KABARBURSA.COM - Harga saham Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) saat ini tengah berada di bawah tekanan. Saham emiten batu bara tersebut diperdagangkan di kisaran Rp1.885 per saham.
Namun, di tengah koreksi tersebut, konsensus analis justru tetap memperlihatkan nada optimistis. Rata-rata target harga yang dirilis oleh Bloomberg berada di level Rp2.457 per saham. Nilai ini mencerminkan potensi kenaikan sekitar 30 persen dari posisi saat ini.
Pengamat pasar modal Hendra Wardana, dalam risetnya Selasa, 22 juli 2025, menjelaskan, data tersebut menunjukkan bahwa pasar belum sepenuhnya kehilangan kepercayaan terhadap prospek Adaro.
Bahkan, sejumlah sekuritas papan atas, seperti BRI Danareksa Sekuritas, Macquarie, dan BCA Sekuritas, masih mempertahankan rekomendasi beli (buy) terhadap saham ini.
Hendra melihat bahwa meskipun harga batu bara mengalami fluktuasi sepanjang tahun ini, posisi Adaro sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar Indonesia belum goyah. Perusahaan ini tetap menjadi pemain penting dalam perdagangan komoditas global.
“Minat pelaku pasar juga tercermin dari volume transaksi saham ADRO yang masih tinggi. Dalam satu sesi perdagangan, nilai transaksinya mencapai Rp97,6 miliar,” tulis Hendra.
Ini menjadi indikator bahwa saham ADRO masih aktif diperjualbelikan, dan belum ditinggalkan oleh investor institusi maupun ritel.
Manajer Investasi Global Pertahankan Kepemilikan
Yang menarik, beberapa manajer investasi global justru masih mempertahankan kepemilikan mereka di ADRO, meskipun harga saat ini sudah menyentuh titik yang berada di bawah rata-rata pembelian mereka.
Schroders Plc, misalnya, diketahui memiliki saham ADRO dengan rata-rata akuisisi di Rp2.069. FMR LLC, entitas yang mengelola dana investasi milik Fidelity, juga tercatat masuk di harga rata-rata Rp2.028.
Secara teknis, posisi mereka saat ini sedang dalam kondisi floating loss. Namun yang mencolok adalah sikap mereka, yaitu tetap bertahan. Tidak ada tanda-tanda distribusi besar-besaran dari para pemegang institusi ini.
Bahkan, BlackRock, yaitu pengelola aset terbesar di dunia, diketahui menambah kepemilikannya di ADRO dalam beberapa bulan terakhir.
Di dalam negeri, nama-nama seperti Mirae Asset Sekuritas dan Dana Pensiun SUCOFINDO juga masih terlihat memegang posisi di ADRO. Konsistensi ini bisa menjadi cerminan keyakinan investor institusi terhadap fundamental jangka panjang perusahaan.
Adaro memang bukan hanya perusahaan batu bara konvensional. Perusahaan ini juga tengah melakukan diversifikasi ke sektor energi lain, termasuk energi hijau, sebagai bagian dari strategi transisi jangka panjang.
Proyeksi ke depan masih didorong oleh permintaan global, khususnya dari pasar-pasar ekspor utama seperti India dan Tiongkok.
Dari perspektif makro, ketidakpastian harga komoditas memang menjadi tantangan. Namun, dengan struktur biaya yang relatif efisien dan eksposur ekspor yang kuat, Adaro dinilai mampu bertahan dalam berbagai skenario pasar.
Inilah yang tampaknya menjadi alasan mengapa investor besar belum berpaling.
Kehadiran dan aksi konsisten investor institusi global ini bisa menjadi sinyal penting bagi investor ritel yang tengah mempertimbangkan untuk masuk. Meski bukan berarti harga akan langsung pulih dalam waktu dekat, tetapi keberlanjutan kepercayaan dari fund manager global patut dicatat.
Bagaimanapun, saham yang masih dihargai oleh institusi global meski dalam kondisi tidak menguntungkan, seringkali menyimpan potensi. Tinggal menunggu waktu dan pemicu yang tepat untuk kembali bergerak menuju harga wajarnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.