Logo
>

UMKM Mulai Teriak, Dilarang Jual Rokok Eceran

Ditulis oleh KabarBursa.com
UMKM Mulai Teriak, Dilarang Jual Rokok Eceran

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengaku telah menerima keluhan dari para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

    Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius, mengatakan bahwa mereka belum dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai masalah ini. Mereka masih akan mendalami keluhan yang telah diterima.

    “Sedang kami bahas keluhan para pelaku UMKM terkait PP Kesehatan itu. Sedang kami bahas,” kata Yulius di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Senin, 12 Agustus 2024.

    Menurut dia, yang mengeluarkan PP Kesehatan itu adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Namun, terkait dampaknya Kemenkop UKM akan membahas.

    “Itu arahannya Kementerian Kesehatan. Nanti akan kita konsepkan respon kita,” ujarnya.

    Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mulai berlaku sejak 26 Juli 2024.

    Aturan tersebut mengatur berbagai hal, salah satunya terkait dengan penjualan rokok.

    Pada pasal 434 disebutkan bahwa produk tembakau dan rokok elektronik dilarang dijual kepada yang berusia di bawah 21 tahun dan perempuan hamil.

    “Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: a. menggunakan mesin layan diri; b. kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil; c. secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik,” bunyi aturan tersebut.

    Selain itu, setiap orang yang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dilarang berjualan di area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui.

    Pedagang juga dilarang berjualan di dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan, seperti sekolah dan tempat bermain anak, dan dilarang menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial serta media sosial.

    Di aturan yang sama, pemerintah juga menegaskan larangan bagi produsen atau distributor susu formula bayi memberikan diskon (potongan harga) atau sesuatu dalam bentuk apa pun sebagai daya tarik penjual. Hal itu dinilai dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif.

    “Produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif berupa: pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apa pun atas pembelian susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya sebagai daya tarik dari penjual,” bunyi Pasal 33 bagian C aturan tersebut.

    9 Juta Pedagang Terancam

    Sementara itu, Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) berpendapat, PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dapat mengancam kelangsungan usaha pedagang pasar.

    Ketua Umum APARSI Suhendro mengatakan, salah satu ketentuan yang menjadi perhatian adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari sekolah, tempat pendidikan, dan fasilitas bermain anak, serta larangan menjual rokok secara eceran, yang dinilai masih ambigu.

    “Kami menolak keras dua ketentuan ini karena beberapa alasan. Banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah dan fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga berpotensi menurunkan omzet pedagang pasar yang bergantung pada penjualan produk tembakau. Ini akan menciptakan masalah baru bagi kami,” kata Suhendro, Minggu, 4 Agustus 2024.

    Suhendro menjelaskan bahwa larangan produk tembakau dalam PP Kesehatan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang baru mulai pulih dari dampak pandemi beberapa tahun lalu.

    “Jika peraturan ini diterapkan, kami memperkirakan penurunan omzet usaha sebesar 20 sampai dengan 30 persen, bahkan kemungkinan penutupan usaha karena produk tembakau merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi pedagang pasar,” tegasnya.

    Sementara itu, Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP), Riko Noviantoro memandang kebijakan tersebut dari dua sisi.

    Kata Riko, secara medis rokok bisa mengganggu kesehatan bagi masyarakat, sehingga sepatutnya pemerintah memberikan batasan terhadap rokok.

    “Karena rokok secara medis terbukti memicu gangguan kesehatan. Dari sisi ini, sepatutnya pemerintah melakukan pembatasan secara ketat,” kata Riko kepada Kabar Bursa, Selasa, 6 Agustus 2024.

    Namun, lanjut Riko, di sisi lain, rokok juga merupakan salah satu sumber pendapatan negara dengan memberikan cukai yang cukup signifikan. Selain itu, industri ini juga menyerap tenaga kerja yang banyak.

    “Industri rokok itu menjadi satu bagian dari bisnis atau bidang industri yang menyerap tenaga kerja cukup baik,” kata dia.

    Karena itu, Riko memandang kebijakan dilarangnya penjualan rokok eceran merupakan solusi untuk menjaga kesehatan masyarakat dengan tidak menekan pendapatan negara.

    “Maka dengan demikian pembatasan rokok eceran sebagai solusi cegah penggunaan rokok secara berlebihan. Atau bagian dari melindungi kesehatan warga dengan tidak menekan pendapatan negara,” tuturnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi