Logo
>

APTRI Sebut Pemerintah tak Fokus Urusi Sektor Pertanian

Ditulis oleh KabarBursa.com
APTRI Sebut Pemerintah tak Fokus Urusi Sektor Pertanian

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gula dalam negeri pada tahun 2021 mencapai 2,35 juta ton. Dengan rincian, 1,06 juta ton gula yang diproduksi pabrik badan usaha milik negara (BUMN) dan 1,29 juta ton yang diproduksi pabrik swasta.

    Sementara pada tahun 2022, kebutuhan gula mencapai sekitar 6,48 juta ton. Dengan rincian, 3,21 juta ton gula krital putih (GKP) dan 3,27 juta ton gula kristal rafinasi (GKR). Sementara di tahun 2024, konsumsi gula nasional diprediksi menyentuh angka 7,3 juta ton yang terdiri dari kebutuhan gula konsumsi 3,2 juta ton dan kebutuhan gula industri sebesar 4,1 juta ton.

    Menyiasati kebutuhan gula dalam negeri, Kementerian Pertanian (Kementan) mencanangkan program percepatan Swasembada Gula yang dilakukan sejak tahun 2020 untuk tahun 2024. Menapaki tahun 2024, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen menilai, swasembada akan berat dicapai lantaran pemerintah kurang fokus dalam menangani persoalan di sektor pertanian, khususnya pada komoditas tebu dalam negeri sebagai bahan pokok produksi gula.

    “Tebu sendiri ini, dari dulu itu cara nanganinnya enggak fokus,” kata Soemitro saat dihubungi Kabar Bursa, Senin, 17 Juni 2024.

    Akses Permodalan Dibatasi

    Pasalnya, dari segi pembiayaan perbankan, tutur Soemitro, para petani tebu sendiri mengalami kesulitan dalam akses kredit usaha rakyat (KUR) di perbankan. Belum lagi bunga kredit yang dipatok terlalu tinggi dan kuota pinjaman yang terbatas.

    Soemitro menuturkan, bunga kredit yang dipatok perbankan kepada petani bisa mencapai 3 hingga 4 persen per bulan dengan batas pengajuan sebesar Rp500 juta. Dia mengaku sempat memprotes kebijakan tersebut, dengan harapan pemerintah mencabut kuota KUR bagi petani.

    Meski protesnya diijabah melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus Bagi Penerima Kredit Usaha Rakyat Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, tutur Soemitra, regulasi tersebut kembali dicabut pada tahun 2023.

    “Bahkan lebih kejam, petani yang pernah mendapatkan pinjaman untuk usaha yang sama, nasabah yang pernah mendapatkan pinjaman yang untuk objek yang sama, walaupun sudah lunas, tidak diberi KUR yang 3 persen. Walaupun sudah lunas,” ungkapnya.

    Di sisi lain, para petani mengaku berat untuk menanggung biaya produksi sendiri. Jika biaya pokok produksi petani tebu Rp50 juta sampai dengan Rp60 juta dengan jumlah produksi gula 4 ton, tutur Soemitro, biaya produksi gula Rp15.000 per kg. Besarnya biaya produksi ini yang membuat harga gula lokal melonjak.

    “Kalau disuruh jual Rp12.500 per kg kan rugi,” ungkapnya.

    Tantangan Pupuk Subsidi

    Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menambah alokasi pupuk subsidi sebesar Rp28 triliun atau dari yang tadinya 4,5 juta ton kini bertambah menjadi 9,55 juta ton. Soemitro menyebut, kelompok tani yang tergabung dalam APTRI tidak melihat pupuk subsidi yang dijanjikan.

    “Enggak ada. Belum (ada pupuk subsidi). Kita yang ditagih (petani tebu),” katanya.

    Soemitro sendiri mengaku sempat menyampaikan keluhannya mengenai pupuk kepada presiden terpilih dalam Pemilu 2024, Prabowo Subianto. Dia meminta izin agar petani tebu diperkenankan kembali membentuk kelompok tani agar mempermudah dalam mengakses permodalan dan pupuk.

    Selama ini, kata distribusi pupuk untuk komoditas tebu sendiri tidak fokus pada satu sentra. “Dari distributor ke penyalur, penyalur kepada kelompok, kelompok kepada petani. Ini jenjangnya terlalu tinggi,” jelasnya.

    Sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tutur Soemitro, petani tebu memiliki Dewan Gula Nasional sebagai wadah berdiskusi meningkatkan produksi dan menyampaikan kritik yang di pimpin oleh Menteri Pertanian, Soewono. Berganti pemerintahan, Dewan Gula Nasional dibubarkan, para petani tebu tidak lagi memiliki wadah menyampaikan aspirasinya.

    “Gimana kita bisa menyampaikan aspirasi kalau menterinya enggak mau menerima aspirasi kita,” jelasnya.

    Penyerapan oleh Bulog

    Berdasarkan janji dari Direktur Utama PT Bulog, Bayu Krisnamurthi, Soemitro menyebut perusahaan BUMN itu berkomitmen untuk menyerap gula tebu lokal. Meski begitu, hingga saat ini Bolug belum membeli gula tebu petani lokal.

    Soemitro menyebut, Bolug bersedia menyerat gula tebu lokal ketika petani menawarkan harga di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP) Rp14.500 per kg. Saat ini, kata dia, sudah ada beberapa kelompok tani yang menawarkan harga sesuai HPP. Bulog sendiri, kata Soemitro, berkomitmen menyerap gula tebu 10.000 ton.

    “Janjinya, Bulog akan membeli gula ketika pedagang menawarnya di bawah HPP. Hari-hari ini sudah ada yang menawarnya. HPP kita Rp14.500/kg ada yang menawarnya itu Rp14.000 per kg. Nah ini waktu yang tepat untuk Bulog mempertimbangkan,” jelasnya.

    Di samping itu, Soemitro juga meminta Bulog untuk tidak pilih-pilih dalam melakukan penyerapan gula. Kalau bicara petani, kata dia, gula dari swasta juga perlu diserap mengingat petani berangkat dari lahan sendiri.

    “Kalau petani itu, petani sebetulnya berangkat dari miliknya sendiri dikirim ada yang ke BUMN ada yang ke pabrik swasta,” tegasnya.

    Lahan Tebu Merauke

    Pemerintah menetapkan Kabupaten Merauke sebagai tempat sebagai proyek strategis nasional untuk tebu sebagai upaya mengurangi beban impor gula. Rencananya, kebun tebu di Merauke akan terintegrasi dengan pabrik gula berskala besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

    Adapun Merauke rencananya akan dibangun lahan tebu seluas 500 ribu hektare demi menopang kebutuhan gula dalam negeri. Meski begitu, proyek strategis di Merauke itu disambut skeptis oleh Seomitro.

    Soemitro mempertanyakan 500 ribu hektare lahan tebu di Merauke. Dia bahkan meyakini lahan tebu di Merauke tidak sampai 500 ribu hektare mengingat pemerintah, melalui Kementerian Pertanian seolah menelan data yang disajikan secara bulat-bulat.

    “Saya yakin tidak ada 500 ribu hektare, tapi laporannya kepada Kementerian Pertanian itu 514 ribu hektare. Dan itu pun ditelan begitu saja, dijadikan keputusan,” jelasnya.

    Sebelumnya, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menyebut, pemerintah akan membangun 500 ribu hektare lahan tebu di kawasan proyek strategis nasional Merauke. Dia menilai, upaya itu bisa mengurangi impor white sugar dan raw sugar.

    Amran mengklaim, proyek ini menjadi solusi permanen dalam meningkatkan kesejahteraan petani karena ke depan Indonesia tidak perlu bergantung pada kebijakan impor. Selain itu, produksi dalam negeri akan meningkat seiring banyaknya pabrik yang berdiri di sejumlah daerah.

    "Saya kira ini adalah solusi permanen untuk Indonesia. Kalau ini 500 ribu hektare jadi, ini adalah masa depan negara kita yang bisa mengurangi devisa kita yang digunakan untuk impor, juga meningkatkan kesejahteraan petani, kemudian menekan impor, kemudian kesejahteraan meningkat, devisa kita bertambah. Ini luar biasa," kata Amran dalam kunjungannya di Distrik Tanah Miring, Papua Selatan, Rabu, 17 April 2024 lalu. (and/*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi