KABARBURSA.COM-PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit, telah mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (Capex) sebesar Rp 1,5 triliun untuk tahun 2024.
Menurut Direktur Utama Astra Agro Lestari, Santosa, sebagian besar dana Capex tersebut akan digunakan untuk peremajaan dan perawatan tanaman kelapa sawit yang sudah tua atau belum menghasilkan.
"Dana Capex kami untuk tahun 2024 sekitar Rp 1,5 triliun, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 1,4 triliun," ujar Santosa dalam acara Talk with CEO di Bandung, dikutip Sabtu 17 Februari 2024.
Santosa menjelaskan bahwa replanting tanaman sawit yang terencana sangat penting untuk mencegah penurunan produksi secara signifikan dan menjaga stabilitas produksi kelapa sawit.
"Dengan asumsi harga saat ini, kami masih bisa membagikan dividen. Perusahaan telah berusia 36 tahun, oleh karena itu kami harus membagikan dividen," tambahnya.
Replanting tersebut akan difokuskan pada tanaman kelapa sawit dengan produktivitas rendah. Pada tahun 2022, yield Tandan Buah Sugar (TBS) AALI sekitar 16 ton per hektar, sedangkan pada tahun 2023 meningkat menjadi 17 ton per hektar.
Program replanting ini juga bertujuan untuk menstabilkan produksi perusahaan yang stagnan dan mengalami penurunan akibat penuaan tanaman kelapa sawit. Proses replanting membutuhkan waktu minimal 3 tahun.
AALI memiliki total 210.000 hektar perkebunan kelapa sawit. Sekitar sepertiga dari total tanaman kelapa sawit tersebut ditanam antara tahun 1994-1997, dan saat ini sudah melewati puncak produksi dan harus diremajakan.
Santosa juga mengungkapkan bahwa selama proses replanting, AALI juga mengandalkan pembelian TBS dari kebun plasma dan petani mitra di sekitar lokasi kebun. Produksi dari kebun inti dan sumber eksternal memiliki perbandingan 50:50.
"Dalam periode ini, AALI harus tetap bertumbuh. Oleh karena itu, strategi kami adalah melakukan trading," tegasnya.
Meskipun produksi AALI pada tahun lalu meningkat sekitar 4,5 persen-5 persen, Santosa menyatakan bahwa kenaikan tersebut tidak terlalu signifikan karena referensi produksi tahun sebelumnya rendah, sehingga pada tahun 2023 merupakan normalisasi.