KABARBURSA.COM - Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam melakukan ekspor dan impor, terutama terkait keterbatasan bahan baku yang tersedia di dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Hermawati Setyorinny mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat menyederhanakan regulasi yang mengatur sektor ini.
“Pemerintah perlu menghapus hal-hal yang menghambat UMKM agar bisa berkompetisi di pasar internasional,” ujar Hermawati kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 30 September 2024.
Hermawati menuturkan, perbandingan dengan produk luar negeri menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi yang besar, banyak produk impor yang dapat dijual dengan harga lebih murah, seperti furniture.
Ia menjelaskan, salah satu faktor penyebabnya adalah kompleksitas regulasi dan tingginya biaya produksi di Indonesia. “Contohnya, batik kita tidak bisa bersaing karena bahan baku tekstil untuk batik masih harus diimpor,” tambahnya. Hal ini menciptakan ketidakadilan bagi pelaku UMKM lokal yang ingin bersaing di pasar global.
Hermawati juga menyoroti pergeseran dalam klasifikasi UMKM. Dengan peraturan terbaru yang mengubah batas omset mikro dari Rp300 juta menjadi Rp2 miliar per tahun, ia merasa peralihan ini terlalu drastis dan dapat membingungkan pelaku usaha.
“Lompatan ini sangat besar, sehingga UMKM mikro yang dulunya memiliki batasan omset maksimal 300 juta per tahun kini harus beradaptasi dengan aturan baru yang jauh lebih tinggi,” jelasnya.
Namun, tantangan yang lebih mendasar adalah daya beli masyarakat yang semakin menurun. Hermawati mencatat, kenaikan harga kebutuhan sehari-hari memaksa masyarakat untuk mengurangi pengeluaran, termasuk dalam membeli produk lokal.
“Daya beli masyarakat semakin menurun, dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi UMKM untuk tetap bersaing,” tegasnya.
Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, Hermawati menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku UMKM untuk menciptakan iklim bisnis yang lebih baik.
“Kita perlu duduk bersama untuk merumuskan langkah-langkah konkret agar UMKM dapat berdaya saing tinggi dan meningkatkan perekonomian nasional,” tutupnya.
UMKM Motor Penggerak Ekonomi
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan bahwa UMKM masih berperan sebagai motor penggerak perekonomian Tanah Air. Pasalnya, lanjut Teten, industri manufaktur yang diharapkan memutar perekonomian, tidak dapat hadir secara optimal sehingga UMKM mengisi ruang kosong tersebut.
“UMKM sering kali dipandang sebelah mata, hanya sebagai penghasil produk-produk seperti kripik, batik, atau kerupuk. Padahal, potensi mereka jauh lebih besar,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Sabtu, 28 September 2024.
Ia menambahkan, UMKM terbukti berkontribusi mengolah sumber daya alam (SDA) Indonesia, baik sektor pertanian, perkebunan, maupun kelautan, menjadi barang setengah jadi yang dapat disuplai ke industri dalam dan luar negeri.
Oleh karena itu, Teten menyampaikan bahwa hilirisasi harus diupayakan oleh para UMKM. “Hilirisasi harus diupayakan oleh UMKM. Pemerintah perlu menyediakan teknologi yang dibutuhkan. Dengan anggaran sekitar Rp10-Rp20 miliar, kita sudah bisa membuat langkah besar dalam hal ini,” katanya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa kementerian lain juga memiliki potensi anggaran untuk mendukung inisiatif ini, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memiliki dana cukup besar untuk proyek-proyek yang relevan.
Teten juga memberikan contoh konkret yang diangkat adalah hilirisasi produk kelapa sawit. “Saat ini kita hanya menjual CPO dan minyak goreng. Kita perlu memperluas hilirisasi dengan mengolah sumber daya yang ada, termasuk berbagai herba yang dibutuhkan oleh industri kosmetik dan farmasi,” tambahnya.
Dengan memindahkan fokus industri berbasis sumber daya alam ke berbagai daerah di Indonesia, diharapkan biaya logistik bisa ditekan dan efisiensi dapat tercapai.
“Kita tidak bisa terus terjebak sebagai negara berpendapatan menengah tanpa menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas,” tegasnya.
Namun, tantangan tetap ada. Penurunan daya beli masyarakat berdampak langsung pada kinerja UMKM. “Indeks bisnis UMKM telah menurun, dan ini berpengaruh pada Non-Performing Loan (NPL) yang meningkat,” tutupnya.
Pemerintah berharap dengan memanfaatkan potensi UMKM dan menerapkan hilirisasi yang tepat, Indonesia bisa mencapai status sebagai negara maju dan memberikan lapangan kerja yang lebih berkualitas bagi masyarakat.
Eksportir Hadapi Dilema
Tiga tantangan utama yang dihadapi oleh UKM berorientasi ekspor diungkapkan oleh para eksportir dalam Forum Berani Mendunia, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada 1 Juni 2024.
Tantangan tersebut meliputi menjaga kualitas dan kapasitas produk ekspor, tantangan logistik, dan strategi menemukan pembeli terpercaya.
Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI, Maqin U Norhadi mengatakan, sebagai lembaga keuangan yang diberikan mandat oleh Pemerintah RI untuk mendorong ekspor nasional, pihaknya menginisiasi Forum Berani Mendunia sebagai wadah diskusi dan kolaborasi ekosistem ekspor.
“Forum ini terdiri dari kementerian, perbankan, mitra kerja, pelaku UKM, asosiasi, dan lainnya dengan tujuan bersama-sama meningkatkan kapasitas UKM agar berani mendunia secara berkelanjutan,” kata Maqin
Dalam diskusi tersebut, para eksportir membahas upaya mereka dalam meningkatkan nilai tambah produk dan memberikan manfaat bisnis agar bisa menembus pasar internasional.
CEO PT Tartaruga Food Indonesia, Achmad Jawahir, yang merupakan alumni Coaching Program for New Exporter (CPNE) LPEI tahun 2023, menyatakan bahwa UKM perlu dicarikan pembeli (buyer). (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.