Logo
>

Ada Apa Ramai-ramai Pemilik EV Ingin Balik ke BBM?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Ada Apa Ramai-ramai Pemilik EV Ingin Balik ke BBM?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan bahwa sekitar 29 persen pemilik mobil listrik di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), tengah mempertimbangkan untuk beralih kembali ke mobil berbahan bakar minyak (BBM). Temuan ini, menurut riset dari McKinsey & Company, dipengaruhi oleh perkembangan politik, khususnya terkait dengan presiden terpilih mendatang.

    Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan, menilai bahwa hasil riset tersebut belum sepenuhnya stabil karena sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang akan diterapkan oleh presiden baru di AS. “Faktor politik, termasuk siapa yang akan menjadi presiden, memengaruhi persepsi dan keputusan para pengguna EV,” ujar Nurul di Jakarta Pusat pada Selasa 30 Juli 2024.

    Di tingkat global, Nurul menekankan pentingnya transisi menuju industri yang lebih berkelanjutan, terutama pergeseran dari bahan bakar fosil ke energi listrik. “Pergeseran ini berpotensi mengurangi emisi karbon sebanyak 30 persen hingga 40 persen. Dampak besar dapat tercapai melalui peralihan yang signifikan,” jelasnya.

    Selain itu, Nurul menyoroti adanya kecenderungan proteksionis di pasar kendaraan. “Negara-negara kini lebih fokus pada kendaraan yang berkelanjutan dan berbasis energi hijau, dengan emisi karbon yang minimal,” tambahnya.

    Menurut laporan McKinsey & Company berjudul McKinsey Mobility Consumer Pulse edisi Juni 2024, sekitar 29 persen pemilik mobil listrik di beberapa negara mempertimbangkan untuk kembali ke mobil berbahan bakar minyak. Survei yang melibatkan lebih dari 3.000 responden dari 15 negara ini mencakup lebih dari 80 persen penjualan mobil global. Negara dengan proporsi tertinggi untuk kembali ke mobil BBM adalah Australia (49 persen), diikuti oleh Amerika Serikat (46 persen), dan Brasil (38 persen).

    Alasan utama yang dikemukakan meliputi fasilitas pengisian listrik yang tidak memadai (3 persen), biaya perawatan yang tinggi (34 persen), dan kesulitan dalam perjalanan jarak jauh (32 persen).

    Di sisi lain, Nurul menilai bahwa pernyataan mantan Presiden AS, Donald Trump, mengenai pencabutan ‘mandatori’ EV pada hari pertama menjabat, lebih bersifat politis. “Ini adalah komoditas politik yang digunakan untuk mempengaruhi pemilih dan mengelola isu. Kandidat presiden membaca tren pasar dan perilaku politik secara dinamis,” tambah Nurul.

    Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, pernyataan Trump terkait pencabutan mandatori EV kemungkinan besar dipengaruhi oleh kepentingan politik dan tekanan dari industri minyak yang melihat EV sebagai ancaman. Trump menggunakan pidato pencalonan untuk mengkritik kebijakan EV Presiden petahana Joe Biden, dengan janji akan mencabut kebijakan tersebut pada hari pertama masa jabatannya.

    “Saya akan mengakhiri mandatori EV pada hari pertama,” ujar Trump dalam pidatonya di Konvensi Nasional Partai Republikan di Milwaukee. “Langkah ini akan menyelamatkan industri otomotif AS dan menghemat ribuan dolar per mobil bagi pelanggan,” tambahnya.

    Menanggapi pernyataan Trump, Presiden Biden melalui akun X resmi menegaskan, “Trump, tidak ada mandatori EV. Manufaktur AS berkembang pesat di bawah pemerintahan saya.”

    Kendaraan listrik (EV) sering dipandang sebagai masa depan industri otomotif, namun kenyataannya, penetrasi mereka ke pasar global menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Meskipun teknologi EV terus berkembang dan semakin banyak diperkenalkan, ada beberapa hambatan yang menghalangi adopsi luas di kalangan konsumen.

    EV Masih Punya Banyak Kelemahan

    Salah satu hambatan utama adalah infrastruktur pengisian yang belum memadai. Banyak wilayah masih kekurangan stasiun pengisian yang memadai, terutama di area pedesaan atau negara berkembang. Ketidakpastian mengenai ketersediaan stasiun pengisian sering menjadi kekhawatiran bagi calon pembeli, yang menganggap EV sebagai pilihan yang kurang praktis dibandingkan dengan kendaraan konvensional.

    Biaya awal untuk membeli EV masih menjadi kendala. Meskipun biaya produksi baterai semakin menurun, harga kendaraan listrik tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar fosil. Ini dapat membatasi daya tarik EV bagi konsumen dengan anggaran terbatas. Meskipun beberapa pemerintah menawarkan insentif dan subsidi untuk mendukung pembelian EV, ketidakpastian tentang masa depan kebijakan ini dapat menambah keraguan.

    Meskipun jangkauan baterai EV telah meningkat secara signifikan, banyak konsumen masih merasa khawatir tentang jarak tempuh yang terbatas dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk mengisi baterai masih lebih lama dibandingkan dengan waktu pengisian bahan bakar konvensional, yang dapat menjadi faktor penghalang, terutama untuk perjalanan jauh.

    Meskipun EV menawarkan keuntungan dari segi perawatan yang lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional, konsumen sering menghadapi tantangan terkait ketersediaan suku cadang dan pusat layanan yang terlatih. Di beberapa wilayah, layanan purna jual untuk EV masih belum berkembang secara memadai, yang dapat menjadi kendala bagi mereka yang memerlukan perawatan atau perbaikan.

    Pasar EV sangat bergantung pada kebijakan pemerintah, seperti insentif pajak dan regulasi emisi. Perubahan kebijakan atau ketidakpastian politik dapat memengaruhi keputusan pembelian konsumen dan strategi perusahaan otomotif. Kestabilan kebijakan menjadi krusial untuk memberikan kepastian kepada pasar dan mendorong adopsi EV yang lebih luas.

    Terakhir, kendaraan berbahan bakar minyak terus berkembang dengan teknologi efisiensi bahan bakar yang semakin baik. Dalam beberapa kasus, kemajuan ini dapat membuat kendaraan konvensional semakin menarik dibandingkan dengan EV, terutama bagi konsumen yang lebih memilih stabilitas harga bahan bakar dan infrastruktur yang mapan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi