KABARBURSA.COM - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan bahan pangan menjadi momok di tengah terjadinya deflasi sebesar 0,08 persen pada Juni 2024.
Bhima membeberkan, di saat kondisi deflasi 0,08 persen seperti ini, bahan pangan masih mengalami inflasi sebesar 5,96 persen.
"Tapi inflasi barang yang bergejolak atau bahan pangan ini secara tahunan masih 5,96 persen, hampir 6 persen," ujar Bhima kepada Kabar Bursa, Selasa, 2 Juli 2024.
Bhima menyatakan situasi seperti ini menjadikan bahan makanan momok yang membuat deflasi tidak serta merta berimbas positif bagi perekonomian.
Kondisi ini, lanjut dia, justru menjadi peringatan karena bahan makanan itu sangat sensitif terhadap penduduk, terutama warga kelas menengah.
"Ketika terjadi deflasi tapi bahan makanan masih mencatatkan inflasi, maka ini menjadi warning, karena bahan makanan itu sangat sensitif terhadap penduduk miskin, kelas menengah," ujarnya.
Bhima pun khawatir keadaan ini bisa berimbas kepada pembelian kebutuhan lainnya seperti elektronik, alat rumah tangga, hingga barang otomotif.
"Jadi jangan sampai karena bahan makanan naik, masyarakat pasti akan mendahulukan membeli makanan, sedangkan keinginan untuk membeli barang elektronik, peralatan rumah tangga, barang otomotif, suku cadang, kendaraan bermotor, atau barang sekunder dan tersier itu akan direm. Itu yang perlu dicermati," tuturnya.
Di sisi lain, Bhima memprediksi deflasi pada Juni 2024 terjadi dikarenakan banyaknya PHK. Kondisi ini mengakibatkan menurunnya sisi permintaan.
“Bisa jadi ini menunjukan gelombang PHK yang terjadi telah menurunkan sisi permintaan sehingga produsen juga tidak terlalu berani untuk menyesuaikan harga,” katanya.
Meskipun faktanya nilai tukar rupiah dan suku bunga membuat biaya produksi menjadi naik, Bhima melihat produsen belum berani untuk menaikkan harga di tingkat retail.
Lebih lanjut, Bihima menuturkan, pada deflasi Juni 2024 ini, inflasi intinya sangat kecil. Kata dia, inflasi inti year on year (yoy) atau secara tahunan itu hanya 1,9 persen.
Menurut dia, hal tersebut harus menjadi catatan bahwa inflasi inti yang rendah menunjukan bahwa masih adanya tekanan dari sisi permintaan sehingga masyarakat menahan diri untuk belanja hingga lebih banyak untuk berhemat.
“Khususnya di kelompok kelas menengah ini bisa jadi karena adanya fluktuasi nilai tukar rupiah, jadi mereka mempersiapkan beberapa bulan ke depan punya dana cadangan dan dana tabungan yang lebih besar,” tutur Bhima.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa deflasi telah terjadi selama dua bulan berturut-turut yaitu pada Mei dan Juni 2024. Deflasi secara bulanan atau month to month (mtm) pada Mei sebesar 0,03 persen, sedangkan Juni mencapai 0,08 persen.
Secara lebih rinci, berdasarkan tahunan, IHK umum turun menjadi 2,51 persen year-on-year (yoy) pada Juni 2024 dari 2,84 persen yoy pada Mei 2024. Inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) untuk semester pertama tahun 2024 tercatat 1,07 persen, lebih rendah dari inflasi ytd 1,37 persen yang tercatat pada semester pertama 2023.
Deflasi bulanan pada kelompok harga bergejolak cenderung tercatat deflasi 0,98 persen mom pada Juni 2024 dari deflasi 0,69 persen mom pada Mei 2024, didorong oleh deflasi pada sebagian besar komoditas makanan.
Komoditas pangan yang berkontribusi paling besar terhadap deflasi adalah bawang merah (0,09 persen), tomat (0,07 persen), dan daging ayam ras (0,05 persen). Deflasi yang terjadi pada banyak komoditas pangan disebabkan oleh normalisasi harga setelah musim panen.
Namun demikian, beberapa komoditas seperti cabai merah dan cabai rawit masih mencatatkan inflasi karena pola tanam dan masa tanam cabai yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, serta meningkatnya permintaan menjelang perayaan Iduladha.
Secara tahunan, inflasi harga bergejolak melambat menjadi 5,96 persen yoy pada Juni 2024 dari 8,14 persen yoy pada Mei 2024. Komponen inflasi harga diatur pemerintah meningkat setelah mengalami deflasi pada periode sebelumnya. Inflasi harga diatur pemerintah secara bulanan naik 0,12 persen mom pada Juni 2024, menyusul deflasi 0,13 persen mom pada Mei 2024.
Angkutan udara memberikan andil terbesar terhadap inflasi harga diatur pemerintah bulanan karena adanya liburan sekolah dan perayaan Iduladha 2024.
Komponen utama inflasi harga diatur pemerintah lainnya, yaitu harga energi, relatif stabil di bulan Juni 2024. Secara tahunan, inflasi harga diatur pemerintah meningkat menjadi 1,68 persen yoy dari 1,52 persen yoy pada Mei 2024.
Inflasi inti bulanan melambat menjadi 0,10 persen mom pada Juni 2024 dari 0,18 persen mom pada Mei 2024. Secara tahunan, inflasi inti menurun menjadi 1,90 persen yoy dari 1,93 persen yoy pada Mei 2024. Perhiasan emas menjadi kontributor utama inflasi IHK inti, menambah 0,01 persen terhadap inflasi umum, tapi kontribusinya lebih rendah dibandingkan dengan Mei 2024 sebesar 0,05 persen. Penurunan harga emas global pada bulan Juni 2024 sedikit mengurangi inflasi terkait harga emas.
Sementara itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan daya beli masyarakat masih yang kuat meski data inflasi Juni 2024 menunjukkan perlambatan.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menanggapi data IHK Juni 2024 yang menunjukkan deflasi 0,08 persen mtm, deflasi kedua tahun ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), IHK mengalami perlambatan inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 2,51 persen pada Juni 2024, dari Mei 2024 sebesar 2,84 persen.
Febrio mengklaim deflasi yang terjadi disebabkan harga pangan yang merosot. Inflasi pangan bergejolak (volatile food) menunjukkan tren yang terus melandai. (yog/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.