KABARBURSA.COM - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI mengungkapkan alasan di balik keterlambatan publikasi laporan keuangan semester I 2024. Laporan ini adalah yang terakhir dipublikasikan jika dibandingkan dengan tiga bank besar lainnya.
Direktur Keuangan BNI, Novita Widya Anggraini, menjelaskan bahwa keterlambatan ini disebabkan oleh adanya penelaahan secara terbatas atau limited review pada laporan keuangan. Meski demikian, proses ini tetap sesuai dengan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.03/2019 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank.
“Pelaksanaan limited review ini merupakan bagian dari aksi korporasi yang bertujuan untuk memperkuat anak perusahaan kami, yang tentunya sudah termasuk dalam rencana bisnis bank tahun ini,” jelasnya dalam konferensi pers virtual, dikutip Jumat, 23 Agustus 2024.
Selain itu, Novita juga menyebutkan bahwa kondisi ekonomi global yang masih tidak stabil memberikan tambahan manfaat dari laporan keuangan yang menjalani limited review, terutama jika perusahaan perlu memperoleh likuiditas dari pasar melalui instrumen pasar modal.
“Langkah ini lebih bersifat antisipatif dengan memperhatikan perkembangan kondisi makroekonomi dan kebutuhan likuiditas,” tambahnya.
Kinerja Keuangan BBNI
BNI berhasil mencatat laba bersih sebesar Rp10,7 triliun untuk periode Januari-Juni 2024, yang meningkat 3,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Peningkatan laba ini didukung oleh pertumbuhan kredit yang naik 11,7 persen yoy menjadi Rp727 triliun pada akhir Juni 2024. Penyaluran kredit atau loan disbursement BNI (bank saja) selama semester I 2024 mencapai Rp171 triliun, naik 48 persen dibandingkan semester I 2023.
“Kami fokus pada ekspansi kredit kepada debitur top tier di berbagai industri dan regional, serta mengoptimalkan bisnis dari ekosistem debitur, sehingga mendorong pertumbuhan kredit di segmen lainnya, seperti kredit konsumer yang tumbuh hingga 15,1 persen yoy,” ungkap Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar.
Kinerja kredit BBNI masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata perbankan nasional. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), kredit perbankan pada Mei 2024 tumbuh sebesar 12,15 persen, yang lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 13,09 persen. Pertumbuhan ini menjadi yang tertinggi dalam sektor perbankan selama lima tahun terakhir.
Dari penyaluran kredit tersebut, BNI berhasil mengumpulkan pendapatan bunga sebesar Rp 26,09 triliun, meningkat 4,82 persen (yoy) pada Mei 2024. Sayangnya, beban bunga juga meningkat tajam hingga 36,76 persen (yoy) menjadi Rp 10,80 triliun.
BBNI telah menjelaskan bahwa biaya dana pihak ketiga (cost of third-party funds) terus meningkat sejak akhir 2022 hingga saat ini. Rata-rata biaya dana pihak ketiga BBNI telah meningkat 139 basis poin (bps) dari 1,40 persen pada kuartal III-2022 menjadi 2,79 persen pada kuartal I 2024.
Peningkatan biaya dana ini sejalan dengan kenaikan BI Rate yang dimulai pada Agustus 2022, yang telah meningkat sebesar 275 basis poin, dari 3,50 persen menjadi 6,25 persen. Hal ini berkontribusi pada penurunan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII), yang tercatat turun 10,04 persen (yoy) menjadi Rp 15,28 triliun pada Mei 2024.
Namun, ada kabar baik dari sisi beban operasional lainnya, yang tercatat lebih rendah atau turun 23,90 persen (yoy) menjadi Rp 5,05 triliun. Penurunan ini terutama didukung oleh pengurangan kerugian dari penurunan nilai wajar aset keuangan dan pengurangan beban penurunan nilai (impairment). Sementara itu, pendapatan dari komisi, provisi, dan fee administrasi tetap menunjukkan pertumbuhan positif.
Di sisi lain, BNI terus melanjutkan upayanya untuk melakukan diversifikasi pendanaan di tengah tantangan tingginya biaya dana (cost of fund/CoF) perbankan saat ini. Selain diversifikasi melalui penerbitan obligasi global, BNI juga terus memperkuat komposisi dana murah (current account saving account/CASA) dalam dana pihak ketiga (DPK).
Pada Mei 2024, CASA BNI berhasil meningkat menjadi 70,91 persen, naik 66 basis poin dari posisi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 70,25 persen. Rasio CASA ini juga lebih tinggi dibandingkan Mei 2023 yang tercatat sebesar 69,73 persen.
Secara nominal, CASA tumbuh 9,03 persen (yoy) menjadi Rp 559,11 triliun, dengan peningkatan utama berasal dari instrumen giro yang naik 13,81 persen (yoy) menjadi Rp 323,44 triliun. Namun, laju pertumbuhan giro melambat dibandingkan April 2024 yang naik 20,45 persen (yoy).
Sedangkan, tabungan di BNI naik 3,10 persen menjadi Rp 235,66 triliun pada Mei 2024. Pertumbuhan tabungan ini sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencapai 3,05 persen.
Sementara itu, DPK dari instrumen deposito naik sebesar 3,05 persen (yoy) menjadi Rp 229,34 triliun pada Mei 2024. Instrumen dengan biaya dana yang lebih tinggi ini menunjukkan perlambatan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 8,88 persen. (*)