KABARBURSA.COM - Uang Kuliah Tunggal atau UKT di perguruan tinggi dan SPP di sekolah-sekolah disebut sebagai penyebab terkereknya inflasi pada Agustus 2024. Badan Pusat Statistik melaporkan, kelompok pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi bulanan (month-to-month/MtM), meskipun secara keseluruhan terjadi deflasi sebesar 0,03 persen.
Kenaikan inflasi di sektor pendidikan ini dipicu oleh peningkatan biaya pendidikan, terutama Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi dan SPP di sekolah-sekolah, yang mencatat inflasi sebesar 0,65 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 0,04 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa biaya pendidikan di sekolah dasar (SD), perguruan tinggi, dan sekolah menengah pertama (SMP) masing-masing memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,01 persen. Kenaikan biaya ini tercatat khususnya pada sekolah-sekolah swasta dan UKT di perguruan tinggi negeri. Namun, BPS tidak merinci lebih lanjut besaran atau nominal kenaikan UKT.
Secara historis, kelompok pendidikan memang selalu mencatat inflasi pada bulan Agustus, seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, inflasi pendidikan pada Agustus 2020 mencapai 0,57 persen, pada 2021 sebesar 1,2 persen, dan tertinggi pada 2022 sebesar 1,85 persen. Pada 2023, inflasi di sektor pendidikan menurun menjadi 0,86 persen, dan pada Agustus 2024 mencapai 0,65 persen.
Meskipun sektor pendidikan mengalami inflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2024 mengalami deflasi sebesar 0,03 persen. Penurunan harga komoditas lainnya, terutama di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, menjadi faktor utama deflasi ini, dengan penurunan sebesar 0,52 peren dan andil deflasi 0,15 persen.
Komoditas seperti bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras menjadi kontributor utama deflasi dengan masing-masing menyumbang 0,08 persen, 0,03 persen, dan 0,02 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat inflasi tahunan Indonesia pada Agustus 2024 tercatat sebesar 2,12 persen, sedikit menurun dari 2,13 persen pada bulan sebelumnya. Meskipun terjadi penurunan kecil, inflasi tetap berada dalam rentang target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) yakni 1,5 persen hingga 3,5 persen, dan sesuai dengan ekspektasi pasar yang juga memperkirakan inflasi berada di angka 2,12 persen.
Secara bulanan, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,03 persen pada Agustus 2024, menjadikannya deflasi keempat sepanjang tahun ini. Penurunan harga secara bulanan ini terutama didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, yang mencatat penurunan harga sebesar 0,52 persen. Faktor ini memainkan peran utama dalam moderasi inflasi secara keseluruhan pada bulan tersebut.
Sementara itu, harga emas spot pada Senin, 2 September 2024, tercatat turun menjadi USD2.494,76 per ounce. Di sisi lain, Badan Pangan Nasional (Bapanas) melaporkan adanya lonjakan harga beberapa komoditas pangan pada awal pekan ini.
Data yang dikumpulkan pada pukul 07.30 WIB menunjukkan peningkatan signifikan dalam harga bahan pokok seperti bawang merah, cabai rawit merah, daging sapi, dan daging ayam ras. Harga daging ayam ras, misalnya, naik hingga Rp6.240, mencapai Rp40.990 per kilogram. Lonjakan ini mengindikasikan tekanan inflasi pada kelompok pangan meskipun secara umum terjadi deflasi pada bulan tersebut.
Menurut data terbaru dari Antara yang merujuk pada Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga sejumlah komoditas pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional mengalami kenaikan yang signifikan pada periode terakhir. Beberapa komoditas yang mencatat kenaikan harga termasuk bawang merah dan bawang putih, dengan bawang merah melonjak hingga 17,78 persen atau Rp4.460, menjadi Rp29.540 per kilogram. Bawang putih juga mengalami peningkatan harga sebesar 12,74 persen atau Rp5.040, sehingga mencapai Rp44.600 per kilogram.
Komoditas lainnya seperti cabai merah keriting dan cabai rawit merah juga mengalami kenaikan harga, masing-masing sebesar 0,80 persen (Rp320) menjadi Rp40.530 per kilogram, dan 6,49 persen (Rp3.080) menjadi Rp50.520 per kilogram.
Daging sapi murni naik sebesar 1,30 persen atau Rp1.750, sehingga harganya menjadi Rp136.660 per kilogram. Daging ayam ras mencatat kenaikan yang lebih mencolok sebesar 17,92 persen atau Rp6.230, sehingga harganya mencapai Rp34.400 per kilogram. Telur ayam ras juga naik 7,59 persen atau Rp2.150, menjadikannya Rp30.470 per kilogram.
Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas kedelai biji kering (impor) yang naik 1,18 persen atau Rp140, menjadi Rp12.000 per kilogram. Gula konsumsi mengalami lonjakan signifikan sebesar 15,02 persen atau Rp2.680, menjadi Rp20.520 per kilogram.
Untuk minyak goreng, harga minyak goreng kemasan sederhana meningkat 10,72 persen atau Rp1.930, menjadi Rp19.940 per kilogram, sementara harga minyak goreng curah justru turun 2,97 persen atau Rp480, menjadi Rp15.670 per kilogram.
Harga tepung terigu mengalami variasi, dengan tepung terigu curah turun 2,25 persen atau Rp230, menjadi Rp9.990 per kilogram, sedangkan tepung terigu non-curah meningkat 13,40 persen atau Rp1.770, mencapai Rp14.980 per kilogram.
Di sektor pangan lain, harga jagung di tingkat peternak melonjak 12,63 persen atau Rp750, menjadi Rp6.690 per kilogram, sementara garam halus beryodium naik 10,75 persen atau Rp1.230, menjadikannya Rp12.670 per kilogram.
Harga ikan juga menunjukkan tren kenaikan, dengan ikan kembung naik 11,22 persen atau Rp4.140, menjadi Rp41.030 per kilogram. Ikan tongkol naik 11,24 persen atau Rp3.550, menjadi Rp35.120 per kilogram, sementara ikan bandeng mengalami kenaikan dramatis sebesar 25,67 persen atau Rp8.460, sehingga harganya mencapai Rp41.420 per kilogram.
Kenaikan harga komoditas pangan ini mengindikasikan adanya tekanan pada inflasi di sektor pangan, yang mungkin mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas harga pangan di Indonesia.(*)