KABARBURSA.COM - Tingginya margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan tanah air telah mendorong pemerintah dan regulator untuk melakukan upaya pengendalian NIM demi menciptakan iklim industri yang kompetitif terkait bunga kredit yang diberikan bank.
OJK mencatat rasio NIM perbankan di Indonesia mencapai 4,92persen pada tahun 2022, naik 12 basis poin (bps) secara tahunan dari tahun sebelumnya yang hanya 4,8persen. Beberapa bank umum konvensional bahkan memiliki rasio NIM di atas 5persen, bahkan ada yang hampir menyentuh angka 7persen pada tahun 2023.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menjadi bank dengan rasio NIM tertinggi tahun lalu, mencapai 6,84persen, naik dari 6,80persen pada tahun 2022. Bank Central Asia Tbk (BCA) memiliki rasio NIM 5,50persen pada tahun lalu, naik dari 5,30persen pada tahun 2022. Sementara PT Bank Mega Tbk mencatat rasio NIM 5,21persen, menurun dari 5,42persen pada tahun sebelumnya. Bahkan, posisi rasio NIM Bank Mega melampaui PT Bank Mandiri Tbk yang mencatat 5,16persen pada tahun 2023, menurun dari 5,47persen pada tahun 2022.
Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga dikenal memiliki rasio NIM yang tinggi, seperti PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) yang mencatat rasio NIM sebesar 4,89persen pada 2023, turun dari 5,86persen pada tahun 2022.
Demi mengendalikan NIM perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) mengatur tentang Suku Bunga Dasar Kredit (SDBK). Yuddy Renaldi, Direktur Utama BJB, menyatakan bahwa BJB akan menunggu POJK tersebut diterbitkan.
Rasio NIM menjadi indikator atraktif di perbankan Indonesia dan menunjukkan kesehatan perbankan dalam mengelola rasio kualitas aset dan permodalan. BJB tetap menargetkan rasio NIM tinggi, dengan menjaga rasio minimal 4,9persen tahun ini.
BRI secara berkala melakukan review suku bunga untuk menjaga NIM tertinggi di industri. Demikian juga, Bank Central Asia (BCA) mempertahankan suku bunga kompetitif dengan memperhatikan profitabilitas melalui review berkala suku bunga.
OJK dan DPR telah menyepakati Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Transparansi dan Publikasi Suku Bunga Dasar Kredit bagi Bank Umum Konvensional (POJK SBDK). Aturan ini menekankan keterbukaan informasi perhitungan suku bunga untuk mendorong kompetisi perbankan dalam penyaluran kredit dengan suku bunga yang kompetitif.
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) adalah indikasi suku bunga efektif kredit terendah yang mencerminkan Harga Pokok Dasar Kredit (Cost of Fund), Biaya Overhead, dan Marjin Keuntungan bank. Aturan ini akan menyempurnakan POJK sebelumnya tentang ketentuan suku bunga dasar kredit.
Laporan Publikasi SBDK bank akan disampaikan kepada masyarakat dan OJK melalui pengumuman. Perhitungan SBDK berlaku untuk kredit dalam mata uang Rupiah dan disajikan per jenis kredit.
Bank yang tidak memenuhi ketentuan akan dikenai sanksi administratif, termasuk penurunan peringkat faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan BUK. Denda juga akan dikenakan untuk pelanggaran berulang.