KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi kebutuhan anggaran subsidi listrik di tahun 2025 bisa mencapai Rp88,36 triliun, meningkat sebesar Rp15,12 triliun dibandingkan alokasi subsidi listrik di tahun 2024.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu, menjelaskan bahwa penghitungan anggaran subsidi listrik didasarkan pada asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN. Asumsi tersebut mencakup kurs, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), inflasi, harga bahan bakar, penjualan, hingga susut jaringan.
“Berdasarkan penghitungan, subsidi listrik pada tahun 2025 diperkirakan berkisar antara Rp83,02 triliun hingga Rp88,36 triliun,” kata Jisman, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Senin, 3 Juni 2024.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan alokasi subsidi listrik tahun ini yang ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar Rp73,24 triliun.
“Usulan kebutuhan subsidi listrik sesuai dengan RAPBN 2025 lebih tinggi dibandingkan APBN 2024, yang antara lain disebabkan oleh kenaikan asumsi makro, penjualan, persentase BBM, dan harga bahan bakar," jelasnya.
Jisman menuturkan bahwa biaya pokok produksi (BPP) tenaga listrik yang dihasilkan PLN cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini seiring dengan tren kenaikan kurs, ICP, biaya bahan bakar, serta pembelian tenaga listrik dari swasta atau IPP.
Meski begitu, kata dia, pemerintah terus berupaya untuk mengendalikan besaran anggaran subsidi listrik dengan menerapkan subsidi tepat sasaran dan pengendalian BPP tenaga listrik.
“Pengendalian BPP ini melalui pengaturan specific fuel consumption (SFC), susut jaringan, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT), dan domestic market obligation (DMO),” jelas Jisman.
Dalam rencana subsidi listrik tahun 2025, alokasi anggaran ini akan menyasar sekitar 42,08 juta pelanggan. Mayoritas terdiri dari pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA dan 900 VA, yang sekaligus menjadi porsi terbesar mencapai 35,22 juta pelanggan. Sisanya terdiri dari pelanggan industri kecil seperti percetakan dan gudang, bisnis kecil seperti pabrik garam dan kopi, pemerintah seperti kantor kepala desa, sosial seperti rumah sakit, rumah ibadah, panti asuhan, serta traksi seperti KRL.
Peningkatan anggaran ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam memastikan keberlanjutan pasokan listrik yang terjangkau bagi masyarakat luas, khususnya kelompok rumah tangga dan usaha kecil yang sangat bergantung pada stabilitas biaya listrik untuk operasional mereka.
Pemerintah juga menekankan pentingnya kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan ekonomi makro untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan subsidi dan efisiensi pengeluaran negara.
Sementara, soal kemungkinan adanya kenaikan harga dasar Listrik (TDL/tariff adjustment) setelah Juni 2024, atau kuartal III-2024, Jisman P Hutajulu mengatakan bahwa saat ini belum ada kepastian mengenai keputusan pemerintah untuk menaikkan, menurunkan, atau menahan tarif dasar listrik ke depannya.
“Belum bisa dijawab itu, tunggu saja nanti,” ujar Jisman di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 3 Juni 2024.
Dia hanya memastikan bahwa tarif dasar listrik tidak akan naik hingga Juni 2024, sejalan dengan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Kan sudah ditetapkan sebelumnya, tidak ada kenaikan sampai Juni,” kata Jisman.
Dalam sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Jokowi pada 26 Februari 2024, diputuskan untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga Juni 2024. Keputusan ini juga berlaku untuk harga bahan bakar minyak (BBM) hingga periode yang sama.
Berdasarkan catatan yang ada, setelah menaikkan tarif listrik nonsubsidi mulai Juli 2022 atau kuartal III-2022, pemerintah terus menahan tarif listrik hingga Juni 2024 atau kuartal II-2024. Kini masyarakat tengah menanti keputusan pemerintah untuk penetapan tarif listrik pada kuartal III-2024.
Penyesuaian tarif listrik memang dilakukan setiap tiga bulan untuk pelanggan non-subsidi, mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023.
Penetapan tarif mempertimbangkan perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro, yaitu kurs, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), inflasi, serta Harga Batubara Acuan (HBA).
Data Subsidi Listrik Pemerintah Tidak Akurat
Pada 2022 lalu, Kementerian ESDM mengakui adanya ketidaktepatan dalam pemberian subsidi listrik kepada 6,1 juta pelanggan.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, menyatakan bahwa pemerintah selama ini memberikan subsidi kepada seluruh pelanggan rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Total pelanggan 450 VA tercatat sebanyak 24,3 juta saat ini. Namun, hanya 9,5 juta pelanggan yang masuk dalam DTKS,” ujar Agung.
Pemerintah sedang melakukan survei terhadap 14,8 juta pelanggan 450 VA yang tidak tercatat dalam DTKS. Sejauh ini, baru 12,2 juta pelanggan yang selesai disurvei.
Hasil survei menunjukkan bahwa hanya 50,1 persen dari pelanggan yang disurvei tersebut yang sebenarnya berhak menerima subsidi listrik. Sebaliknya, 49,9 persen atau sekitar 6,1 juta pelanggan dinyatakan tidak berhak menerima subsidi.
“Saat ini telah dilakukan survei untuk 12,2 juta dan menghasilkan sekitar 50,1 persen yang berhak menerima subsidi, dan sekitar 49,9 persen atau 6,1 juta yang ditengarai tidak tepat sasaran. Angka ini berpotensi bertambah sampai survei dilakukan seluruhnya,” kata Agung. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.