KABARBURSA.COM - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkap ada aplikasi digital yang bisa mengancam keberlangsung UMKM Indonesia. Aplikasi yang dimaksud adalah dari China dan bernama ‘Temu’.
Teten mengungkap itu saat menghadiri rapat kerja dengan DPR RI Komisi VI, Senin awal pekan kemarin.
Teten menyebutkan, aplikasi tersebut menggunakan metode penjualan Factory to Consumer alias penjualan langsung dari pabrik dan kemudian ke konsumen, sehingga harganya sangat murah mengalahkan harga UMKM.
Ia mengatakan dengan masuknya aplikasi tersebut ke 58 negara, apalagi jika hingga masuk ke Indonesia dengan metode Factory to Consumer, bisa berdampak pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia.
Staf Khusus Kementerian Koperasi dan UKM Fiki Satari juga memberikan pernyataan serupa ketika ditanya megenai dampak aplikasi Temu. Menurut dia, Temu harus ditolak, sehingga tidak bisa masuk ke Indonesia. Apalagi, aplikasi tersebut berbenturan dengan regulasi.
“Harus ditolak. Apalagi secara regulasi ini sulit untuk beroperasi di Indonesia. Ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2002 tentang Larangan Penggabungan KBLI 47, bisa juga yang kita revisi Permendag nomor 31 2023, Pengawasan Pelaku Usaha Sistem Elektronik, ada cross border langsung jadi tidak boleh," ucap Fiki, Sabtu, 15 Juni 2024.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah harus memperketat regulasi, kementerian dan lembaga terkait harus bekerjasama dalam pengawasan sektor ini. Menurutnya, UMKM adalah tulang punggung ekonomi bangsa.
“Regulasi harus ketat, harus komunikasi antara Kemendag, Kominfo, BPKM dan Kemenkop UKM. UMKM itu tulang punggung ekonomi bangsa. Ini darurat UMKM, jangan sampai terulang lagi seperti VOC,” tutup Fiki
Sementara itu, Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) juga turut berkomentar. Iya menyayangkan keterlambatan pemerintah dalam menghadapi isu seperti ini.
“Pemerintah waspada tapi agak terlambat. Platform bahkan sudah lengkap punya gudang sampai penguasaan produksinya diberi label official stores,” ujar Bhima.
Menurut dia, salah satu keterlambatan langkah pemerintah tersebut disebabkan oleh kurangnya regulasi yang membatasi sisi impor ecommerce. Ia menyebut seharusnya regulasi bisa mengatur maksimum 30 persen produk yang dijual aplikasi berasal dari impor dan sisanya wajib produk dalam negeri.
Melihat ini pemerintah diharapkan untuk tetap dapat bisa melindungi pasar Indonesia, terutama pelaku UMKM yang menyerap mayoritas tenaga kerja di Indonesia.
Kemendag Akan Cek Aplikasi Temu
Kementerian Perdagangan (Kemendag) bakal melakukan pengecekan terhadap aplikasi asal China bernama Temu. Aplikasi ini dianggap dapat mengancam penjualan produk lokal di Indonesia.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga, mengaku pihaknya belum mengetahui tentang Temu, sebab, aplikasi ini belum ada di Indonesia.
Meski begitu, Jerry memperkirakan aplikasi Temu berpotensi masuk ke Indonesia. Karenanya, ia bakal melakukan pengecekan terhadap aplikasi itu.
“Jadi soal Temu, saya belum dengar ya, makannya saya akan cek dulu. Tadi dibilang belum ada di Indonesia, tapi mungkin akan ada. Kalau misalkan ada hal-hal yang demikian ya kami akan follow up,” ujar dia kepada media di kantornya, Kamis 13 Juni 2024.
Aplkiasi Temu dianggap bisa mengganggu penjualan produk lokal di Indonesia. Menanggapi hal ini, Jerry menegaskan setiap aplikasi yang ada di Indonesia harus mematuhi peraturan yang ada.
Dia bilang, jika ada aplikasi yang tidak mau mengikuti aturan di Indonesia, dalam hal ini Kemendag, pihaknya bakal bersikap tegas.
“Saya simple aja mengacu pada peraturan, selama ada aplikasi atau apapun bentuknya ketika itu tidak mengikuti peraturan Kemendag dalam hal komersial, penjualan, transaksi dan sebagainya, ya tidak boleh,” tegasnya.
Lebih jauh Jerry menyebut media sosial (medsos) tidak boleh melakukan penjualan. Dia lalu mencontohkan TikTok Shop yang beberapa waktu lalu dilarang berjualan.
Namun begitu, TikTok Shop saat ini sudah bisa melakukan penjualan karena telah menjalin kemitraan dengan Tokopedia.
“Prinsipnya begini, namanya medsos tidak boleh jualan, itu kami sudah praktikan, langsung kami hentikan kegiatannya karena memang tidak boleh. Tapi ketika dia sudah punya izin mengaplly dengan cara yang seusai dengan prosedur, itu tidak masalah,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap kekhawatiran terhadap kehadiran aplikasi asal China yang dianggap dapat mengancam penjualan produk lokal di Indonesia. Aplikasi tersebut dikenal dengan nama Temu.
“Kementerian Koperasi khawatir dengan kehadiran platform Global Cross Border yang langsung, jika aplikasi ini masuk ke Indonesia, dampaknya akan signifikan bagi pelaku UMKM. Namanya Temu dari China,” ungkap Teten Masduki dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 10 Juni 2024.
Teten juga menjelaskan bahwa saat ini aplikasi China tersebut sudah hadir di 58 negara di dunia. Ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa jika aplikasi ini masuk ke Indonesia, bisa mengulangi dampak yang terjadi pada pasar Indonesia seperti yang terjadi dengan TikTok Shop beberapa tahun yang lalu.
“Meskipun kita sudah memiliki aturan di Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) Nomor 31 Tahun 2023 Tentang PPMSE yang melarang penjualan lintas batas produk di bawah USD100, saya tetap khawatir. Kita ingat bahwa TikTok melanggar aturan namun dibiarkan selama dua tahun oleh pemerintah. Sekarang ini saya hanya memberikan peringatan karena kondisi ekonomi UMKM sedang menurun,” tegas Teten.
“Jika produk UMKM harus bersaing dengan produk dari China yang harganya lebih murah karena produksi dari China, tentu ini akan menjadi beban yang berat,” sambungnya.
Dalam konteks regulasi penjualan online, pemerintah telah mengatur ulang melalui revisi Permendag 50 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dengan meluncurkan peraturan baru yakni Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam kebijakan tersebut, penjualan barang impor di bawah USD100 atau Rp1,5 juta yang dikirim secara lintas batas dilarang. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.