KABARBURSA.COM - Kinerja PT Bank Jago Tbk (ARTO) hingga Mei 2025 mencerminkan ironi dalam lanskap perbankan digital, laba bersih tumbuh tajam, tetapi tetap belum mampu menyentuh ekspektasi pasar dan analis.
Meski perusahaan berhasil mencetak laba bersih Rp22,3 miliar pada Mei, naik 6,4 persen secara bulanan dan melonjak 130 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, realisasi tersebut baru setara 28,7 persen dari proyeksi internal dan 32,4 persen dari estimasi konsensus Bloomberg untuk kinerja sepanjang tahun.
Dengan kata lain, ARTO masih tertinggal dari garis finish meski sudah memacu pertumbuhan yang cukup impresif.
Secara akumulatif, laba bersih selama lima bulan pertama tahun ini mencapai Rp103,5 miliar, naik hampir tiga kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun pertanyaan yang mengemuka adalah seberapa berkelanjutan pertumbuhan ini jika biaya operasional terus meningkat dan efisiensi belum kunjung optimal?
Salah satu titik terang datang dari perbaikan margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM), yang naik ke level 8,2 persen pada periode Januari hingga Mei 2025.
Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh implementasi skema asuransi kredit baru, yang berhasil menekan risiko dan mendorong efektivitas penyaluran kredit.
Pendapatan bunga bersih pun tumbuh stabil, mencapai Rp190,6 miliar pada Mei dan total Rp971,5 miliar secara kumulatif lima bulan, melonjak 65,3 persen dibanding tahun sebelumnya.
Kinerja dari sisi pendapatan non-bunga pun turut mendukung. ARTO membukukan Rp36 miliar pendapatan non-bunga pada Mei, naik hampir 12 persen dibanding bulan sebelumnya.
Total pendapatan dari pos ini hingga Mei mencapai Rp165 miliar, atau naik sekitar 50 persen dibanding tahun lalu. Peningkatan ini sebagian besar dipengaruhi oleh kontribusi dari pendapatan tresuri, yang memberikan bantalan tambahan bagi kinerja bank dalam menghadapi fluktuasi pasar.
Biaya Operasional ARTO Bengkak 4,6 Persen
Namun, catatan tetap harus diberikan pada sisi efisiensi biaya. Biaya operasional ARTO tercatat sebesar Rp135,9 miliar pada Mei, naik 4,6 persen dibanding bulan sebelumnya.
Jika ditarik secara tahunan, biaya operasional bank ini naik lebih dari 20 persen, menjadi Rp653,9 miliar sepanjang lima bulan pertama. Kenaikan ini terutama bersumber dari pos biaya promosi serta biaya lain-lain yang menyertai ekspansi agresif perusahaan.
Dalam konteks bank digital yang seharusnya lean dan efisien, tren ini menimbulkan kekhawatiran akan struktur biaya yang mulai melebar.
Dari sisi kualitas aset, beban provisi mengalami penurunan tipis 3,7 persen secara bulanan pada Mei. Namun secara tahunan, beban ini justru melonjak hampir tiga kali lipat. Biaya kredit (credit cost) selama lima bulan mencapai 4,3 persen, meningkat signifikan dari tahun lalu.
Meski skema asuransi kredit mulai memberikan perlindungan, lonjakan provisi mencerminkan profil risiko yang masih perlu dikelola lebih cermat, terutama di tengah ambisi memperluas portofolio pinjaman.
Adapun penyaluran kredit tumbuh menjanjikan. Total kredit yang diberikan mencapai Rp21,4 triliun per akhir Mei, naik 4,9 persen dibanding April dan melesat 40,5 persen secara tahunan.
Sementara itu, total simpanan nasabah meningkat menjadi Rp22 triliun, tumbuh 2,2 persen secara bulanan dan 52,4 persen secara tahunan.
Loan to Deposit Ratio (LDR) pun tercatat mendekati 97 persen, mengindikasikan hampir seluruh dana pihak ketiga telah disalurkan menjadi kredit, strategi yang agresif namun meninggalkan ruang sempit bagi likuiditas cadangan.
Bank Jago: Menjanjikan tapi Belum Solid
Secara menyeluruh, Bank Jago tengah berada dalam jalur yang menjanjikan tetapi belum sepenuhnya solid.
Pertumbuhan laba dan peningkatan margin memang menandakan adanya perbaikan fundamental, tetapi tantangan biaya, efisiensi, serta pengelolaan risiko masih perlu dibenahi agar transformasi bisnis digital ini dapat memberikan hasil maksimal bagi pemegang saham.
Investor yang mengincar jangka pendek mungkin perlu menahan diri, sambil mencermati apakah kinerja semester kedua tahun ini akan menunjukkan perbaikan yang lebih nyata.
Namun bagi pemodal jangka panjang yang percaya pada narasi bank digital di Indonesia, ARTO tetap menyisakan ruang optimisme,asal disiplin eksekusi menjadi prioritas utama manajemen dalam waktu dekat.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.