Logo
>

Babak Baru Rencana Merger Grab dan GoTo: Semakin Nyata?

Meski belum ada pengumuman resmi yang menyatakan merger sudah final, sinyal dari para pemilik suara mayoritas ini menjadi penanda bahwa arah konsolidasi dua raksasa digital Asia Tenggara mulai menemukan titik terang.

Ditulis oleh Yunila Wati
Babak Baru Rencana Merger Grab dan GoTo: Semakin Nyata?
Ilustrasi merger Grab dan GoTo.

KABARBURSA.COM - Rencana merger antara GoTo Gojek Tokopedia dan Grab sepertinya menemukan babak baru. Baru-baru ini muncul dukungan dari kelompok yang paling berpengaruh di internal GOTO, yaitu para pemegang saham Multiple Voting Shares (MVS). 

Meski belum ada pengumuman resmi yang menyatakan merger sudah final, sinyal dari para pemilik suara mayoritas ini menjadi penanda bahwa arah konsolidasi dua raksasa digital Asia Tenggara mulai menemukan titik terang.

Bagi yang belum familiar, saham MVS merupakan jenis saham yang memberi pemegangnya hak suara lebih dari satu per lembar. Artinya, meskipun porsi kepemilikan mereka di pasar saham bisa menurun akibat IPO, kendali strategis perusahaan tetap berada di tangan mereka. 

Struktur ini lazim dipakai oleh perusahaan teknologi besar di dunia, seperti Alphabet (Google) dan Meta (Facebook), untuk menjaga arah visi jangka panjang.

Dalam kasus GoTo, lima pemegang MVS yang tercatat dalam prospektus IPO adalah tokoh-tokoh sentral adalah Andre Soelistyo, Kevin Bryan Aluwi, William Tanuwijaya, Melissa Siska Juminto, dan entitas PT Saham Anak Bangsa. Persetujuan mereka menjadi landasan penting untuk melangkah ke tahap selanjutnya dalam pembicaraan merger dengan Grab.

Walaupun sampai saat ini kelima pemegang MVS itu belum menyampaikan pernyataan terbuka, isu bahwa mereka telah menyetujui rencana ini menunjukkan kepercayaan terhadap potensi sinergi yang bisa dihasilkan. 

Gabungan kekuatan dua ekosistem besar, GOTO yang kuat di Indonesia dan Grab yang dominan di berbagai negara Asia Tenggara, diyakini bisa memperkuat posisi keduanya dalam lanskap ekonomi digital regional.

Namun merger bukan tanpa risiko. Struktur MVS memang memungkinkan arah perusahaan tetap konsisten di tangan para pendiri, tapi juga kerap dikritik karena mengurangi kontrol publik dan investor minoritas. Transparansi dan tata kelola bisa jadi isu yang harus dijaga jika merger ini berlanjut.

Kini, bola ada di tangan regulator dan meja perundingan. Tapi satu hal pasti, dukungan dari pemegang saham MVS GOTO telah membuka jalan bagi sebuah transformasi besar di sektor teknologi Asia Tenggara. Jika dijalankan dengan tepat, merger ini bukan hanya menyatukan dua entitas besar, tapi bisa melahirkan raksasa digital baru yang tak tergoyahkan.

Lalu, seberapa kuat merger ini akan menguntungkan investor?

Taji Keuangan: Fundamental Sehat, Utang Minim, Hingga Kas Kuat

Hal utama yang perlu dilihat dari kemungkinan merger dua perusahaan teknologi raksasa Asia Tenggara, yaitu PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab Holdings Limited (GRAB) ini adalah kondisi keuangan, fundamental, serta kemampuan perusahaan membayar utang-utang mereka.

Jika melihat di kuartal pertama 2025, kedua perusahaan membuka lembaran positif yang menarik disimak. Laporan keuangan terbaru keduanya tidak hanya memperlihatkan performa yang makin solid, tetapi juga memperkuat keyakinan pasar bahwa wacana merger kian masuk akal untuk direalisasikan.

GOTO

  • Rugi Susut Tajam, Fintech Jadi Mesin Pertumbuhan

Di tengah kompetisi yang kian ketat, GOTO berhasil mencatat pendapatan bersih sebesar Rp4,23 triliun, tumbuh 3,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Sinyal pemulihan paling menonjol terlihat dari rugi bersih yang turun drastis hingga 67,1 persen, menjadi Rp283,3 miliar. 

Sementara itu, EBITDA yang disesuaikan mencatatkan titik balik dengan nilai positif Rp393 miliar, setelah sebelumnya selalu mencatat rugi.

Segmen fintech, terutama layanan pembayaran dan pinjaman digital, menjadi penopang utama pertumbuhan. Pendapatan dari divisi ini melonjak 90 persen menjadi Rp1,2 triliun. Bahkan layanan pinjaman mencatat pertumbuhan eksplosif sebesar 168 persen, menembus Rp763 miliar.

Perusahaan menargetkan EBITDA disesuaikan sepanjang 2025 bisa menembus Rp1,4 hingga Rp1,6 triliun, didorong oleh efisiensi biaya dan strategi monetisasi yang lebih agresif. Pertumbuhan Gross Transaction Value (GTV) inti juga impresif, mencapai Rp83,2 triliun atau naik 32 persen secara tahunan.

  • Fundamental Menjanjikan

GoTo memulai 2025 dengan catatan yang cukup menjanjikan. Pendapatan bersih perusahaan naik 3,7 persen menjadi Rp4,23 triliun pada kuartal I, sementara rugi bersih menyusut tajam dari Rp861,91 miliar menjadi Rp283,3 miliar, turun lebih dari 67 persen. Yang paling mencolok, EBITDA yang sebelumnya negatif kini berbalik arah menjadi positif sebesar Rp393 miliar.

Pertumbuhan ini tidak lepas dari performa apik segmen fintech, terutama GoPay dan layanan pinjaman. Divisi ini mencatat pendapatan Rp1,2 triliun, melonjak 90 persen secara tahunan. Bahkan, kontribusi dari pinjaman digital tumbuh 168 persen menjadi Rp763 miliar.

Secara strategis, manajemen GoTo menargetkan EBITDA yang disesuaikan bisa mencapai Rp1,4 hingga Rp1,6 triliun sepanjang 2025, dengan fintech diproyeksikan menyumbang paling tidak Rp350 miliar. Selain itu, perusahaan juga mencetak tonggak penting pada 2024 dengan laba tahunan pertama sebesar Rp327 miliar—berbalik dari rugi besar di tahun sebelumnya.

  • Likuiditas Longgar, Struktur Utang Terkendali

Bagaimana dengan kemampuan membayar utangnya? GoTo menutup kuartal I 2025 dengan total utang sekitar Rp4,8 triliun. Komposisinya terbagi antara utang jangka pendek sebesar Rp2,05 triliun dan utang jangka panjang Rp2,6 triliun. 

Namun angka itu tampak kecil jika dibandingkan dengan kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan, yakni Rp19,1 triliun. Artinya, GOTO memiliki posisi kas bersih sebesar Rp15 triliun, angka yang memberikan ruang gerak luas bagi manajemen untuk mengelola kewajiban sekaligus mengembangkan bisnis.

Secara struktural, rasio utang terhadap ekuitas (debt-to-equity ratio) GOTO berada di kisaran 0,15. Ini mencerminkan pendekatan konservatif dalam mengelola permodalan, jauh dari kondisi mengkhawatirkan.

Kombinasi kas besar dan rasio utang rendah memberi sinyal jelas: GOTO sangat mampu membayar seluruh kewajiban utangnya, tanpa harus mengorbankan agenda pertumbuhan.

Grab

  • Laba Bersih Perdana, Kas dan Pertumbuhan Terjaga

Grab juga tak kalah impresif. Di kuartal I 2025, Grab mencetak pendapatan USD773 juta, tumbuh 18% dari tahun sebelumnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah operasionalnya, Grab mencatat laba bersih sebesar USD10 juta—lonjakan sebesar USD125 juta dari rugi pada kuartal I 2024.

Unit bisnis pengiriman menyumbang USD415 juta (naik 18%), sementara mobilitas seperti ride-hailing menghasilkan USD282 juta (naik 15%). Layanan keuangan Grab pun tak ketinggalan, dengan pertumbuhan pendapatan 36% menjadi USD75 juta. EBITDA yang disesuaikan juga ikut menanjak ke USD106 juta, naik 71% dari tahun sebelumnya.

Secara fundamental, Grab berada di posisi likuiditas yang sangat aman dengan kas dan setara kas sebesar USD6,2 miliar. Ini memberikan ruang manuver besar untuk ekspansi tanpa tekanan utang yang memberatkan.

  • Fundamental Lompat Signifikan

Sementara itu, Grab mengawali 2025 dengan pencapaian penting: mencetak laba bersih kuartalan sebesar USD10 juta. Ini merupakan lompatan signifikan dari posisi rugi USD115 juta pada kuartal I tahun lalu. 

Pendapatan Grab tumbuh 18 persen menjadi USD773 juta, ditopang oleh segmen pengiriman (USD415 juta), mobilitas (USD282 juta), dan layanan keuangan (USD75 juta).

EBITDA yang disesuaikan juga meningkat menjadi USD106 juta, naik 71 persen dibanding tahun sebelumnya. Tak hanya dari sisi profitabilitas, Grab juga memiliki struktur keuangan yang sangat kokoh dengan cadangan kas mencapai USD6,2 miliar di akhir Maret 2025.

Ke depan, perusahaan menargetkan pendapatan tahunan antara USD3,33 hingga USD3,40 miliar dan EBITDA yang disesuaikan antara USD460 sampai USD480 juta. Angka ini mencerminkan optimisme kuat dalam menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan, meski persaingan di kawasan tetap ketat.

  • Pelunasan Masif dan Neraca Super Sehat

Sementara itu, Grab mencatatkan langkah besar dalam penguatan neraca. Di akhir 2024, total utangnya turun drastis menjadi USD206 juta, dari sebelumnya USD631 juta di akhir 2023. 

Penurunan tajam ini terjadi setelah pelunasan pinjaman sebesar USD476 juta yang dilakukan pada Maret 2024, sebuah langkah yang menunjukkan kepercayaan diri sekaligus komitmen pada manajemen utang yang disiplin.

Di sisi lain, posisi kas Grab berada di level impresif, yaitu USD5,68 miliar. Dengan utang yang minim, perusahaan memiliki kas bersih dalam jumlah besar, yang dapat digunakan untuk investasi, akuisisi, atau pengembangan teknologi tanpa tekanan pendanaan.

Rasio utang terhadap ekuitas Grab hanya sekitar 0,03, nyaris tanpa beban keuangan. Ini memberi fleksibilitas luar biasa bagi perusahaan dalam menentukan arah bisnis ke depan, baik secara organik maupun melalui aksi korporasi strategis.

Merger: Strategi Besar yang Bisa Untungkan Investor?

Rencana merger antara dua raksasa teknologi Asia Tenggara, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab Holdings Limited (GRAB), kian mencuri perhatian pasar. Berdasarkan laporan keuangan dan fundamental terkini hingga kuartal I 2025, sinyal menuju konsolidasi ini tak hanya terlihat realistis, tetapi juga membawa potensi besar bagi para investor, terutama dalam jangka menengah hingga panjang.

1. Kinerja Keuangan Solid, Momentum Profitabilitas Terbangun

GOTO menutup tahun 2024 dengan pencapaian bersejarah, mencatat laba tahunan pertamanya. Tren positif itu berlanjut di kuartal pertama 2025, di mana kerugian menyusut drastis dan EBITDA berbalik positif. Sektor fintech dan layanan on-demand menjadi motor pertumbuhan utama.

Sementara itu, Grab menunjukkan pijakan keuangan yang bahkan lebih kokoh. Perusahaan sudah mencetak laba bersih, mempertahankan EBITDA positif, dan menyimpan cadangan kas lebih dari USD5 miliar. Dengan kata lain, keduanya telah berhasil keluar dari fase “bakar uang” dan mulai menapaki jalur profitabilitas berkelanjutan.

Bagi investor ini bukan merger dua entitas yang sedang berjuang, melainkan penggabungan dua perusahaan yang telah menemukan ritme kestabilan dan efisiensi.

2. Struktur Utang Terkendali, Modal untuk Akselerasi

GOTO memiliki kas sebesar Rp19,1 triliun dan utang sekitar Rp4,8 triliun, artinya posisi kas bersihnya tergolong sehat. Rasio utang terhadap ekuitas pun hanya 0,15, menandakan perusahaan punya ruang likuiditas yang lebar.

Grab lebih ekstrem lagi, total utangnya kini hanya USD206 juta, sementara kasnya mencapai USD5,68 miliar. Dengan rasio utang terhadap ekuitas yang nyaris nol (0,03), perusahaan berada dalam posisi sangat likuid dan fleksibel secara finansial.

Bagi investor, struktur utang yang ringan berarti tekanan keuangan minimal pascamerger, serta kemampuan untuk berinvestasi atau mengakuisisi tanpa beban bunga besar.

3. Sinergi Kawasan: GOTO di Indonesia, Grab di Asia Tenggara

GOTO mendominasi pasar digital Indonesia, sementara Grab memiliki pijakan kuat di Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Bila digabungkan, keduanya bisa membentuk “super platform” dengan kekuatan penuh di e-commerce, ride-hailing, logistik, dan layanan keuangan digital.

Efisiensi operasional, akses pasar yang lebih luas, dan kekuatan tawar terhadap mitra bisnis akan meningkat tajam.

Bagi investor, merger ini membuka peluang terbentuknya pemain regional yang dapat menyaingi kekuatan global seperti Sea Group dan bahkan TikTok Shop dalam jangka panjang.

4. Risiko yang Tak Bisa Diabaikan

Kendati potensi sinerginya besar, ada beberapa tantangan yang tetap harus dicermati.

  • Persetujuan dari regulator, terutama dalam isu persaingan usaha dan anti-monopoli, bisa jadi hambatan utama.
  • Integrasi operasional dua entitas besar dengan budaya dan model bisnis yang berbeda memerlukan waktu dan kehati-hatian.
  • Potensi dilusi saham pascamerger juga mungkin terjadi, terutama jika ada penerbitan saham baru untuk menyatukan aset atau valuasi.

Jadi, jika dijalankan dengan cermat, merger GOTO dan Grab bisa menjadi salah satu transformasi paling signifikan di sektor teknologi Asia Tenggara. Bagi investor, peluang pertumbuhan, potensi penciptaan nilai, dan efisiensi biaya yang mungkin tercapai menjadikan aksi ini layak untuk dicermati secara serius.

Bagi investor jangka panjang yang ingin menanamkan modal di sektor digital regional dengan fundamental yang semakin matang, rencana merger ini sebaiknya tidak hanya dilihat sebagai kabar pasar, tapi sebagai peluang strategis. Namun, tetap perlu kehati-hatian pada aspek regulasi dan eksekusi integrasi setelah penggabungan.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79