KABARBURSA.COM - Pasar saham Amerika Serikat ditutup melemah pada Jumat dinihari WIB, 28 Maret 2025, setelah kebijakan perdagangan terbaru Presiden Donald Trump menimbulkan ketidakpastian di kalangan investor.
Indeks S&P 500 merosot 0,33 persen ke level 5.693,31, sementara Nasdaq Composite turun lebih dalam dengan koreksi 0,53 persen ke 17.804,03. Dow Jones Industrial Average juga mengalami penurunan 0,37 persen, ditutup di 42.299,70.
Keputusan Trump untuk mengenakan tarif 25 persen pada impor mobil dan truk ringan mulai 3 April serta bea masuk bagi suku cadang mobil yang akan berlaku pada 3 Mei memicu aksi jual di sektor otomotif.
Saham General Motors anjlok lebih dari 7 persen, sedangkan Ford tergelincir 3,9 persen. Tak hanya produsen mobil, perusahaan suku cadang seperti Aptiv dan BorgWarner juga mengalami tekanan besar dengan penurunan masing-masing sekitar 5 persen.
Di tengah tekanan pasar yang meluas, saham Tesla berhasil menguat tipis 0,4 persen, dengan spekulasi bahwa produsen kendaraan listrik ini akan lebih kebal terhadap dampak tarif karena sebagian besar produksinya dilakukan di dalam negeri. Sementara itu, Apple justru mencatat kenaikan 1,05 persen, memberikan sedikit dorongan bagi S&P 500 dan meredam penurunan yang lebih dalam.
Investor kini menghadapi ketidakpastian yang meningkat akibat kebijakan perdagangan Trump yang terus berubah. Kebijakan tarif ini dikhawatirkan akan mengganggu rantai pasokan global, memperlambat investasi, dan meningkatkan inflasi.
Menurut Jed Ellerbroek, seorang manajer portofolio di Argent Capital, perubahan sikap Trump yang tidak menentu membuat pelaku pasar semakin waspada dalam mengambil keputusan investasi jangka panjang.
Di sisi makroekonomi, data terbaru menunjukkan bahwa jumlah klaim tunjangan pengangguran di AS menurun pekan lalu, menandakan stabilitas di pasar tenaga kerja. Produk domestik bruto (PDB) kuartal keempat direvisi naik menjadi 2,4 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,3 persen.
Dalam sektor ritel, saham Dollar Tree mencatat lonjakan 11 persen setelah perusahaan mengumumkan penjualan bisnis Family Dollar senilai USD1 miliar. Langkah ini dianggap sebagai strategi positif untuk memperkuat posisi Dollar Tree di industri ritel diskon.
Pelaku pasar kini menantikan rilis data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) untuk Februari pada Jumat, yang merupakan indikator inflasi utama yang diawasi ketat oleh Federal Reserve. Dengan S&P 500 dan Nasdaq yang masing-masing telah turun sekitar 3 persen dan 8 persen sepanjang tahun ini, investor berharap ada kepastian lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter dan perdagangan ke depan.
Di tengah volatilitas yang meningkat, perdagangan di Wall Street juga terpantau lebih sepi dibandingkan biasanya, dengan volume transaksi mencapai 14,7 miliar saham, lebih rendah dari rata-rata 20 hari sebelumnya yang berada di 16,3 miliar saham. Rasio saham yang turun dibanding yang naik di S&P 500 mencapai 1,3 banding 1, menunjukkan dominasi tekanan jual di pasar.
Dengan hanya beberapa hari tersisa hingga akhir kuartal pertama 2025, baik S&P 500 maupun Nasdaq masih berada di jalur untuk menutup periode ini di zona merah. Prospek pasar ke depan kini sangat bergantung pada bagaimana investor merespons kebijakan perdagangan Trump serta arah kebijakan moneter The Fed di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut.
Saham Ritel Bersinar, Sektor Teknologi Tertekan
Pergerakan pasar saham Amerika Serikat pada perdagangan terbaru menunjukkan dinamika yang beragam, dengan sektor ritel mencatat lonjakan signifikan sementara sektor teknologi dan perbankan mengalami tekanan. Investor terus memantau perkembangan ekonomi dan kebijakan perdagangan yang berdampak besar terhadap sentimen pasar.
Di indeks Dow Jones, Verizon mencatat kinerja terbaik dengan kenaikan 1,77 persen, diikuti oleh Visa A yang naik 1,65 persen, serta Procter & Gamble yang menguat 1,28 persen. Saham-saham ini berhasil bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi, dengan investor mencari perlindungan pada emiten yang memiliki fundamental kuat dan permintaan yang stabil.
Sebaliknya, saham 3M mengalami koreksi tajam sebesar 2,78 persen, menjadikannya saham berkinerja terburuk di Dow, disusul oleh Goldman Sachs yang merosot 2,61 persen dan Nvidia yang turun 2,06 persen.
S&P 500 juga mencatat beberapa pergerakan tajam, dengan Dollar Tree memimpin kenaikan sebesar 11,18 persen setelah kabar penjualan bisnis Family Dollar mendorong optimisme investor terhadap prospek perusahaan. AutoZone dan Abbott Labs juga mencatat kenaikan masing-masing 3,86 persen dan 3,74 persen, mencerminkan kekuatan sektor ritel dan kesehatan di tengah gejolak pasar.
Namun, sektor otomotif mendapat pukulan keras, dengan General Motors anjlok 7,36 persen sebagai dampak dari kebijakan tarif impor terbaru yang diumumkan Presiden Donald Trump. Saham Super Micro Computer dan Palo Alto Networks juga mengalami tekanan, masing-masing turun 6,26 persen dan 5,69 persen, seiring dengan aksi ambil untung di sektor teknologi.
Nasdaq, yang dikenal sebagai rumah bagi perusahaan-perusahaan berbasis teknologi dan inovasi, menunjukkan kontras yang mencolok.
Marblegate Acquisition mencetak kenaikan luar biasa sebesar 207,69 persen, diikuti oleh Lytus Technologies Holdings yang melonjak 88,28 persen dan Direct Digital Holdings yang menguat 69,32 persen.
Namun, tidak semua saham teknologi mendapat keberuntungan. Trident Digital Tech Holdings ADR mencatat penurunan terbesar sebesar 61,66 persen, sementara LogicMark dan Benson Hill juga terpuruk dengan koreksi masing-masing 44,75 persen dan 39,52 persen.
Secara keseluruhan, perdagangan di Wall Street masih diwarnai oleh volatilitas yang tinggi. Investor terus mencermati dampak kebijakan perdagangan terhadap sektor manufaktur dan otomotif, sementara sektor ritel dan kesehatan tampaknya mendapat keuntungan dari perubahan strategi perusahaan dan optimisme terhadap permintaan yang stabil.
Seiring dengan semakin dekatnya akhir kuartal pertama, pasar masih mencari arah yang jelas di tengah ketidakpastian global dan kebijakan domestik yang terus berkembang.(*)