KABARBURSA.COM - Presiden Bank Sentral Federal San Francisco, Mary Daly, menyatakan dukungannya terhadap pemangkasan suku bunga sebesar 0,5 persen yang dilakukan oleh bank sentral AS bulan lalu. Daly juga menyebutkan kemungkinan satu atau dua pemangkasan tambahan tahun ini, jika ekonomi terus tumbuh sesuai dengan ekspektasinya.
Dalam wawancara di Universitas Negeri Boise yang dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat 11 Oktober 2024, Daly mengatakan bahwa pasar tenaga kerja telah melemah, dan dia kini cukup yakin bahwa inflasi akan mendekati target The Fed sebesar 2 persen. Menurutnya, kenaikan suku bunga riil, tanpa perubahan kebijakan sejak Juli 2023 yang berada di kisaran 5,25 persen -5,50 persen, dapat berisiko merusak ekonomi.
Dia juga menegaskan keinginannya untuk menghindari penurunan lebih lanjut di pasar tenaga kerja. Pemangkasan suku bunga bulan lalu dilakukan untuk menyesuaikan kebijakan dengan kondisi ekonomi, meski hal ini tidak memberikan gambaran pasti mengenai tindakan ke depan atau kecepatan perubahan suku bunga.
Risalah rapat yang dirilis sebelumnya menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan khawatir pemangkasan ini tidak disalahartikan sebagai tanda melemahnya prospek ekonomi. Daly memandang bahwa dengan tingkat pengangguran 4,1 persen, pasar tenaga kerja saat ini berada pada tingkat ketenagakerjaan penuh.
Alami Penguatan Signifikan
Dolar AS mengalami penguatan signifikan pada Rabu, 9 Oktober 2024 waktu setempat, atau Kamis, 10 Oktober 2024 dini hari WIB, setelah rilis notulen rapat Federal Reserve periode September yang menunjukkan mayoritas perumus kebijakan mendukung pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin.
Hal ini membuat pasar kembali menilai ulang prospek kebijakan moneter AS, seiring dengan ekspektasi terhadap langkah lanjutan The Fed.
Para pelaku pasar terus mencerna komentar dari pejabat Federal Reserve serta bersiap untuk merespons rilis Indeks Harga Konsumen (CPI) September yang akan dirilis malam ini. Trader percaya bahwa bank sentral AS tidak akan melanjutkan pelonggaran moneter secara agresif, apalagi setelah data penggajian non-pertanian yang kuat dirilis pada Jumat lalu, 4 Oktober 2024. Data tersebut mendorong penilaian ulang pasar terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga dalam jangka pendek.
Direktur Eksekutif Klarity FX di San Francisco Amo Sahota, mengatakan pasar telah mengantisipasi rilis risalah rapat The Fed selama beberapa hari terakhir, di mana laporan inflasi dan data ketenagakerjaan menjadi faktor kunci dalam pergerakan dolar. Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, termasuk euro dan yen, melesat 0,38 persen menjadi 102,88. Ini merupakan level tertinggi sejak 16 Agustus 2024.
Dalam notulen rapat Federal Reserve, Chairman Jerome Powell disebutkan harus meyakinkan lebih banyak anggota dewan untuk mendukung pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin. Meskipun mayoritas anggota mendukung pemotongan suku bunga, Gubernur Fed Michelle Bowman menjadi satu-satunya pihak yang tidak setuju.
Presiden Bank Sentral Federal Dallas, Lorie Logan, juga mendukung pemangkasan suku bunga besar-besaran bulan lalu. Namun, ia menekankan perlunya pemangkasan yang lebih kecil di masa mendatang, mengingat masih adanya risiko kenaikan inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
Sejalan dengan itu, Presiden Fed Boston Susan Collins dan Presiden Fed San Francisco Mary Daly diharapkan memberikan pandangannya dalam beberapa waktu ke depan.
Pergerakan Pasar Mata Uang Global
Dampak dari penguatan dolar AS terasa kuat di pasar mata uang global. Euro, misalnya, melemah 0,36 persen terhadap dolar AS dan menyentuh level USD1,094, yang merupakan level terendah dalam dua bulan terakhir. Nilai tukar dolar/yen juga naik 0,72 persen menjadi 149,26, melampaui posisi tertinggi yang tercatat pada Senin lalu, 7 Oktober 2024.
Yen semakin tertekan akibat pernyataan Perdana Menteri baru Jepang, Shigeru Ishiba, yang menegaskan bahwa Jepang belum siap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut. Hal ini turut memperlemah yen terhadap dolar AS.
Di sisi lain, dolar AS juga menguat terhadap mata uang lain seperti franc Swiss, di mana greenback naik 0,42 persen menjadi 0,86, mencapai level tertinggi sejak 20 Agustus. Poundsterling Inggris melemah 0,25 persen menjadi USD1,3071, terendah sejak 12 September.
Fokus ke China dan Pasar Australia-Selandia Baru
Pasar mata uang Australia dan Selandia Baru turut terpukul akibat kekhawatiran atas permintaan dari China, serta kekecewaan pasar terhadap tindak lanjut stimulus ekonomi yang dianggap kurang memadai.
Mata uang Australia melemah 0,43 persen terhadap dolar AS menjadi USD0,6716, sementara dolar Selandia Baru merosot 1,32 persen menjadi USD0,6057 setelah bank sentral negara tersebut memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin.
Secara keseluruhan, penguatan dolar AS didukung oleh kondisi ekonomi yang solid di dalam negeri serta ekspektasi kebijakan The Fed yang terus berkembang. Sementara itu, prospek ekonomi global, khususnya di China dan Jepang, turut memberikan pengaruh pada volatilitas mata uang global.(*)