KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) tengah merentangkan sayap eksplorasi dalam mengadopsi mata uang digital bank sentral, atau yang dikenal sebagai central bank digital currency (CBDC). Meski demikian, perkembangan pengembangan CBDC atau rupiah digital oleh BI masih dalam fase eksperimental.
Agung Bayu Purwoko, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, mengungkapkan bahwa pengembangan CBDC merupakan bagian integral dari arah kebijakan sistem pembayaran bank sentral. Melalui inisiatif seperti projec Garuda, Bank Indonesia mengejar pengembangan rupiah digital sebagai respon terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital global.
"Kapan itu [rupiah digital] kemudian akan diterapkan? Ini yang kami lakukan yaitu eksperimentasi," ujar Agung dalam acara Talkshow Industry Financial F5 bertajuk "Menavigasi Keamanan Sistem Pembayaran Nasional Di Era Digital" pada Rabu (6/12/2023).
Dikemukakan bahwa pengembangan rupiah digital senantiasa terkait dengan evolusi ekosistem keuangan digital global. Isu tokenisasi dengan menggunakan teknologi kripto menjadi perbincangan yang terus berkembang. Konsep uang yang semula berdiri sendiri kini, dengan virtualisasi dan kripto, membuka arah baru dalam menggabungkan uang dan kasus penggunaan dengan smart contract, sehingga memberikan dampak positif.
Sementara itu, eksplorasi pengembangan CBDC semakin luas dijalankan oleh bank sentral di berbagai belahan dunia. Agung menekankan bahwa pembelajaran dari lebih dari 86 persen bank sentral yang menjalankan eksplorasi CBDC tidak hanya terbatas pada skala ritel, tetapi juga mencakup skala wholesale.
Filianingsih Hendarta, Deputi Gubernur BI, menegaskan bahwa rupiah digital terus menjadi fokus kajian, dengan mempertimbangkan berbagai risiko yang mungkin timbul. "Kami assess itu semuanya, masukan-masukan juga kita perhatikan," katanya, menyiratkan bahwa evaluasi mendalam dilakukan dalam merancang langkah selanjutnya.
BI telah menerbitkan consultative paper yang menjelaskan desain pengembangan rupiah digital pada tahap immediate state. Paper tersebut mencakup konsep rupiah digital cash ledger dalam skala wholesale, termasuk teknologi dan fungsi dasar seperti penerbitan, pemusnahan, dan transfer dana. Dampak penerbitan rupiah digital terhadap sistem pembayaran, stabilitas keuangan, dan kebijakan moneter juga dibahas secara komprehensif.
Terkait dengan perhatian dari Dana Moneter Internasional (IMF), ditegaskan bahwa perubahan lingkungan makro ekonomi akibat CBDC dapat memperkuat saluran transmisi kebijakan moneter, tergantung pada desainnya. IMF juga mencatat potensi dampak terhadap persaingan dana atau deposito di sektor perbankan, dengan kemungkinan kenaikan suku bunga deposito dan meningkatnya cost of fund perbankan. Kendati demikian, IMF menyoroti bahwa pembatasan kepemilikan individu terhadap CBDC dapat membatasi peralihan dari deposito ke mata uang digital tersebut.