Kong, dan Brussels. Selain itu, kami berkolaborasi dengan atase perdagangan dan melibatkan Kemenlu serta kedutaan dan konsulat jenderal untuk memasarkan produk UMKM,” jelasnya.
Askolani menegaskan pentingnya mendorong ekspor agar Indonesia tidak hanya dibanjiri produk impor, tetapi juga dapat menunjukkan keunggulan UMKM lokal. “Ekspor UMKM menghasilkan devisa, membuka lapangan kerja, dan menumbuhkan ekonomi. Target kami, dari 500 yang sudah ekspor, kami akan terus bimbing hingga 4.000 lebih,” katanya.
Kemudahan Akses Pembiayaan
Di tengah upaya Bea Cukai mendorong UMKM untuk menembus pasar ekspor, sektor keuangan juga turut berperan dalam mendukung perkembangan UMKM. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini membuka jalan bagi kemudahan akses pembiayaan UMKM melalui pemanfaatan teknologi yang lebih inovatif.
Langkah ini bertujuan agar semakin banyak UMKM yang tidak hanya mampu bersaing di pasar lokal, tetapi juga bisa berkembang dengan dukungan pembiayaan yang lebih mudah dan cepat.
OJK mendorong kemudahan akses pembiayaan bagi UMKM dengan membuka peluang pemanfaatan Innovative Credit Scoring (ICS) oleh lembaga jasa keuangan.
ICS merupakan alternatif untuk menilai kelayakan kredit atau pembiayaan UMKM, yang memperhitungkan risiko (risk appetite) untuk memitigasi risiko kredit.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan bank harus melakukan asesmen berkala terhadap model ICS yang digunakan untuk memastikan prediksi kelayakan kredit tetap akurat.
Kata Dian, OJK juga berencana menerbitkan Peraturan OJK (POJK) tentang Kemudahan Akses Pembiayaan bagi UMKM, yang akan memungkinkan bank memanfaatkan ICS dalam menilai calon debitur UMKM.
Selain itu, bank dapat menetapkan kebijakan khusus dalam menganalisis kelayakan UMKM, dengan harapan hal ini akan mendorong pembiayaan lebih optimal untuk sektor tersebut.
Saat ini, bank biasanya menilai kelayakan kredit calon debitur berdasarkan beberapa aspek yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 42 Tahun 2017. Credit scoring adalah salah satu alat yang digunakan untuk menilai kelayakan kredit.
Data yang digunakan oleh bank dalam sistem ini, biasanya bersumber dari Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), tetapi data alternatif lain juga bisa dipakai untuk melengkapi penilaian.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) sebelumnya menetapkan target peningkatan rasio kredit perbankan bagi UMKM menjadi 30 persen pada tahun 2024.
Menurut Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, Muhammad Riza Damanik, ini merupakan upaya untuk meningkatkan pembiayaan UMKM, yang sebelumnya berada di bawah 20 persen. Strategi yang disiapkan termasuk pendampingan bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan literasi keuangan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.