KABARBURSA.COM - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengutarakan kekesalannya dihadapan DPR RI karena anggaran kementeriannya untuk 2025 turun drastis, padahal target investasi naik tinggi.
Bahlil mengatakan target investasi 2025 dipatok sebesar Rp1.850 triliun, naik dari tahun ini yang hanya Rp1.650 triliun.
Namun, dia kesal anggaran yang didapat Kementerian Investasi/BKPM di 2024 sebesar Rp1,22 triliun malah turun setengahnya hinga hanya menjadi Rp681 miliar untuk tahun 2025.
"Ini membuat saya bingung. Saya sejak kecil sudah berdagang, pernah menjadi pengusaha, pernah menjadi ketua umum Hipmi, belum pernah menemukan teori ini. Ini teori baru ini," sindir Bahlil dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa 11 Juni 2024.
Karena itu Bahlil meminta komisi VI DPR RI untuk memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Bappenas, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa untuk menjelaskan hal tersebut.
"Saya minta kepada pimpinan, tolong panggil Ibu Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas menjelaskan ini," desaknya.
Ia bahkan mengancam akan merevisi target investasi jumbo di 2025 jika anggaran yang diberikan tak dinaikkan. Bahlil menyebut rencana kerja pemerintah (RKP) dengan anggaran Rp681 miliar tak sesuai dengan target yang dibebankan kepada Kementerian Investasi/BKPM.
Menurutnya, RKP yang dibuat Kementerian Keuangan dan Bappenas jelas-jelas tidak sejalan dengan anggaran yang diberikan. Ia menegaskan apa yang dibuat kedua pejabat itu kepadanya harus diketahui publik.
"Jadi saya menyarankan kepada pimpinan, kita revisi saja RKP-nya, dari (target investasi 2025) Rp1.850 triliun menjadi Rp800 triliun. Itu rasionalisasi yang saya dan tim buat. Saya tidak mau menjadikan staf saya kambing hitam besok nanti," tuturnya.
Dia pun membandingkan anggaran yang dialokasikan untuk tahun depan bahkan kalah dengan camat di DKI Jakarta yang anggarannya bisa lebih besar daripada kementeriannya.
"Kita ini mau mendorong pertumbuhan ekonomi di Republik Indonesia. Kalau kita lihat basis anggarannya, camat di DKI Jakarta anggarannya lebih besar daripada kementeriannya," tegas Bahlil.
Usulan Pagu Indikatif
Kementerian Keuangan (kemenkeu) mengusulkan pagu indikatif sebesar Rp53,19 triliun untuk tahun anggaran 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan usulan pagu indikatif BA 15 Kementerian keuangan untuk tahun anggaran 2025.
Sri Mulyani menjelaskan, berdasarkan sumber dananya, pagu indikatif Kemenkeu tahun anggaran 2025 tersebut terdiri dari rupiah murni sebesar Rp42,78 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp21,76 miliar, hibah Rp7,24 miliar, dan badan layanan umum (BLU) Rp10,37 triliun. Sementara itu, jika dirincikan berdasarkan fungsi, pagu indikatif Kemenkeu tahun anggaran 2025 terdiri dari fungsi pelayanan umum sebesar Rp48,87 triliun, fungsi ekonomi Rp251,79 miliar, dan fungsi pendidikan sebesar Rp4,06 triliun.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa rencana kerja Kemenkeu pada 2025 dirancang untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, terutama melalui pengelolaan fiskal yang sehat. Kemenkeu pada 2025 akan berfokus pada lima program utama, pertama yaitu kebijakan fiskal dan sektor keuangan.
Anggaran yang dibutuhkan untuk program tersebut adalah sebesar Rp331,47 miliar untuk enam unit eselon I terkait. Keenam unit eselon I itu meiliputi Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).
Lima kegiatan utama dalam program tersebut, yaitu formulasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan, diplomasi dan kerja sama ekonomi dan keuangan internasional, analisis kebijakan fiskal dan sektor keuangan, komunikasi dan edukasi, serta monitoring dan evaluasi kondisi fiskal, ekonomi, dan keuangan.
Program kedua, yaitu program penerimaan negara dengan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp21,08 triliun oleh empat unit eselon I, di antaranya DJA, DJP, DJBC, dan Lembaga National Single Window (LNSW). Program ini dicapai melalui lima kegiatan, diantaranya pelayanan, komunikasi, dan edukasi, pengawasan dan penegakan hukum, ektensifikasi penerimaan negara, penanganan keberatan/banding/gugatan, serta perumusan kebijakan administratif.
“Ekstensifikasi penerimaan negara penting karena basis pajak kita bisa terus mengalami erosi baik karena ada upaya penghindaran pajak maupun dari sisi cara kerja secara digital yang terus terang akan menjadi dampak yang terus kita wasapadi,” jelas Sri Mulyani.
Program ketiga, belanja negara, dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp262,06 miliar oleh dua unit eselon I, DJA dan DJPK. Sasaran program ini juga dicapai melalui pelaksanaan empat kegiatan, diantaranya pengelolaan anggaran pusat dan transfer ke daerah (TKD), komunikasi, edukasi, dan standardisasi, perumusan kebijakan administratif penganggaran pusat dan TKD, juga monitoring dan evaluasi kinerja anggaran pusat dan TKD.
Program keempat, perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko, yang membutuhkan anggaran sebesar Rp2,64 triliun, di empat unit eselon I, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), DJPPR, dan Inspektorat Jenderal (Itjen).
Program kelima, dukungan manajemen, dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp50,47 triliun, diampu oleh seluruh unit eselon I, untuk mewujudkan tata kelola yang efektif, peningkatan kompetensi SDM, dan pelaksanaan pengawasan internal. (yub/prm)