KABARBURSA.COM - Rupiah berhasil menguat untuk pertama kalinya dalam "pekan berdarah" ini setelah dua hari perdagangan berturut-turut di mana nilai tukarnya jatuh dan menyentuh level terlemah dalam empat tahun terakhir.
Pada penutupan perdagangan di pasar spot pada Kamis 18 April 2024, rupiah ditutup menguat sebesar 0,25 persen menjadi Rp16.179/USD. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI), JISDOR, juga mengalami kenaikan sebesar 63 poin menjadi Rp16.177/USD.
Penguatan rupiah terjadi sejak pembukaan pasar seiring dengan pemulihan mayoritas mata uang Asia hari itu.
Won Korea Selatan menguat sebesar 0,97 persen, dolar Taiwan sebesar 0,29 persen, dan rupiah sebesar 0,25 persen, diikuti oleh ringgit Malaysia sebesar 0,2 persen dan peso Filipina sebesar 0,02 persen. Sementara itu, mata uang Asia lainnya seperti baht Thailand masih mengalami pelemahan sebesar 0,12m persen, dan dong Vietnam sebesar 0,05 persen.
Penguatan rupiah dan sebagian besar mata uang Asia didorong oleh pemulihan di pasar surat utang global dan domestik. Yield surat utang Amerika, Treasury, terus mengalami penurunan di semua tenor, dengan UST-10Y saat ini berada di 4,56 persen.
Sentimen beli di pasar surat utang menjalar pula di pasar domestik. Surat utang negara rupiah (INDOGB) bergerak menguat terutama di tenor menengah 5Y yang turun imbal hasilnya 4,4 bps. Tenor 15Y dan 30Y juga turun 4 bps dan 2 bps.
Sedangkan tenor 7Y masih melanjutkan tekanan harga di mana yield-nya melesat 10,3 bps ke 6,79 bps. Tenor 2Y juga masih naik 6 bps ke 6,52 persen.
Pasar saham juga sedikit naik di mana Indeks Harga Saham Gabungan berhasil ditutup menguat 0,5 persen setelah melemah dua hari berturut-turut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers insidental sore ini meminta perusahaan-perusahaan pelat merah BUMN untuk menahan diri dalam memborong dolar AS berjumlah besar di tengah tekanan yang dihadapi oleh rupiah.
Pemerintah RI melihat ketegangan di Timur Tengah sudah mulai mereda dan gangguan terhadap rantai pasok juga berkurang. Selain itu, dari sisi fundamental, perekonomian RI dinilai cukup kuat terindikasi dari kepercayaan investor yang masih besar.
Airlangga juga menyebut, depresiasi rupiah terjadi bersamaan dengan tekanan yang juga dialami oleh mata uang negara berkembang lain bahkan pelemahan rupiah diklaim masih lebih 'mendingan'.