KABARBURSA.COM – Pasar saham Indonesia mengalami gejolak signifikan pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok.
Analis StockNow.id, Abdul Haq, mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang memicu volatilitas ekstrem tersebut terutama rumor yang beredar di kalangan investor.
Menurut Abdul Haq, yang pertama adalah banyak investor yang baru masuk ke pasar saham pada 2023 atau 2024 langsung mengalami kondisi trading halt atau penghentian sementara perdagangan untuk pertama kalinya.
“Mereka pasti merasakan pengalaman yang sangat aneh kemarin. Dan ini juga yang memicu aksi jual besar-besaran oleh investor asing,” ungkapnya dalam segmen Dialog Analis di program Bursa Pagi-Pagi pada Rabu, 19 Maret 2025.
Ia menjelaskan bahwa sesi perdagangan hari Selasa sebenarnya dibuka dalam kondisi relatif stabil, bahkan IHSG sempat menguat tipis 0,11 persen. Namun, menjelang pukul 10.00 hingga 11.00 WIB, aksi jual masif oleh investor asing mulai terjadi, terutama di saham-saham kapitalisasi besar. Saham seperti PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menjadi target aksi jual signifikan. “TPIA juga tertekan karena laporan laba bersihnya mengalami penurunan,” ucap dia.
Salah satu pemicu kepanikan di pasar adalah tembusnya level support kuat saham BRPT di kisaran 5.000-6.000. “Ketika level support ini jebol, banyak investor yang panik dan ikut melakukan aksi jual, yang semakin memperparah tekanan di pasar,” ujar Abdul Haq.
Di sisi lain, faktor makroekonomi juga turut memperburuk sentimen pasar. Defisit fiskal Indonesia dalam dua bulan pertama 2025 semakin memunculkan kekhawatiran, terutama dengan utang obligasi negara yang jatuh tempo pada 2025-2027 mencapai lebih dari Rp700 triliun. “Dengan suku bunga acuan masih bertahan di 5,75 persen, biaya refinancing utang Indonesia bisa semakin besar, yang tentu menjadi perhatian investor global,” katanya.
Lebih lanjut, ia menyoroti langkah investor global dalam merespons kondisi ini. “MSCI dan Goldman Sachs sudah memonitor situasi ini, dan ini menjadi faktor utama mengapa perdagangan kemarin sangat dramatis,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti kedatangan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada sore kemarin. Kedatangan Dasco juga diisyaratkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengumumkan kebijakan penting yang dapat memberikan sentimen positif bagi pasar.
“Masih dirahasiakan, tapi ada potensi regulasi baru yang bisa mendukung investor,” tambah nya.
Analis juga menyoroti bahwa regulasi di pasar modal Indonesia cukup ketat dan menjadi tantangan bagi investor. Ia berharap regulasi baru yang akan diumumkan OJK dapat meningkatkan daya tarik pasar saham Indonesia bagi investor asing.
Saat ini, pasar masih menunggu detail kebijakan tersebut, sehingga investor disarankan untuk tetap mencermati perkembangan lebih lanjut. “Pasar akan cenderung wait and see sampai OJK benar-benar mengumumkan kebijakan tersebut,”ujar dia.
Figur Sri Mulyani Jaga Stabilitas
Selain itu, ujar Abdul Haq, Dasco menyampaikan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan tetap berada di kabinet, yang dianggap sebagai sinyal stabilitas kebijakan ekonomi. “Sentimen ini yang mendorong IHSG untuk rebound,” kata Abdul Haq.
Dalam kesempatan yang sama, pakar ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, turut mengomentari perihal rumor mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang pada akhirnya telah dibantah.
"Pembicaraan ini sudah ada sejak sekitar satu bulan, dua minggu yang lalu, terutama di forum-forum tertutup kalangan investor besar. Dua sosok ini, suka atau tidak, dianggap sebagai figur yang kredibel di antara 48 analis menteri yang ada saat ini," ujar Wijayanto dalam wawancara yang sama.
Menurutnya, kedua menteri tersebut memiliki pengalaman yang kuat, latar belakang pendidikan yang relevan, serta kemampuan komunikasi yang baik dalam menjelaskan kebijakan ekonomi secara sistematis dan mudah dipahami. Jika keduanya benar-benar meninggalkan kabinet, hal itu akan menjadi pukulan besar bagi kredibilitas pemerintah di mata pelaku pasar, terutama karena terjadi di momen yang sangat kritis.
"Tetapi beberapa hari terakhir ini, banyak pihak mulai meyakini bahwa Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tidak akan mundur dari kabinet. Hal ini semakin terkonfirmasi setelah keduanya bertemu Presiden dalam pertemuan tertutup secara terpisah," ujarnya.
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani bertemu dengan Presiden sehari sebelum Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendapatkan undangan serupa. Menurut Wijayanto, pemerintah tampaknya sedang mengirimkan sinyal bahwa keduanya tetap akan berada di kabinet, meskipun dilakukan secara halus dan tidak langsung.
"Kita lihat bagaimana pemerintah menggunakan strategi komunikasi yang sangat soft dan indirect. Pak Airlangga dipanggil untuk membahas proyek-proyek yang sebenarnya tidak sepenuhnya relevan dengan kondisi pasar saat ini. Tetapi dari sana ada pesan yang ingin disampaikan kepada publik dan media," tambahnya.
Menurut Wijayanto, kejelasan posisi kedua menteri tersebut menjadi krusial karena menyangkut stabilitas kebijakan ekonomi, terutama dalam menghadapi tantangan fiskal yang cukup berat.
Jika terjadi pergantian di saat kritis seperti ini, dampaknya bisa memperburuk situasi. "Apalagi terkait dengan Kementerian Keuangan, di mana saat ini ada tantangan besar dalam pengelolaan fiskal dan pembiayaan utang negara. Refinancing Surat Berharga Negara (SBN) misalnya, memerlukan pengalaman dan keahlian khusus, terutama dalam melakukan negosiasi dengan investor global," paparnya.
Dengan adanya kepastian bahwa Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto tetap dalam kabinet, pasar diharapkan mendapatkan sentimen positif yang dapat meredakan gejolak dalam beberapa hari terakhir. Namun, pelaku pasar tetap akan mencermati langkah-langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi, terutama menjelang keputusan pemeringkatan kredit oleh lembaga internasional dalam beberapa bulan ke depan.
Ia juga meminta kepada pemerintah untuk lebih berhati-hati lagi dalam memberikan statement di publik. Seperti misal rencana-rencana yang belum terselenggara apalagi yang menyangkut keekonominan ketika masih proses pembahasan untuk tidak disampaikan. Hal ini dikhawatirkan bakal memicu gejolak pasar lagi.(*)