Logo
>

Ancaman PHK Masih Mengintai, begini Perjuangan IDXTekstil

Ditulis oleh Yunila Wati
Ancaman PHK Masih Mengintai, begini Perjuangan IDXTekstil

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Hari ini, sejumlah pekerja tekstil di Indonesia melakukan unjuk rasa, menuntut pemerintah merevisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024, tentang Relaksasi Impor. Peraturan tersebut dianggap sebagai triger factor matinya sejumlah industri tekstil lokal yang berujung pada pemecatan ribuan bahkan ratusan ribu karyawan-karyawan di bidang tekstil.

    Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Ndari Surjaningsih, mengungkapkan bahwa tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil disebabkan oleh kesulitan memperoleh bahan baku dan penurunan permintaan. Hal ini disampaikannya dalam acara Update Informasi dan Perkembangan Ekonomi Regional Jateng di Semarang, Selasa, 25 Juni 2024.

    Menurut Ndari, kondisi ekonomi global yang belum pulih sepenuhnya ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat di berbagai negara, serta dampak permasalahan geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina. Hal ini turut mempengaruhi kinerja komoditas tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki. "Banyaknya PHK di industri TPT dan alas kaki tidak lepas dari penurunan permintaan dari negara-negara 'buyer'," katanya.

    Beberapa negara, terutama yang menjadi tujuan ekspor utama, masih mengalami inflasi tinggi, sehingga permintaan terhadap produk tekstil dan alas kaki menurun. Ekspor TPT dan alas kaki dari Jawa Tengah ke Eropa menurun sebesar 24 persen pada 2023, demikian juga dengan ekspor ke Amerika.

    Selain itu, industri TPT juga menghadapi kendala dalam memperoleh bahan baku. Kebijakan pemerintah yang membatasi impor bahan baku memperburuk kondisi, sementara impor ilegal masih terjadi. Ndari menyebut bahwa beberapa produsen alas kaki di Indonesia masih harus mengimpor bahan baku, tetapi kebijakan impor yang ketat mempersulit proses ini.

    Menurut data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah, setidaknya 7.437 pekerja terkena PHK di wilayah tersebut tahun ini akibat penutupan beberapa perusahaan, termasuk PT Semar Mas Garmen di Boyolali, PT Cahaya Timur Garmindo di Pemalang, dan PT S. Dupantec di Kabupaten Pekalongan. Angka ini hampir sama dengan tahun 2023 yang mencapai 8.588 pekerja.

    Beberapa perusahaan tekstil yang masih beroperasi juga melakukan PHK, seperti PT Apac Inti Corpora di Bawen yang mem-PHK 1.000 karyawan pada tahun 2023. Kondisi ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi industri tekstil di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan impor yang ketat.

    Kinerja dan Produksi Menurun

    Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tengah mendapat perhatian dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Ketua Umum Kadin, Arsjad Rasjid, mengungkapkan bahwa meskipun sektor ini sedang menghadapi berbagai tantangan, tidak semua subsektor industri mengalami tekanan yang sama. Hal ini terlihat dari pertumbuhan makroekonomi yang tetap positif.

    "Apakah benar industri tekstil kita sedang menurun? Tapi kita juga harus mempertanyakan bagaimana dengan situasi impor? Bagaimana pembatasan impor diterapkan?" ujar Arsjad di Menara Kadin pada Selasa (25/6/2024). Menurutnya, kondisi ini diperburuk oleh oknum-oknum yang mempermudah masuknya barang impor tekstil secara ilegal, yang berdampak signifikan pada usaha kecil dan menengah (UMKM).

    Arsjad menegaskan bahwa bukan hanya pabrikan besar yang terdampak oleh banjir impor, tetapi juga industri rumahan. "Jangan sampai barang dari negara-negara tertentu masuk dengan bebas karena ulah oknum, yang kemudian berdampak pada industri tekstil yang sangat rentan," ujarnya.

    Lebih lanjut, Arsjad mengungkapkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga mempengaruhi industri manufaktur nasional. Dia menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif pada bea masuk dan perizinan impor, terutama bagi industri yang berorientasi ekspor dan membutuhkan bahan baku impor. Banyak industri lokal masih bergantung pada bahan baku impor, sehingga insentif ini penting untuk mendukung mereka.

    "Untuk impor dan ekspor, mungkin biaya bea masuk bisa dijadikan nol. Ini akan sangat membantu. Oleh karena itu, kita perlu instrumen-instrumen yang mendukung penguatan sektor manufaktur, bukan hanya dari sisi nilai tukar, tetapi juga dengan berhati-hati dalam setiap kebijakan," pungkasnya.

    Dengan demikian, Arsjad berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih pada regulasi impor dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan di industri tekstil dan produk tekstil saat ini.

    Kondisi Emiten Tekstil

    PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menghadapi isu kebangkrutan di tengah tantangan yang melanda industri tekstil dalam negeri. Jauh sebelum isu ini mencuat, perdagangan saham Sritex telah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021. Dengan demikian, per Juni 2024, suspensi terhadap saham Sritex telah berlangsung selama 36 bulan.

    Suspensi ini awalnya diberikan akibat penundaan pembayaran pokok dan bunga Medium Term Note (MTN) Sritex tahap III 2018 ke-6 (USD-SRIL01X3MF). Awalnya, suspensi dijadwalkan hingga 18 Mei 2023, yang berarti selama 24 bulan. Namun, Sritex tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat waktu, sehingga BEI beberapa kali mengeluarkan surat peringatan tentang potensi delisting bagi emiten sektor tekstil ini.

    Ketentuan delisting berlaku jika saham perusahaan disuspensi selama 24 bulan dan kondisi perusahaan mengalami pengaruh negatif yang signifikan terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial maupun hukum. "Sehubungan dengan hal tersebut di atas, masa suspensi saham PT Sri Rejeki Isman Tbk. telah mencapai 30 bulan pada 18 November 2023," demikian pengumuman dari BEI.

    Sritex saat ini menghadapi tumpukan utang yang besar. Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, total liabilitas perusahaan tercatat sebesar USD1,54 miliar. Utang tersebut terbagi atas jangka pendek sebesar USD106,41 juta dan jangka panjang sebesar USD1,44 miliar, yang didominasi oleh utang bank dan obligasi. Sementara itu, total aset perusahaan hanya sebesar USD653,51 juta (sekitar Rp10,33 triliun).

    Meski demikian, Sritex membantah isu kebangkrutan ini. Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, menyatakan bahwa perusahaan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan. "Tidak benar (bangkrut), karena perusahaan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan," ujar Welly dalam keterangannya di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia pada 22 Juni lalu.

    Welly menjelaskan bahwa penurunan pendapatan Sritex disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19 dan persaingan ketat di industri tekstil global. Kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan konflik Israel-Palestina juga mengganggu rantai pasokan dan menurunkan ekspor, karena terjadi pergeseran prioritas di Eropa dan AS. Selain itu, over supply tekstil di China menyebabkan dumping harga, yang mana produk-produk ini menyebar ke negara-negara dengan aturan impor yang longgar, termasuk Indonesia.

    Kendati demikian, Sritex tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha dan operasional menggunakan kas internal serta dukungan sponsor.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79