KABARBURSA.COM - China telah menghadapi tekanan deflasi sejak tahun lalu, dan tren ini tampaknya akan semakin memburuk. Deflasi yang mengintai ekonomi China, seperti yang dinyatakan oleh para analis pada Minggu, 15 September 2024, kemungkinan akan berlanjut hingga 2025. Deflator produk domestik bruto (PDB) — ukuran luas dari harga-harga dalam ekonomi — telah turun selama lima kuartal berturut-turut, yang menjadi rentetan penurunan terpanjang sejak 1993.
Kondisi ini dapat berpengaruh pada efek berantai deflasi dan dampak pada rumah tangga. Deflasi dapat menciptakan efek bola salju, di mana penurunan harga barang memicu konsumen untuk menunda pembelian, dengan harapan harga akan turun lebih jauh. Hal ini dapat menurunkan konsumsi secara keseluruhan dan berdampak negatif pada produksi serta aktivitas ekonomi.
Sementara, gaji yang stagnan atau menurun juga mendorong rumah tangga untuk mengurangi pengeluaran mereka, memperburuk situasi. Ketika konsumsi menurun, produsen harus menurunkan harga lebih jauh untuk menarik pembeli, menciptakan lingkaran setan deflasi.
Faktor alam juga dapat mempengaruhi tekanan terdahap deflasi China. Topan Bebinca yang diperkirakan menghantam China saat liburan festival pertengahan musim gugur, tentunya akan mengganggu aktivitas ekonomi. Diperkirakan akan mempengaruhi perjalanan, logistik, dan konsumsi, yang sudah melemah di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Gangguan terhadap konsumsi dan dampak jangka pendek pada logistik dan produksi, akan sangat terlihat. Cuaca buruk yang bertepatan dengan liburan besar dapat mengurangi belanja konsumen, yang sebelumnya sudah rendah karena ketidakpastian ekonomi. Jika perjalanan dan kegiatan ekonomi terganggu oleh topan, konsumsi domestik bisa menurun lebih jauh, memperburuk tekanan deflasi.
Ada gangguan terhadap kinerja pelabuhan seperti Ningbo-Zhoushan dan Shanghai, yang merupakan pusat utama logistik dan pengiriman global, bisa menghambat ekspor dan produksi industri. Hal ini juga dapat mempengaruhi permintaan domestik untuk bahan baku dan barang setengah jadi.
Faktor Eksternal: Pengaruh Global
Faktor eksternal juga memperburuk situasi ekonomi China. Perlambatan global dan hubungan perdagangan yang tegang, khususnya dengan negara-negara seperti AS dan Jepang, berpotensi memperdalam krisis deflasi.
Geopolitik dan investasi asing serta harga energi yang stabil, ikut berpengaruh. Jepang, sebagai salah satu investor terbesar di China, mulai mengurangi atau bahkan menghentikan investasi di negara ini karena masalah geopolitik, kenaikan upah, dan deflasi. Ini dapat semakin memperburuk kondisi ekonomi di China, terutama di sektor manufaktur yang sangat bergantung pada investasi asing.
Sementara harga minyak global yang lebih rendah bisa memberikan dorongan untuk mengurangi tekanan inflasi di banyak negara maju, bagi China, itu bisa menjadi sinyal bahwa permintaan global melemah. Ini akan menambah tekanan pada produsen di China yang sudah berjuang dengan kelebihan kapasitas dan harga yang stagnan.
Kebijakan Moneter
China dapat mengikuti langkah bank sentral seperti European Central Bank (ECB) dan Federal Reserve AS yang berhati-hati dalam menyesuaikan suku bunga. Dalam menghadapi deflasi, kebijakan moneter yang longgar bisa menjadi jalan keluar, tetapi tantangannya adalah bagaimana kebijakan ini diterapkan tanpa memperburuk ketidakstabilan ekonomi.
Kebijakan pelonggaran moneter dan dukungan fiskal serta konsumsi domestik, berperan aktif dalam menentukan kebijakan fiskal China ke depannya. Penurunan suku bunga yang lebih besar bisa menjadi opsi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, tetapi dengan adanya deflasi yang mengintai, kebijakan ini perlu diimbangi dengan langkah-langkah fiskal yang kuat agar tidak menyebabkan stagnasi lebih lanjut.
Jika pemerintah China tidak segera meningkatkan belanja publik dan memperkuat konsumsi domestik, tekanan deflasi dapat semakin memburuk. Di sinilah peran kebijakan fiskal yang kuat menjadi penting untuk menstabilkan ekonomi.
Prospek Jangka Panjang
Dengan pertumbuhan yang terus menurun di tengah lonjakan deflasi, prospek ekonomi China untuk jangka panjang menghadapi tantangan serius. Jika deflasi tidak dapat diatasi, hal ini dapat mempengaruhi sektor-sektor penting seperti properti, industri, dan ekspor, yang merupakan tulang punggung ekonomi China.
China sedang menghadapi risiko deflasi yang serius, dengan beberapa faktor yang memperburuk situasi, termasuk gangguan akibat topan, pelemahan konsumsi domestik, penurunan investasi asing, serta kebijakan ekonomi global yang tidak menentu. Tindakan kebijakan yang segera, seperti pelonggaran moneter dan dukungan fiskal yang lebih besar, diperlukan untuk mencegah deflasi semakin memburuk dan merusak prospek ekonomi terbesar kedua di dunia ini.(*)