Logo
>

Yield Obligasi AS Sentuh Puncak, Wall Street Mendatar

Imbal hasil obligasi 30 tahun AS capai level tertinggi 19 bulan, saham Wall Street bergerak terbatas di tengah kekhawatiran fiskal dan RUU pajak Trump.

Ditulis oleh Syahrianto
Yield Obligasi AS Sentuh Puncak, Wall Street Mendatar
Ilustrasi: Wall Street di Amerika Serikat. (Foto: AI untuk KabarBursa)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat tenor 30 tahun sempat menyentuh level tertinggi dalam 19 bulan pada Kamis, 22 Mei 2025 sebelum akhirnya turun tipis. Kenaikan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kondisi fiskal AS dan melemahnya minat terhadap surat utang negara. 

    Sementara itu, bursa saham Wall Street bergerak mendatar hingga sedikit menguat di tengah ketidakpastian pasar.

    Nilai tukar dolar AS menguat setelah sempat mengalami tekanan selama tiga hari terakhir.

    Kenaikan imbal hasil terjadi setelah Dewan Perwakilan Rakyat AS meloloskan RUU pemangkasan pajak yang diusulkan Presiden Donald Trump melalui selisih suara yang tipis. Hal ini menambah kekhawatiran terhadap prospek peningkatan beban utang pemerintah AS.

    Sebagai catatan, pekan lalu Moody’s menjadi lembaga pemeringkat besar terakhir yang menurunkan status peringkat utang jangka panjang AS dari Aaa, yang telah lama disandang.

    Gelombang aksi jual di pasar obligasi baru-baru ini mendorong harga obligasi turun dan imbal hasil naik. Namun koreksi harga tersebut mulai menarik minat beli, yang pada akhirnya menekan kembali imbal hasil ke bawah. Imbal hasil obligasi 30 tahun AS turun 3,7 basis poin ke level 5,0521 persen pada akhir perdagangan Kamis. Sementara itu, yield obligasi acuan 10 tahun turun ke 4,551 persen, setelah sempat menyentuh 4,629 persen, level tertingginya sejak 12 Februari.

    Di lantai bursa, Nasdaq mencatat penguatan, sedangkan S\&P 500 dan Dow Jones ditutup relatif datar setelah mencatat penurunan tajam di sesi sebelumnya. Saham Nvidia naik 0,8 persen, sementara saham Alphabet (induk Google) menguat 1,4 persen.

    “Teknologi saat ini menjadi pelindung pasar,” kata Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management di Tulsa, Oklahoma. “Investor masih melihat sektor ini sebagai pemimpin.”

    Secara rinci, indeks Dow Jones Industrial Average turun tipis 1,35 poin ke 41.859,09. S&P 500 melemah 2,60 poin atau 0,04 persen ke 5.842,01, sementara Nasdaq Composite naik 53,09 poin atau 0,28 persen ke posisi 18.925,74.

    Di sisi lain, saham-saham energi terbarukan mengalami tekanan. Saham First Solar anjlok 4,3 persen karena RUU pajak Trump diperkirakan akan memangkas berbagai subsidi untuk energi hijau. RUU ini juga berisi insentif pajak baru untuk tip dan kredit kendaraan, serta meningkatkan anggaran pertahanan dan keamanan perbatasan. Kantor Anggaran Kongres AS (CBO) memperkirakan kebijakan pajak ini akan menambah beban utang pemerintah hingga USD3,8 triliun dalam sepuluh tahun ke depan, dari posisi utang saat ini sebesar USD36,2 triliun.

    Minimnya permintaan dalam lelang surat utang 20 tahun senilai USD16 miliar pada Rabu juga memperkuat sinyal melemahnya minat terhadap utang AS. Sepanjang bulan ini, yield obligasi tenor 10 dan 30 tahun telah naik sekitar 50 basis poin.

    “Pasar obligasi saat ini menunggu semacam pemicu pembalik arah,” kata Ed Al-Hussainy, analis senior di Columbia Threadneedle Investments. “Pemicu itu bisa saja berupa data ketenagakerjaan yang buruk, yang memicu ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed dan mengubah persepsi kekuatan ekonomi.”

    Sementara itu, imbal hasil obligasi Jerman juga naik ke level tertinggi dalam dua bulan.

    Indeks MSCI yang mencerminkan pergerakan saham global turun 2,94 poin atau 0,34 persen ke 871,01. Indeks STOXX 600 pan-Eropa juga terkoreksi 0,64 persen.

    Dari Eropa, data ekonomi menunjukkan bahwa pemerintah Inggris mencatatkan utang lebih besar dari perkiraan pada April, sementara aktivitas bisnis di zona euro kembali melemah ke wilayah kontraksi.

    Nilai tukar euro tertekan setelah rilis data tersebut. Euro turun 0,41 persen ke level USD1,1283, sedangkan dolar AS menguat terhadap yen Jepang sebesar 0,29 persen ke level 144,08.

    Bitcoin kembali menguat ke level tertinggi sepanjang masa. Kenaikan ini dipicu oleh minat investor mencari alternatif dari aset-aset berbasis dolar AS. Bitcoin terakhir tercatat naik 3,25 persen ke USD111.795,31.

    Di pasar komoditas, kabar bahwa OPEC+ sedang mempertimbangkan kenaikan produksi untuk Juli membebani harga minyak. Harga minyak Brent turun 47 sen atau 0,72 persen menjadi USD64,44 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 37 sen atau 0,6 persen ke USD61,20.

    Harga emas spot juga terkoreksi 0,57 persen menjadi USD3.295,06 per ons. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.