KABARBURSA.COM - Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa terdapat tiga hingga empat badan usaha dari organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang telah mengajukan izin pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Namun, Bahlil enggan memberikan rincian lebih lanjut mengenai identitas badan usaha dari ormas keagamaan yang telah mengajukan pengelolaan WIUPK, yang dulunya merupakan bagian dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Saat ini, terdapat badan usaha dari ormas keagamaan Islam, Nahdlatul Ulama (NU), yang telah resmi mengajukan izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur.
“Memang ada, ada tiga atau empat yang sudah mengajukan,” kata Bahlil ketika ditemui seusai konferensi pers di kantornya, Senin 29 Juli 2024.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara resmi telah menerima kewenangan untuk mengelola WIUPK. Ia menambahkan bahwa telah dilakukan diskusi mendalam dengan berbagai ormas keagamaan, termasuk PP Muhammadiyah dan lainnya, mengenai pengelolaan WIUPK tersebut.
“Yang penting adalah mereka mengajukan, dan setelah pengajuan, kita akan evaluasi mana yang memenuhi syarat dan mana yang tidak. Kami bersifat terbuka dalam hal ini,” ujar Bahlil.
Bahlil juga menyebutkan bahwa komunikasi sedang dibangun dengan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) terkait kewenangan pengelolaan WIUPK.
Sementara itu, izin untuk badan usaha Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masih menunggu peraturan menteri yang ditargetkan selesai dalam minggu ini.
“Untuk NU, karena Peraturan Presiden [Nomor 76 Tahun 2024] baru saja diselesaikan, sekarang saya tengah menyusun Peraturan Menteri. Semoga minggu ini bisa rampung,” pungkasnya.
NU dan Muhammadiyah
Sejumlah aktivis sosial di Jogja yang tergabung dalam Forum Cik Ditiro menggelar aksi untuk mendesak Muhammadiyah menolak tawaran konsesi tambang.
Aksi digelar di depan Gedung Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta pada Sabtu 27 Juli 2024. Hal itu karena pada saat bersamaan PP Muhammadiyah sedang menggelar konsolidasi nasional di kampus UNISA Yogya. Massa aksi itu membawa sejumlah spanduk yang berisi desakan kepada Muhammadiyah untuk menolak tambang.
Salah satu spanduk berisi sindiran kepada Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dengan narasi ‘Dipisahkan Qunut Disatukan Tambang’. Dalam poster yang sama juga terdapat karikatur wajah Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir bersebelahan dengan Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf.
Selain spanduk itu, ada juga spanduk lain yang bertuliskan ‘Petaka Tambang Transisi Pembantaian’; ‘Muhammadiyah Ingat Kyai Ahmad Dahlan Bukan Jokowi & Bahlil’; ‘Muhammadiyah Kita Sayang Tolak Konsesi Tambang Sekarang’; ‘Muhammadiyahku Sayang Muhammadiyahku Malang’; ada juga spanduk yang bertuliskan potongan ayat Al-Quran Surat Arrum ayat 41 dan Al-A’raf ayat 56.
Inisiator Forum Cik Ditiro, Masduki, mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan aksi simbolik yang bertujuan untuk mengingatkan PP Muhammadiyah terkait dengan konsesi tambang.
“Kita mengingatkan, khususnya Muhammadiyah yang dua hari ini akan berkumpul, untuk menjaga kewarasan, untuk menjaga akal sehat. Bahwa ormas itu tugasnya adalah menjadi masyarakat sipil, menjadi organisasi yang mengontrol negara, pemerintah, dan berpihak pada kepentingan warga negara,” kata Masduki, Sabtu 27 Juli 2024.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara resmi memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) setelah melakukan kajian mendalam bersama berbagai pihak selama lebih dari dua bulan. Pengambilan keputusan ini merupakan hasil rapat pleno yang digelar pada 13 Juli 2024 di Jakarta.
Dalam rangka pengelolaan tambang, Muhammadiyah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Ketua PP Muhammadiyah bidang Bisnis dan Ekonomi, yang juga Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengungkapkan bahwa keputusan ini mencerminkan komitmen Muhammadiyah untuk memperluas dakwah ekonomi sesuai dengan ajaran Islam, konstitusi, dan tata kelola profesional.
“Muhammadiyah bertekad untuk mengelola usaha pertambangan dengan penuh tanggung jawab, berorientasi pada kesejahteraan sosial, serta menjaga kelestarian alam. Kami akan melibatkan sumber daya manusia yang berintegritas dan profesional,” ujar Abdul dalam konferensi pers daring pada Minggu, 28 Juli 2024.
Tim pengelolaan tambang Muhammadiyah, selain Muhadjir Effendy sebagai ketua, juga melibatkan M. Sayuti sebagai sekretaris, serta anggota lain seperti Anwar Abbas, Hilman Latief, Agung Danarto, Ahmad Dahlan, Bambang Setiaji, Arief Budimanta, Nurul M. Yamin, dan M. Azrul Tanjung.
Abdul menjelaskan bahwa keputusan untuk menerima izin pertambangan tidak diambil dengan sembarangan. Muhammadiyah memerlukan waktu untuk menilai kelebihan dan kekurangan dari keputusan tersebut melalui kritik dan pandangan dari berbagai pihak, termasuk akademisi, pengelola tambang, ahli lingkungan, dan lembaga-lembaga di lingkungan Muhammadiyah.
“Kami tidak ragu tentang keputusan ini, namun kami membahasnya secara mendalam dan melibatkan berbagai masukan,” jelasnya.
Salah satu keputusan dari Majelis Konsolidasi Nasional menyatakan bahwa pengelolaan tambang akan dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan pemantauan terhadap manfaat dan dampaknya bagi masyarakat. Jika pengelolaan tambang mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, Muhammadiyah akan secara bertanggung jawab mengembalikan izin usaha pertambangan kepada pemerintah.
Izin bagi ormas keagamaan untuk mengelola IUP diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2025, yang merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasal 83A ayat (1) dalam peraturan ini menyebutkan bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat diberikan secara prioritas kepada ormas keagamaan.
“Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan,” bunyi beleid tersebut.
WIUPK yang dimaksud adalah wilayah bekas izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang telah dicabut. IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri. Ormas harus memiliki saham mayoritas dalam mengelola WIUPK dan tidak boleh bekerja sama dengan pemegang konsesi sebelumnya. (*)