KABARBURSA.COM - Syahrul Yasin Limpo (SYL), mantan Menteri Pertanian, kembali memberikan penjelasan yang mencengangkan saat menghadapi pertanyaan dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian periode 2020-2023. SYL menjadi saksi utama dan terdakwa di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
Perdebatan muncul ketika majelis hakim mempertanyakan keberadaan sejumlah amplop yang berisi mata uang rupiah dan asing yang ditemukan di rumah dinas Mentan di Widya Chandra. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sekitar Rp30 miliar selama penggeledahan tersebut.
"Dana yang disita oleh KPK itu merupakan pengumpulan honor selama 30 tahun saya menjabat, mulai dari sekwilda hingga menteri pertanian," ujar SYL pada Senin 24 Juni 2024
SYL bersikeras bahwa seluruh uang tersebut berasal dari honor yang diterimanya selama menjabat sebagai kepala biro, kepala dinas, sekwilda, bupati, wakil gubernur, gubernur, dan menteri pertanian. Semua transaksi dilakukan secara resmi sesuai dengan anggaran lembaga.
"Tidak ada yang dilebih-lebihkan, saya tidak akan melibatkan nama Tuhan dalam hal ini," tambahnya.
Meskipun demikian, SYL mengakui kemungkinan adanya amplop-amplop lain di luar honor yang disebutkan, tetapi dia menegaskan tidak mengetahui adanya uang yang tidak sah di antara tumpukan tersebut.
SYL juga menjelaskan bahwa dia tidak pernah menghitung secara detail semua honor dan pembayaran yang diterimanya sebagai pejabat negara. Uang-uang tersebut umumnya diterima dan diurus oleh para ajudan.
"Tapi saya pastikan, saya akan menolak jika mengetahui adanya pembayaran atau uang yang tidak sah masuk ke dalam kantong saya. Uang yang saya terima sebelumnya, saya taruh di sajadah setelah dua kali solat sebelum memberikannya kepada istri saya," paparnya.
Para hakim merasa janggal karena SYL menyimpan uang tunai dalam amplop terpisah dan tidak mengalirkannya ke dalam rekening tabungan. Jumlahnya juga sangat besar jika dibandingkan dengan honor dan gaji seorang pejabat negara.
"Honor saya banyak," tegas SYL. "Dan kalau dalam dollar, memang kebiasaan saya untuk mempertahankan nilai uang tetap stabil. Saya tidak terbiasa menyimpan uang di perbankan."
Demikianlah klarifikasi SYL di tengah polemik yang semakin mengemuka dalam sidang kasusnya di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
Perlu diketahui, Jumat 13 Oktober 2023 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kasdi Subagyono (KS) sebagai Sekretaris Jenderal, dan Muhammad Hatta (MH) sebagai Direktur Alat dan Mesin Pertanian menjadi sorotan dalam sidang di Gedung KPK Kuningan, Jakarta.
SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian dari tahun 2019 hingga 2024 di Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Selama kepemimpinannya, KS diangkat sebagai Sekretaris Jenderal dan MH sebagai Direktur Alat dan Mesin Pertanian. Kebijakan personal SYL dalam memungut dan menerima setoran uang dari internal Kementan untuk kepentingan pribadi, termasuk keluarganya, menjadi fokus utama dalam kasus ini.
Antara tahun 2020 hingga 2023, SYL memerintahkan KS dan MH untuk melakukan penarikan uang dari unit-unit di Kementan, baik dalam bentuk tunai, transfer bank, maupun pembayaran barang dan jasa. Ada indikasi bahwa uang tersebut berasal dari mark up anggaran Kementerian dan penerimaan dari vendor yang mendapatkan proyek.
SYL, bersama KS dan MH, secara rutin menerima uang dalam pecahan mata uang asing sebagai representasi dari kepercayaan dan instruksi dari SYL. Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi SYL, termasuk pembayaran kartu kredit, cicilan mobil Alphard pribadi, renovasi rumah, perjalanan keluarga dengan pesawat, hingga perawatan kosmetik dengan nilai yang mencapai miliaran rupiah.
Total uang yang terlibat dalam kasus ini mencapai sekitar Rp13,9 miliar, dengan penyelidikan lebih lanjut yang masih terus dilakukan oleh Tim Penyidik. Selain itu, terungkap juga penggunaan uang untuk kepentingan partai NasDem dengan nilai yang signifikan, serta gratifikasi lain yang masih dalam proses pendalaman oleh KPK.
SYL dan MH ditahan oleh KPK selama 20 hari pertama sejak 13 Oktober 2023 di Rutan KPK, dengan dakwaan melanggar Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Pencucian Uang. Proses persidangan akan terus berlanjut untuk mencari keadilan dan kebenaran atas dugaan korupsi yang melibatkan para tersangka ini.
Dalam sidang yang digelar di Gedung KPK Kuningan, Jakarta, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan konstruksi perkara yang melibatkan SYL, KS, dan MH. Mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 12 huruf e dan 128 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 dan/atau 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pengadilan menyoroti bahwa SYL menggunakan jabatannya untuk mengumpulkan dan mengalihkan dana dalam jumlah besar untuk kepentingan pribadi, termasuk melalui manipulasi anggaran dan penarikan uang dari para eksekutif dan pejabat Kementerian Pertanian. KS dan MH, sebagai perpanjangan tangan SYL, dilibatkan dalam proses ini, mengambil peran aktif dalam melakukan instruksi-instruksi yang diberikan oleh SYL.
Dalam persidangan, KPK menunjukkan bukti-bukti yang menegaskan bahwa praktik korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemerintahan. Keterlibatan SYL dalam penggunaan uang untuk kepentingan pribadi, termasuk untuk membiayai gaya hidup yang mewah, seperti perjalanan ke luar negeri dan pembelian barang mewah, menjadi sorotan utama.
Tim penyidik KPK terus mendalami aliran dana dan transaksi keuangan yang terkait dengan kasus ini, dengan harapan dapat mengungkap lebih banyak bukti yang mendukung dakwaan terhadap para tersangka. Dalam beberapa hari ke depan, proses hukum akan terus berlanjut dengan pendalaman penyidikan dan persiapan untuk sidang lanjutan di pengadilan.
Persidangan ini tidak hanya menjadi ujian bagi keadilan di Indonesia tetapi juga sebagai momentum penting untuk menegakkan supremasi hukum dan memastikan akuntabilitas dari para pejabat publik. KPK, sebagai lembaga penegak hukum yang independen, bertekad untuk menuntaskan kasus ini dengan adil dan transparan, demi kepentingan negara dan kepercayaan publik yang lebih besar. (*)
Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia
dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu.
Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional.
Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.