Logo
>

Aksi Pushback Hambat Emas BRMS di Tengah Laba Melejit

Laba BRMS melonjak 123 persen, tapi produksi tertekan akibat proyek ekspansi Poboya. Fase transisi ini jadi ujian strategis menuju “dekade emas” bagi perusahaan tambang tersebut.

Ditulis oleh Yunila Wati
Aksi Pushback Hambat Emas BRMS di Tengah Laba Melejit
Ilustrasi PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). (Foto: AI untuk KabarBursa)

KABARBURSA.COM – PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) mencatatkan kinerja keuangan kuartal ketiga 2025 yang mencolok sekaligus paradoksal. Mengapa demikian? Laba bersihnya melonjak 123 persen secara tahunan (yoy) menjadi USD15 juta, namun perusahaan tengah menghadapi fase jeda produksi akibat proyek ekspansi besar yang belum sepenuhnya rampung. 

Lonjakan laba itu bukan kebetulan, namun diperoleh dari kombinasi harga jual emas yang lebih tinggi, volume penjualan yang meningkat, dan ketiadaan biaya non-recurring. Biaya ini sempat menekan kinerja pada kuartal sebelumnya.

Secara kumulatif, kinerja sembilan bulan pertama BRMS di tahun ini memperlihatkan kekuatan yang impresif. Laba bersih mencapai USD38 juta, naik 142 persen yoy. Kenaikan ini sudah memenuhi 80 persen dari proyeksi penuh tahun UOB Kay Hian, yang artinya berada di atas ekspektasi pasar. 

Katalis utama datang dari kenaikan harga jual rata-rata (ASP) emas sebesar 5,7 persen kuartalan dan volume penjualan yang meningkat menjadi 17.500 ons. 

Namun, meski performa jangka pendek terlihat kuat, UOB memperingatkan adanya “kemunduran sementara” pada kuartal keempat akibat kegiatan pushback tambang hingga awal 2026. Kegiatan ini berpotensi menurunkan kadar bijih emas dan volume produksi.

Upgrade CIL Poboya Kurangi Produksi Jangka Pendek

Dalam pandangan strategis, BRMS tengah berada dalam fase transformasi struktural. Perusahaan sedang melakukan upgrade pabrik CIL pertama di Poboya. Upgrade ini dilakukan dengan menaikkan kapasitas dari 500 ton per hari menjadi 2.000 ton per hari.

Adapun upgrade ditargetkan rampung pada paruh kedua 2026. Selama masa peningkatan kapasitas ini, pabrik tersebut tidak beroperasi penuh, sehingga volume produksi jangka pendek berkurang. 

Sebagai kompensasi, pabrik CIL kedua yang sudah beroperasi sejak pertengahan 2025 kini berkapasitas sekitar 4.500 ton per hari, menjadi penopang utama produksi sementara.

Yang lebih menarik, proyek tambang bawah tanah (underground mine) di Poboya, yang dikelola oleh PT Macmahon Indonesia, mulai menunjukkan kemajuan signifikan. Proyek tersebut diperkirakan akan mulai berproduksi pada pertengahan 2027. 

Saat itu, BRMS akan mulai memproses bijih emas dengan kadar jauh lebih tinggi, yakni 3,5–4,9 gram per ton, dibandingkan 1,5 gram per ton saat ini. Kombinasi antara peningkatan kapasitas pabrik dan eksploitasi bijih berkadar tinggi inilah yang menjadi alasan UOB menaikkan proyeksi produksi 2030. Kenaikan itu sebesar 27 persen dibandingkan estimasi sebelumnya, atau menjadi 246.000 ons emas.

Kinerja finansial BRMS kini memasuki jalur re-rating jangka panjang. Pendapatan diperkirakan melonjak dari USD237 juta pada 2025 menjadi USD361 juta pada 2027, dengan margin EBITDA yang menguat dari 38,2 persen menjadi 43,5 persen. 

Rasio Utang Terhadap Ekuitas Melambung

Namun di sisi lain, struktur biaya perusahaan akan lebih berat karena kenaikan beban bunga dan depresiasi akibat peningkatan aset tetap. Rasio utang terhadap ekuitas yang sebelumnya hanya 9 persen pada 2024, naik tajam menjadi 33,8 persen di 2025, dan diproyeksikan menembus 43,6 persen pada 2027. 

Artinya, ekspansi ambisius BRMS menuntut keseimbangan antara agresivitas investasi dan disiplin modal agar tidak menekan arus kas jangka menengah.

Secara valuasi, UOB Kay Hian tetap mempertahankan rekomendasi BUY untuk saham BRMS dengan target harga yang dinaikkan signifikan ke Rp1.080 per saham dari Rp610 sebelumnya. 

Valuasi ini merefleksikan rerating struktural terhadap prospek jangka panjang BRMS, yang kini dilihat bukan sekadar sebagai perusahaan tambang emas menengah, melainkan kandidat kuat untuk naik kelas menjadi pemain utama dalam siklus “dekade emas” komoditas logam mulia. 

Dengan kapitalisasi pasar sekitar USD8 miliar dan free float 32,85 persen, BRMS bahkan dipandang berpotensi masuk MSCI Indonesia Index, karena sudah mendekati ambang batas kapitalisasi terkecil konstituen indeks, yakni USD1,56 miliar.

Aktivitas Pushback bisa Tekan Volume Jangka Pendel

Meski masa depan BRMS terlihat cerah, proyeksi ini tidak tanpa risiko. Aktivitas pushback yang berkepanjangan bisa menekan volume jangka pendek. Di sini, keberhasilan ekspansi sangat bergantung pada ketepatan waktu penyelesaian proyek CIL serta kesiapan infrastruktur tambang bawah tanah.

Rasio utang yang meningkat juga berarti sensitivitas terhadap perubahan suku bunga global akan lebih tinggi, sementara kemampuan menghasilkan arus kas bebas masih harus dibuktikan.

Namun jika semua proyek berjalan sesuai rencana, BRMS akan berubah dari perusahaan yang bergantung pada tambang emas terbuka menjadi entitas multi-komoditas berkapasitas besar dengan margin tinggi dan potensi tembaga yang belum tereksplorasi penuh. 

UOB bahkan memproyeksikan bahwa fase 2025–2030 akan menjadi periode pertumbuhan produksi tahunan rata-rata 28,7 persen, dengan laba bersih yang meningkat lebih dari dua kali lipat dalam tiga tahun.

Kesimpulannya, BRMS sedang berada di titik kritis. Di satu sisi menghadapi penurunan jangka pendek akibat ekspansi, namun di sisi lain sedang menyiapkan fondasi bagi satu dekade pertumbuhan baru.

Dengan kombinasi produksi yang meningkat, harga emas global yang masih tinggi, dan prospek tembaga yang menjanjikan, BRMS tampak siap menapaki apa yang oleh UOB disebut sebagai “Golden Decade”, yaitu masa di mana ekspansi jangka pendek berbuah transformasi struktural jangka panjang bagi portofolio tambang Indonesia.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79