KABARBURSA.COM - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik rencana pemerintah dalam pengenaan bea masuk 200 persen terhadap produk impor asal China.
Wakil Ketua Umum API, David Leonardi mengatakan wacana kebijakan tersebut menegaskan jika pemerintah serius dalam lindungi industri tekstil lokal.
"Kebijakan yang tujuan untuk melindungi industri dan IKM (Industri Kecil Menengah) tekstil dari serbuan dumping sangat disambut dengan baik," kata David kepada Kabar Bursa, Kamis, 4 Juli 2024.
Untuk menindaklanjuti, David menyebut pihaknya berencana menemui pemerintah pada pekan depan untuk membicarakan perihal kebijakan ini.
"Minggu depan kami berencana untuk membicarakan hal ini lagi dengan pemerintah," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, pengenaan bea masuk hingga 200 persen pada barang-barang asal China merupakan respons terhadap perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).
Perang dagang antara China dan AS telah menyebabkan over capacity dan over supply di China, yang berimbas pada membanjirnya produk-produk seperti pakaian, baja, dan tekstil ke Indonesia. Hal ini terjadi karena pasar negara-negara Barat menolak produk-produk tersebut.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, mengimbau agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta kementerian/lembaga terkait melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan dalam penyusunan kebijakan tersebut.
Menurut Yukki, keterlibatan ini krusial guna penyempurnaan kebijakan dan mengantisipasi dampak yang mungkin timbul.
“Kadin Indonesia menghimbau agar Kementerian Perdagangan juga K/L terkait dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog dalam proses penyusunan dan finalisasi kebijakan ini, guna penyempurnaan kebijakan dan agar semua dampak yang mungkin timbul dapat dihindari,” kata Yukki.
Terkait pernyataan tentang produk impor yang membanjiri pasar memang menjadi perhatian serius. Kadin berharap pemerintah menelaah lebih lanjut jenis produk dan jalur masuknya, terutama yang masuk secara ilegal. Agar jalur masuk ilegal (illegal import) yang marak menjadi jalur masuk ke pasar dalam negeri dapat ditindak dengan tegas.
“Kami merekomendasikan pemerintah untuk membentuk Satgas Pemberantasan Impor Ilegal dan penertiban barang impor ilegal yang saat ini sudah berada di tengah masyarakat dengan melibatkan Kadin Indonesia beserta asosiasi dan himpunan,” ujar Yukki.
Kadin juga mengimbau pemerintah tetap mendukung semangat fasilitasi perdagangan dan iklim kemudahan berusaha. Dengan begitu, pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga. Artinya kebijakan apapun yang diambil pemerintah harus memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan daya saing industri nasional.
“Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik.,” tambah Yukki.
Kadin juga meminta peninjauan mendalam terhadap HS Code yang terdampak pada rencana kenaikan bea masuk ini.
Yukki menyebut ini perlu dipertimbangkan agar produk yang belum dapat diproduksi dalam negeri, juga produk dengan spesifikasi yang berbeda dapat dikeluarkan dari HS Code terdampak.
“Sehingga, penerapan bea masuk ini tepat sasaran dan dampak negatif kebijakan terhadap produktivitas industri dapat dihindari yang juga mendukung peningkatan kinerja ekspor,” ujarnya.
Tak hanya itu, Kadin juga mengimbau agar ada pendampingan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perusahaan (KPPU) untuk melakukan penelaahan kebijakan. Ini harus dilakukan sebelum kebijakan tersebut difinalisasi dan disosialisasikan sehingga monopoli ataupun penguasaan oleh golongan tertentu (kartel) dapat dihindari.
Yukki mengatakan, Kadin senantiasa mendukung pemberdayaan UMKM nasional untuk meningkatkan kapasitas bisnis melalui pelatihan, pendampingan, pembukaan akses pasar. Sehingga, dapat berkontribusi pada peningkatan daya saing global yang berorientasi ekspor.
“Oleh karena itu, kami berharap agar rencana kebijakan yang diambil juga turut mempertimbangkan pertumbuhan dunia usaha, khususnya UMKM,” tutup Yukki.
China Lakukan Dumping Produk Keramik
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengungkap adanya tindakan dumping terhadap impor produk ubin keramik dari China. Asaki mendapatkan informasi ini setelah menerima surat dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang menyampaikan Laporan Akhir Penyelidikan Antidumping dan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) pada Selasa, 2 Juli 2024.
“Setelah serangkaian proses penyelidikan dan verifikasi lapangan di Tiongkok, terbukti ada tindakan dumping seperti yang dilaporkan oleh Asaki satu setengah tahun lalu,” ujar Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, dalam keterangannya yang diterima oleh Kabar Bursa, Rabu, 3 Juli 2024.
Edy menjelaskan bahwa besaran BMAD yang diterapkan berkisar antara 100,12 persen hingga 155 persen untuk pihak yang kooperatif dan 199 persen untuk yang tidak kooperatif dalam penyelidikan.
“Ini mencerminkan keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap keberlanjutan industri keramik nasional yang telah mengalami kesulitan akibat serbuan produk impor,” terangnya.
Edy menegaskan bahwa Asaki tidak anti terhadap keramik impor dari China dan tidak melarang impor tersebut. Namun, mereka menyoroti praktik perdagangan tidak adil seperti dumping dan predatory pricing yang merugikan industri keramik dalam negeri.
Oleh karena itu, Edy meminta perhatian dan tindakan cepat dari Menteri Perdagangan (Mendag) dan Menteri Keuangan (Menkeu) untuk segera mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang BMAD bagi produk ubin keramik impor dari China.
Menurut Edy, masa tenggang antara keluarnya surat dari KADI dan penerapan PMK BMAD akan dimanfaatkan oleh importir untuk melakukan impor secara besar-besaran guna menghindari bea masuk yang baru.
“Asaki meyakini bahwa semakin cepat diberlakukannya PMK BMAD akan mendongkrak kembali tingkat utilisasi produksi, yang pada semester pertama tahun 2024 ini turun menjadi 63 persen dibandingkan 69 persen pada 2023 dan 75 persen pada 2022,” jelas Edy.
“Semoga kehadiran antidumping dapat mengembalikan industri keramik ke era kejayaannya pada tahun 2012-2014 di mana tingkat utilisasi mencapai lebih dari 90 persen,” tambahnya.
Impor Keramik China Tak Sesuai SNI
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menemukan 4,57 juta produk keramik alat makan dan minum impor senilai Rp79,90 miliar di sebuah gudang di Surabaya, Jawa Timur, yang tidak memenuhi ketentuan. Produk-produk tersebut tidak memiliki Sertifikat Penggunaan Produk Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI), tidak ada penandaan (label), dan masa berlaku SNI pada beberapa merek telah habis.
Atas temuan ini, Kemendag telah melakukan tindakan pengamanan untuk melindungi konsumen dari bahaya produk keramik yang tidak sesuai standar SNI dan untuk menjaga pasar dalam negeri.
“Berdasarkan hasil pengawasan, terbukti bahwa impor dan perdagangan produk keramik tableware berbagai merek dan tipe asal impor tidak memiliki SPPT-SNI, tidak ada penandaan (label), dan masa berlaku SNI telah habis di sejumlah merek. Oleh karena itu, Kemendag telah mengamankan 4,57 juta produk tersebut senilai Rp79,90 miliar,” ungkap Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, pada Jumat, 21 Juni 2024.
Kata Zulkifli, bahwa tindakan ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak sesuai standar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Maraknya peredaran produk keramik tableware impor yang tidak memenuhi ketentuan dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen dari segi kesehatan, keamanan, keselamatan, serta mengancam industri dalam negeri,” jelasnya.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Moga Simatupang, menambahkan, bahwa setiap pelaku usaha wajib memenuhi ketentuan yang berlaku sebelum memperdagangkan barang untuk melindungi konsumen dari dampak negatif terhadap kesehatan, keamanan, dan keselamatan.
Pelaku usaha yang memperdagangkan barang tidak sesuai ketentuan berpotensi melanggar Pasal 8 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan dapat dikenakan sanksi pidana hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar serta berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Pasal 113 dengan pidana penjara maksimal lima tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.
Moga menekankan bahwa perlindungan konsumen atas perdagangan barang dan/atau jasa harus menjadi komitmen penting bagi pelaku usaha, memastikan seluruh kewajibannya dipenuhi dan barang/jasa yang diperdagangkan sesuai dengan persyaratan teknis yang diwajibkan.
“Segala bentuk pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Ini adalah bukti bahwa Kementerian Perdagangan terus berupaya melindungi konsumen Indonesia dan industri dalam negeri,” tegasnya. (yog/*)