KABARBURSA.COM– Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali tergelincir pada penutupan perdagangan awal pekan, Senin, 23 Juni 2025.
IHSG ditutup melemah 120 poin atau 1,74 persen ke level 6.787,14, setelah sempat dibuka pada 6.833,48 dan menyentuh level terendah hariannya di 6.745,15. Anjloknya IHSG bebarengan dengan sentimen negatif imbas ketegangan di Timur Tengah antara Iran, Israel dan Amerika Serikat.
Total volume transaksi di seluruh pasar mencapai 247,22 juta lot dengan nilai perdagangan Rp12,54 triliun dari 1,35 juta kali transaksi. Di pasar reguler, tercatat transaksi sebesar 230,13 juta lot dengan nilai Rp11,49 triliun.
Investor asing membukukan penjualan bersih (net foreign sell) sebesar Rp2,74 triliun di pasar reguler. Total nilai pembelian asing tercatat Rp12,5 triliun, sementara penjualannya mencapai Rp15,2 triliun. Pangsa investor asing mendominasi transaksi hari ini dengan porsi 63,70 persen, sedangkan domestik sebesar 36,30 persen.
Pelemahan IHSG terjadi merata di seluruh sektor. Sektor barang konsumen siklikal memimpin penurunan dengan koreksi sebesar 3,36 persen, diikuti properti sebesar 2,97 persen, dan teknologi sebesar 2,54 persen. Sektor energi juga terkoreksi 2,16 persen, barang konsumen non-siklikal 2,11 persen, dan infrastruktur 1,76 persen. Sektor kesehatan melemah 1,66 persen, industri dasar 1,16 persen, keuangan 1,40 persen, industri 1,60 persen, dan transportasi 0,05 persen.
Hanya ada 128 emiten yang mengalami penguatan harga, 533 perusahaan sahamnya turun dan 140 stagnan.
Meski pasar terkoreksi dalam, beberapa saham masih mencatatkan kenaikan signifikan dan masuk jajaran 5 besar top gainers. Saham PT Sigma Energy Compressindo Tbk dari sektor energi (kode saham SICO) melonjak 27,36 persen ke level 135. Disusul oleh saham PT Pudjiadi & Sons Tbk dari sektor properti (PNSE) yang naik 25,00 persen ke 950, serta PT Master Print Tbk dari sektor industri (PTMR) yang menguat 25,00 persen ke harga 300. Kenaikan juga dicatatkan oleh PT Radiant Utama Interinsco Tbk dari sektor energi (RUIS) sebesar 23,81 persen ke level 234 dan PT Apexindo Pratama Duta Tbk dari sektor energi (APEX) sebesar 20,59 persen ke 164.
Sebaliknya, saham yang paling tertekan hari ini antara lain PT Sumber Sinergi Makmur Tbk dari sektor barang konsumen non-siklikal (IOTF) yang anjlok 14,97 persen ke harga 125. Disusul PT Bukit Asam Tbk dari sektor energi (PTBA) yang melemah 14,92 persen ke 2.510. Tekanan juga dialami oleh PT Sunson Textile Manufacture Tbk dari sektor industri (SSTM) yang turun 14,91 persen ke 194, PT Chitose International Tbk dari sektor barang konsumen siklikal (CINT) yang jatuh 14,72 persen ke 168, serta PT Asia Sejahtera Mina Tbk dari sektor barang konsumen non-siklikal (AGAR) yang merosot 14,71 persen ke 232.
Sentimen negatif dari tekanan geopolitik kawasan Timur Tengah, kekhawatiran pasar terhadap inflasi global, serta tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS menjadi faktor utama yang membebani pasar domestik di awal pekan ini. Pelaku pasar masih mencermati arah kebijakan suku bunga global dan perkembangan harga komoditas energi sebagai acuan pergerakan selanjutnya.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan, membeberkan melemahnya indeks diiringi dengan arus keluar dana asing yang cukup besar, yaitu mencapai Rp4,6 triliun di pasar reguler.
Ia menjelaskan tekanan yang dialami IHSG pekan lalu juga ditandai dengan sinyal teknikal negatif. Menurut dia saat ini IHSG sudah menembus level psikologis 7.000 dan membentuk pola double top pada grafik harian.
"Hal ini dikonfirmasi pada perdagangan Jumat lalu bahwa area neckline dari double top sudah tertembus dan cenderung mengarah bearish," ujarnya melalui keterangan resmi David pada Senin, 23 Juni 2025.
Dari sisi eksternal, pelemahan IHSG tidak lepas dari berbagai sentimen global. Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan kawasan Timur Tengah sempat mereda setelah Presiden AS menunda aksi militer terhadap Iran selama dua minggu guna memberi ruang bagi diplomasi. Meski demikian, ketidakpastian masih tinggi, terutama karena harga minyak dunia yang tetap fluktuatif di kisaran 75 hingga 78 dolar AS per barel.
Selain itu, keputusan Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga di level 4,25 hingga 4,50 persen turut memberi tekanan. Pasar menilai kebijakan ini bersifat hawkish karena inflasi di AS masih tinggi. Sebaliknya, bank sentral di negara lain seperti Swiss dan Norwegia memilih memangkas suku bunga untuk menyesuaikan diri dengan pelemahan mata uang dan tekanan ekonomi domestik mereka.
Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di level 5,50 persen. Kebijakan ini ditempuh guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, yang tengah mendapat tekanan dari penguatan dolar AS dan kebijakan moneter global yang ketat.
David juga menyoroti pentingnya pengembangan energi terbarukan di dalam negeri. Pemerintah Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan mencapai 23 persen pada tahun 2025. Ini menjadi langkah penting dalam upaya transisi energi bersih nasional.
Memasuki pekan ini yang hanya berlangsung selama empat hari perdagangan karena libur Tahun Baru Islam pada Jumat, 27 Juni 2025, IPOT menyarankan investor untuk lebih cermat menghadapi dua sentimen utama, yakni dinamika geopolitik dan pergerakan harga energi.
"Geopolitik antara Israel dan Iran masih krusial. Jika konflik mereda, harga minyak cenderung turun dan saham sektor konsumen akan diuntungkan. Sebaliknya, jika eskalasi meningkat, sektor energi dan pertahanan akan lebih menarik," kata David.(*)