KABARBURSA.COM - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan bahwa saat ini terdapat 38 perusahaan yang tengah bersiap melaksanakan pencatatan perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) di pasar modal Indonesia.
Hingga 17 Mei 2024, sebanyak 24 perusahaan telah berhasil melangsungkan IPO di pasar modal Indonesia, dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp3,88 triliun.
“Hingga saat ini, terdapat 38 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna.
Dari 38 perusahaan tersebut, Nyoman menjelaskan bahwa 24 perusahaan memiliki aset skala menengah antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, delapan perusahaan beraset skala besar di atas Rp250 miliar, serta enam perusahaan beraset skala kecil di bawah Rp50 miliar.
Berdasarkan sektor, antrean IPO tersebut mencakup delapan perusahaan dari sektor barang konsumen primer, tujuh dari sektor industri, dan enam dari sektor barang non konsumen primer.
Selain itu, terdapat empat perusahaan dari sektor properti, empat dari sektor teknologi, dan tiga dari sektor kesehatan. Dua perusahaan berasal dari sektor barang baku, dua dari sektor energi, satu dari sektor infrastruktur, serta satu dari sektor transportasi dan logistik.
Lebih lanjut, Nyoman mengungkapkan bahwa ada 24 perusahaan yang sedang dalam proses rights issue di BEI.
“Hingga 17 Mei 2024, sudah ada delapan perusahaan tercatat yang menerbitkan rights issue dengan total nilai Rp24,17 triliun,” ujar Nyoman.
Selain itu, untuk penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), terdapat 43 emisi dari 33 penerbit EBUS yang sedang dalam antrean di BEI.
“Hingga saat ini, telah diterbitkan 37 emisi dari 27 penerbit EBUS dengan dana yang berhasil dihimpun sebesar Rp39,9 triliun,” jelas Nyoman.
Pasar modal Indonesia optimistis bahwa jumlah perusahaan tercatat di BEI dapat mencapai 1.000 emiten pada tahun ini. Per 30 April 2024, sudah terdapat 17 perusahaan baru yang menggelar IPO.
Jumlah investor di pasar modal Indonesia juga mengalami peningkatan signifikan. Tercatat sebanyak 11,63 juta Single Investor Identification (SID) per 30 April 2024, dibandingkan 10,75 juta SID pada akhir tahun 2023.
Kurangi Volatilitas Pasar
Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Papan Pemantauan Khusus (PPK) Tahap II untuk Mengurangi Volatilitas Pasar
Pada Senin, 25 Maret 2024, BEI secara resmi meluncurkan papan pemantauan khusus (PPK) tahap II full call auction. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk mengurangi volatilitas pasar saham dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi investor untuk berpartisipasi dalam perdagangan saham.
Oktavianus Audi, Kepala Divisi Literasi dan Pendidikan Pelanggan Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyambut langkah ini, namun juga menyuarakan kekhawatiran.
Dia menyoroti bahwa full auction pada PPK dapat menimbulkan ketidakpastian harga saham, terutama jika harga terbentuk di bawah Rp50, bergantung pada penawaran dan permintaan di pasar.
“Investor merespons dengan khawatir karena ada potensi pembentukan harga di bawah Rp50, tergantung pada pasokan dan permintaan di pasar,” jelasnya kepada Kabar Bursa, pada 28 Maret 2024.
Dia juga mengantisipasi dampak negatif terhadap emiten yang masuk dalam PPK, mengingat skema lelang ini dianggap kurang transparan oleh investor dalam membentuk penawaran dan permintaan.
“Mungkin ada tekanan pada saham-saham yang masuk dalam PPK,” tambahnya.
BEI mencatat ada total 219 emiten yang masuk dalam daftar PPK, termasuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP), PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), dan PT Mahaka Media Tbk. (ABBA).
Papan Pemantauan Khusus
Dalam upaya untuk meningkatkan transparansi dan keamanan dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Direktur Penilaian Perusahaan PT BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengingatkan pentingnya dari Papan Pemantauan Khusus.
Menurutnya, penerapan Papan Pemantauan Khusus memiliki tujuan yang jelas. Pertama, untuk melindungi investor dengan menempatkan saham-saham yang memenuhi kriteria tertentu di Papan Pencatatan terpisah, sehingga investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih terinformasi. Seperti keterangannya di Jakarta, Jumat 5 April 2024.
Kedua, untuk meningkatkan transaksi dan likuiditas perdagangan, terutama untuk saham dengan frekuensi perdagangan rendah dan harga saham di bawah Rp50.
Selanjutnya, untuk mengendalikan volatilitas dengan menerapkan Auto Rejection yang lebih ketat, serta menerapkan praktik terbaik dan standar umum yang berlaku di bursa lain.
Selain itu, memberikan kesempatan kepada investor untuk melakukan transaksi sebelum saham dikenakan suspensi atau delisting, dan meningkatkan transparansi mengenai kondisi perusahaan yang tercatat.
Yang tak kalah pentingnya, Papan Pemantauan Khusus bertujuan untuk meminimalisir manipulasi harga dan memperbaiki proses price discovery, terutama untuk saham-saham dengan likuiditas rendah melalui perdagangan secara Periodic Call Auction.