KABARBURSA.COM – Harapan terhadap perbaikan penerimaan pajak pada 2025 mulai diuji oleh sejumlah indikator yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, perbaikan kinerja sektor keuangan dan perdagangan membawa optimisme, namun di sisi lain, risiko kebijakan global seperti tarif ekspor Amerika Serikat dapat menjadi batu sandungan serius.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengingatkan potensi shortfall penerimaan pajak tahun ini masih besar. Menurutnya antangan terbesar itu berasal dari luar negeri.
Ia memperingatkan bahwa jika kebijakan tarif yang dirancang oleh Presiden AS Donald Trump diterapkan, dampaknya akan sangat luas terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.
“Kalau kemudian kebijakan tarif Trump akan menahan pertumbuhan ekonomi maka itu akan menjadi ancaman besar bagi penerimaan pada tahun ini,” ujarnya kepada KabarBursa.com, Jumat 16 Mei 2025.
Apalagi, kinerja penerimaan pada awal tahun memang sempat mengalami tekanan. Tapi Fajry meyakini pola ini bukanlah hal baru. Ia menilai, dinamika penerimaan tahun ini memiliki kemiripan dengan 2024, ketika tren membaik setelah kontraksi tajam di kuartal pertama.
“Sebenarnya kinerja penerimaan pajak akan seperti tahun lalu, terkontraksi cukup besar di awal tahun namun terus membaik dan akhirnya tumbuh positif,” jelasnya.
Di tengah kekhawatiran tersebut, Fajry justru mempertanyakan akurasi sejumlah data yang sempat beredar dan menjadi perbincangan publik. Ia meragukan validitas data yang disampaikan oleh anggota DPR, Mukhamad Misbakhun, yang mengklaim adanya penurunan penerimaan bruto pada bulan April.
“Data dari Pak Misbakhun memang janggal,” tegas Fajry.
Untuk diketahui, beberapa hari lalu Komisi XI DPR RI membeberkan realisasi penerimaan pajak bruto selama Januari hingga April 2025 tercatat sebesar Rp 627,54 triliun.
Namun, setelah dikurangi restitusi, pajak neto yang berhasil dikumpulkan hanya mencapai Rp 451,1 triliun—mengalami kontraksi sebesar 27,73 persen secara tahunan (year-on-year) dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang mencapai Rp 624,20 triliun.
Pelemahan ini dipicu oleh lonjakan restitusi yang diberikan pada periode tersebut, yakni sebesar Rp 176,43 triliun, atau meningkat 59,47 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurutnya, jika terjadi penurunan penerimaan secara neto, hal itu bisa dimaklumi karena faktor restitusi. Namun, jika penurunan tersebut terjadi secara bruto, maka justru mengindikasikan ada hal yang tidak lazim.
“(Penurunan) secara bruto pada bulan April menurun itu janggal. Kalau secara neto masih mungkin terjadi karena faktor restitusi,”
Fajry menyatakan penerimaan pajak pada April berpotensi tumbuh dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. “Kalau dari tren yang ada, dari kinerja awal tahun sampai sekarang, sudah seharusnya kinerja penerimaan pajak bulan April membaik,” tambahnya.
Fajry pun mengungkapkan potensi sektoral yang akan menjadi pendorong pertumbuhan penerimaan pajak April 2025 ini. Ia melihat sektor keuangan masih menjadi kontributor utama terhadap penerimaan negara.
“Disusul dengan sektor perdagangan,” tuturnya.
Pengaruhnya Ke Pasar Modal?
Ancaman shortfall penerimaan pajak pada tahun 2025 berpotensi memberikan dampak langsung terhadap pasar modal Indonesia. Ketidakseimbangan fiskal akibat shortfall dapat mendorong pelebaran defisit APBN, yang kemudian menciptakan sentimen negatif di kalangan investor.
Baik investor domestik maupun asing cenderung menghindari aset berisiko saat fiskal negara tidak stabil, sehingga permintaan terhadap instrumen pasar modal seperti saham berpotensi menurun.
Di sisi lain, untuk menutup defisit yang melebar, pemerintah kemungkinan akan meningkatkan penerbitan surat utang negara, yang dapat mendorong kenaikan imbal hasil (yield) obligasi. Kondisi ini bisa mengalihkan minat investor dari pasar saham ke instrumen pendapatan tetap yang dinilai lebih aman.
Selain itu, valuasi emiten di sektor-sektor strategis seperti konsumsi, infrastruktur, dan energi berisiko tertekan apabila pemerintah harus memangkas belanja negara, termasuk anggaran subsidi dan proyek pembangunan, sebagai bagian dari langkah konsolidasi fiskal.
Refleksi Pegeseran Harga Saham
IHSG atau composite stock price index dibentuk dan digunakan sebagai ukuran untuk membantu merefleksikan pergeseran harga saham di pasar saham. (BEJ, 1997). IHSG mencakup seluruh pergerakan harga common stock maupun preferred stock yang secara keseluruhan terdaftar di BEJ.
Tiap negara memiliki indeks masing-masing yang mereka gunakan di pasar modal mereka yang umumnya terbentuk melalui nilai-nilai saham yang ditetapkan sebagai basis dalam kalkulasi dalam indeks harga, dan memiliki tingkat perkembangan maupun tingkat pengembalian yang berbeda-beda. IHSG mencerminkan rangkaian data historis mengenai pergeseran harga saham dari keseluruhan gabungan saham yang memiliki periode tanggal tertentu.
Dalam hal ini, penyajian harga saham harian disajikan mengikuti indeks saham dilakukan oleh BEI. Pengukuran penilaian kinerja saham pada umumnya adalah dengan melihat data historis pengembalian atau tingkat pengembalian dari IHSG.
Selain itu, secara umum kinerja dan performa saham dalam bentuk portofolio saham juga dapat diukur dengan menggunakan berbagai macam perhitungan dengan tujuan untuk mengukur tingkat risiko dan tingkat pengembaliannya.
Beberapa yang berkaitkan dengan tingkat pengembalian saham adalah sebagai berikut: 1. Capital Asset Pricing Model (CAPM) Model CAPM merupakan penghubung tingkat expected return dari suatu aset berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang (Tandelilin, 2010).
Dalam arti sederhana, CAPM Adalah model yang menggambarkan hubungan antara pengembalian yang diharapkan dan risiko berinvestasi dalam sekuritas. Berdasarkan model yang dikembangkan Markowitz, masing masing investor diasumsikan akan melakukan diversifikasi terhadap portofolionya dan memilih portofolio optimal berdasarkan preferensinya terhadap return dan risiko.
2. Efficient Market Hypothesis Hipotesis pasar efisien menyebutkan bahwa perubahan harga suatu sekuritas saham di waktu yang lalu tidak dapat digunakan dalam memperkirakan perubahan harga di masa yang akan datang. Perubahan harga saham di dalam pasar efisien mengikuti pola random walk, dimana penaksiran harga saham tidak dapat dilakukan dengan melihat kepada harga-harga historis dari saham tersebut, tetapi lebih berdasarkan pada semua informasi yang tersedia dan muncul dipasar. Informasi yang masuk ke pasar dan berhubungan dengan suatu sekuritas saham akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya pergeseran harga keseimbangan yang baru.
3. Teori Penetapan Harga Arbitrase (Arbitrage Pricing Theory) Didasarkan pada asumsi bahwa investor yang rasional memilih untuk memegang portofolio efisien dalam memaksimalkan laba untuk tingkat risiko tertentu atau meminimalkan risiko untuk return yang diberikan. Berdasarkan teori tersebut, portofolio efisien dapat diidentifikasi dengan analisis informasi untuk setiap saham mengenai ekspektasi return dan variansi makroekonomi memperhatikan terhadap pengaruh return saham serta return pasar saham. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal, melalui perubahan perpajakan dan pengeluaran, merupakan alat penting yang digunakan pemerintah pusat untuk mempengaruhi perekonomian (Göndör et al., 2012).
Melalui kebijakan fiskal, pemerintah mampu mengendalikan variabel ekonomi makro seperti permintaan agregat, pendapatan, dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan (Sullivan et al., 2003). Pendapatan Negara Pendapatan negara merupakan salah satu komponen utama dalam struktur APBN, selain belanja negara dan pembiayaan anggaran.
Pendapatan negara, yang meliputi penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan penerimaan hibah menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan dan program-program Pemerintah.
Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah (government spending) merupakan indikator besaran kegiatan pemerintah. Semakin banyak kegiatan pemerintahan yang dijalankan maka akan berdampak kepada tingginya tingkat pengeluaran pemerintah (Myles, 2005). Pengeluaran pemerintah di Indonesia yang tercermin dalam belanja negara merupakan bentuk realisasi rencana kerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan. Akitivitas pemerintah baru dapat dirasakan oleh masyarakat ketika proses belanja selesai dilakukan, seperti belanja penyediaan infrastruktur, belanja subsidi, belanja di bidang pendidikan, dan lain-lain.(*)
Sumber : Analisis Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Tingkat Pengembalian Saham Indonesia Tahun 2015-2019. Annisa Ramadhanti University of Indonesia, annisa.ramadhanti01@ui.ac.id