KABARBURSA.COM - Presiden Prabowo Subianto mengerahkan empat menterinya untuk membantu PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang telah pailit. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal yang bisa mempengaruhi perekonomian bangsa.
Keempat kementerian itu adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan pemerintah akan segera mengambil langkah untuk melindungi karyawan Sritex dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kami akan memastikan operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja tetap aman,” kata Agus Gumiwang.
Namun, untuk cara menyelamatkannya, Agus mengaku saat ini masih dalam tahap pembahasan dan akan disampaikan setelah empat kementerian merumuskan langkah-langkah konkret.
Sritex saat ini memiliki total utang yang melebihi asetnya. Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, total liabilitas Sritex tercatat sebesar USD1,54 miliar atau sekitar Rp24,3 triliun. Sementara itu, aset perusahaannya hanya mencapai USD653,51 juta atau setara dengan Rp10,33 triliun.
Utang tersebut terdiri dari utang jangka pendek sebesar USD106,41 juta dan uang jangka panjangnya sebesar USD1,44 miliar. Komponen utang yang signifikan meliputi utang bank dan obligasi yang telah jatuh tempo, dengan nilai mencapai USD1,36 miliar atau setara dengan Rp21,4 triliun.
Kondisi keuangan yang berat ini telah menyebabkan Sritex mengalami kesulitan likuiditas, hingga akhirnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Perusahaan saat ini sedang melakukan upaya kasasi dan berusaha untuk tetap beroperasi guna memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya.
Berikut adalah daftar utang jangka panjang PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) per Juni 2024 terhadap 28 bank:
- PT BCA Tbk - USD71,309,857
- State Bank of India Singapore Branch - USD43,881,272
- PT Bank QNB Indonesia Tbk - USD36,939,779
- Citibank N.A., Indonesia - USD35,828,895
- PT Bank Mizuho Indonesia - USD33,709,712
- PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk - USD33,270,249
- PT Bank Muamalat Indonesia - USD25,450,735
- PT Bank CIMB Niaga Tbk - USD25,339,757
- PT Bank Maybank Indonesia Tbk - USD25,164,698
- PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah - USD24,802,906
- PT BNI (Persero) Tbk - USD23,807,151
- Bank of China (HKG) Limited - USD21,775,703
- PT Bank KEB Hana Indonesia - USD21,531,858
- Taipei Fubon Commercial Bank Co., Ltd - USD20,000,000
- Woori Bank Singapore Branch - USD19,870,570
- Standard Chartered Bank - USD19,570,364
- PT Bank DBS Indonesia - USD18,238,799
- PT Bank Permata Tbk - USD16,707,799
- PT China Construction Bank Indonesia Tbk - USD14,912,907
- PT Bank DKI - USD9,130,551
- Bank Emirates NBD - USD9,614,459
- ICICI Bank Ltd Singapore Branch - USD6,959,350
- PT Bank CTBC Indonesia - USD6,950,110
- Deutsche Bank AG - USD6,821,159
- PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk - USD4,970,990
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk - USD4,519,552
- PT Bank SBI Indonesia - USD4,380,882
- MUFG Bank Ltd - USD23,777,384
Total utang jangka panjang Sritex terhadap 28 bank ini memberikan gambaran komprehensif tentang komitmen keuangan perusahaan terhadap lembaga perbankan domestik dan internasional.
BCA Buka Suara
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) angkat bicara mengenai status utang PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Sebagai kreditur terbesar dari sisi perbankan terhadap emiten tekstil berkode saham SRIL tersebut, BCA mengungkapkan komitmennya untuk menghormati proses hukum dan siap berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn, dalam pernyataannya menyampaikan bahwa BCA menghargai putusan dari Pengadilan Niaga serta langkah kasasi yang saat ini sedang diajukan oleh pihak debitur, yaitu Sritex.
“BCA terbuka untuk berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk dengan pihak kurator yang ditunjuk oleh pengadilan, dalam rangka mencapai solusi dan/atau penyelesaian terbaik bagi debitur dan seluruh kreditur,” ujar Hera, Minggu, 27 Oktober 2024.
Berdasarkan laporan keuangan Sritex per 30 Juni 2024, total utang Sritex kepada BCA mencapai USD82,68 juta. Utang ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
- Utang Jangka Pendek: Sebesar USD11,37 juta, yang diberikan kepada dua entitas anak perusahaan Sritex, yaitu PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya. Utang-utang ini memiliki jatuh tempo pada 29 Agustus 2027.
- Utang Jangka Panjang: Sebesar USD 71,31 juta, yang merupakan pinjaman langsung kepada Sritex.
Dengan total utang sebesar USD82,68 juta, BCA menjadi kreditur terbesar dari sektor perbankan yang terlibat dalam kasus kepailitan Sritex. Meskipun menghadapi situasi ini, BCA tetap menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan solusi yang menguntungkan semua pihak.
Hera menyebutkan bahwa BCA menghormati keputusan Pengadilan Niaga terkait kasus kepailitan Sritex. Selain itu, pihak BCA juga mendukung langkah hukum kasasi yang sedang dilakukan oleh debitur, Sritex, dalam upaya mencari solusi terbaik.
Dalam hal ini, BCA siap untuk berkoordinasi dengan kurator yang ditunjuk oleh pengadilan serta para pemangku kepentingan lainnya, guna mencari penyelesaian yang optimal bagi debitur dan seluruh kreditur yang ada.
Meskipun menghadapi tantangan dari kasus kepailitan Sritex, Hera menegaskan bahwa kualitas kredit BCA secara umum masih dalam kondisi baik. Hal ini terutama terlihat dari perbaikan Rasio Loan at Risk (LAR) BCA yang terus menunjukkan perbaikan hingga September 2024. Rasio LAR BCA tercatat sebesar 6,1 persen pada sembilan bulan pertama 2024, membaik dari posisi tahun sebelumnya yang berada di angka 7,9 persen.
Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) BCA juga tetap terjaga pada level yang sehat, yaitu 2,1 persen. Hal ini mencerminkan pengelolaan risiko kredit yang baik oleh BCA, meskipun menghadapi tantangan dari beberapa debitur bermasalah.
Hera juga menambahkan bahwa pencadangan untuk LAR dan NPL berada pada tingkat yang memadai, masing-masing sebesar 73,5 persen untuk LAR dan 193,9 persen untuk NPL. Dengan rasio pencadangan yang memadai ini, BCA tetap optimis dalam menghadapi potensi risiko kredit yang mungkin timbul dari situasi seperti kepailitan Sritex.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.