KABARBURSA.COM - Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, diperkirakan masih akan melanjutkan kebijakan pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali lagi sebelum akhir 2024. Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, keputusan ini dilandasi oleh pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada September 2024, di mana The Fed menurunkan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 hingga 5 persen.
Pemangkasan ini merupakan langkah pertama yang dilakukan The Fed sejak Maret 2020. Josua mengatakan meskipun The Fed menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara mempercepat pelonggaran kebijakan dan mempertahankan kontrol inflasi, mereka masih mempertimbangkan perkembangan lebih lanjut di pasar tenaga kerja dan inflasi.
Jika kondisi ekonomi tetap kuat dan inflasi bertahan, The Fed diprediksi akan memperlambat laju pelonggaran moneter. Sebaliknya, jika inflasi menurun lebih cepat atau pasar tenaga kerja melemah, pelonggaran moneter akan terus berlanjut.
Josua memperkirakan hingga akhir 2024, The Fed akan menurunkan FFR menjadi 4,5 persen, yang menunjukkan adanya dua kali pemotongan tambahan sebesar 25 basis poin. Prediksi ini juga mengindikasikan bahwa FFR akan berada di level 3,5 persen pada akhir 2025, dengan penurunan lebih lanjut sebesar 100 basis poin selama tahun tersebut.
“Fed mengantisipasi penurunan suku bunga sebesar 100 bps pada akhir tahun ini, mengimplikasikan dua kali lagi penurunan sebesar 25 bos,” kata Josua dalam keterangannya, Jumat, 20 September 2024.
Pada 2026, The Fed diproyeksikan akan menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin lagi untuk mengakhiri siklus penurunan di level 3 persen. Meskipun ini mencerminkan ekspektasi inflasi yang lebih rendah dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi, proyeksi tersebut belum merupakan keputusan formal dari The Fed.
Indikator Pangkas Suku Bunga
Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya mengungkapkan alasan memangkas suku bunga acuan lebih cepat dari Federal Reserve atau The Fed. Pertama BI melihat bahwa penurunan suku bunga The Fed sudah lebih jelas, baik pada waktu maupun besarannya.
BI percaya bahwa The Fed akan melakukan penurunan suku bunga sebanyak tiga kali tahun ini, yaitu pada September, November, dan Desember 2024, dengan masing-masing penurunan sebesar 25 basis poin. Selanjutnya, The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga empat kali pada 2025.
Kedua, nilai tukar rupiah yang menguat pada September 2024 menjadi Rp15.330/USD atau menguat 0,78 persen dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2024.
“Nilai tukar Rupiah menguat didukung oleh konsistensi bauran kebijakan moneter Bank Indonesia serta meningkatnya aliran masuk modal asing,” jelas Perry dalam konferensi pers, Rabu, 18 September 2024.
Adapun penguatan Rupiah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan apresiasi mata uang regional seperti Won Korea dan Rupee India yang menguat sebesar 0,32 persen dan 0,13 persen.
Ketiga, inflasi tetap rendah dan terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rendah di seluruh komponen sehingga mencapai 2,12 persen (yoy) pada Agustus 2024.
Keempat, mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
“Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian,” ungkapnya.
Kelima, pertumbuhan data kredit menunjukan kinerja yang solid, mencapai 11,40 persen (year-on-year), Adapun perkembangan ini ditopang oleh sisi penawaran sejalan dengan minat penyaluran kredit yang terjaga, pendanaan yang memadai, realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.
“Hingga minggu kedua September 2024, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp256,1 triliun kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp118,6 triliun, BUSN sebesar Rp110,5 triliun, BPD sebesar Rp24,4 triliun, dan KCBA sebesar Rp2,6 triliun,” katanya.
Emiten Ritel Tumbuh Imbas Pemangkasan Suku Bunga
Pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen tak hanya disambut positif oleh sektor perbankan dan properti, tetapi juga diyakini akan mendongkrak pertumbuhan sektor ritel. Penurunan ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk meningkatkan daya beli mereka, terutama di tengah konsumsi domestik yang terus menunjukkan tren positif.
Analis Pasar Modal yang juga Senior Investment Information Mirae Asset, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama, mengatakan sektor ritel, baik cyclicalsmaupun non-cyclicals, akan mendapatkan keuntungan dari kebijakan pelonggaran moneter tersebut. “Semua sektor sebenarnya akan dipengaruhi atau mereka mendapatkan benefit dari reducing it’s borrowing cost (mengurangi biaya pinjaman),” ujarnya kepada KabarBursa.com, Jumat, 20 September 2024.
Selain itu, penurunan suku bunga ini diyakini akan memperkuat permintaan di segmen ritel teknologi, mengingat semakin tingginya ketergantungan konsumen pada produk-produk teknologi untuk mendukung aktivitas sehari-hari. “Tentunya ini akan memberikan katalis positif terhadap emiten-emiten ini,” kata Nafan, merujuk pada peningkatan permintaan di sektor properti dan ritel.
Peningkatan konsumsi domestik dipandang sebagai salah satu pilar utama yang dapat menggerakkan ekonomi di tengah pelonggaran moneter ini. Menurut Nafan, kebijakan ini tidak hanya mereduksi biaya pinjaman, tetapi juga menciptakan efek domino yang positif di berbagai sektor. “Permintaan di sektor properti baik itu KPR atau KPA akan meningkat signifikan karena dipengaruhi oleh strong domestic consumption yang berkaitan dengan daya beli masyarakat kita,” jelasnya.(*)